BOLEHKAH BERSUCI DENGAN TISU ?

Loading

BOLEHKAH BERSUCI DENGAN TISU ?

Abu Rufaydah

Assalaamualaiakum ustadz.

Dibeberapa mall atau hotel dan semisalnya sering kali di WC nya tidak ada air, hanya ada tissue saja. Pertanyaannya bolehkah bersuci dengan tisu ?

Anggota WAG CKS

Bismillah Walhamdulillah Washolatu Wassalamu Alarasulillah, Amma Ba’du.

Dalam kitab Taqriratus Sadidah fi Masaili al-ufidah yang ditulis oleh Habib Hasan bin Ahmad bin Salim al-Kaff menyebutkan ada tiga cara dalam beristinja;

  1. Menggabungkan antara air dengan batu, inilah yang paling utama. Karena batu mengilangkan dzat najis dan air menghilangkan bekas dan baunya.
  2. Cukup dengan air.
  3. Boleh dengan batu walaupun ada air.

Ada beberapa dalil yang menjelaskan pendapat di atas.

Pertama, menggunakan batu dan air.

Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin rahimahullah berkata; Saya tidak menjumpai dalil masalah ini yang shahih dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Namun mengingat kandungan makna hadis di atas,  bisa disimpulkan bahwa ini cara yang lebih sempurna (asy-Syarhul Mumthi’, 1:103 – 105).

Kedua, hanya bersuci dengan air saja. Dan ini dibolehkan. Dalilnya, hadis dari Anas bin Malik radhiallahu ‘anhu,

كان النبي صلى الله عليه وسلم يقضي حاجته فأنطلق أنا وغلام نحوي بإداوة من ماء وعنزة فيستنجي بالماء

Suatu ketika Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam buang hajat, kemudian aku bersama teman mainku membawakan seember air dan tongkat kecil. Kemudian beliau bersuci dengan air. (HR. Bukhari dan Muslim)

Ketiga, bersuci hanya dengan batu saja, dan ini dibolehkan. Berdasarkan hadis Ibnu Mas’ud radhiallahu ‘anhu,

أن النبي صلى الله عليه وسلم أتى الغائط وأمره أن يأتيه بثلاثة أحجار، فأخذ الحجرين، وألقى الروثة وقال: هذا ركس

Bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah buang air dan beliau meminta untuk dibawakan tiga batu. (namun beliau diberi 2 batu dan satu kotoran kering keledai). Kemudian beliau mengambil dua batu dan membuang kotoran kering keledai, dan bersabda: “Ini benda najis.” (HR. Bukhari)

Adapun beristinja atau bersuci dengan tisu. Kami sertakan fatwa ulama kontemporer yang membolehkannya.

  1. Ulama Al-Lajnah Ad-Da’imah Lil Ifta’ ditanya, “Di Inggris, kami menggunakan kertas atau tisu ketika istinja di WC. Apakah diwajibkan menggunakan air setelah memakai tisu tersebut atau tidak?”

Mereka menjawab, “Segala puji hanya bagi Allah, shalawat dan salam semoga tercurah kepada Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam, keluarga dan para shahabatnya. Dibolehkan menggunakan tisu atau kertas dan semacamnya dalam membersihkan najis dan dianggap sah serta cukp jika dapat membersihkan bagian yang terkena najis, baik qubul maupun dubur. Yang utama dalam hal ini adalah menggunakannya dengan ganjil, dan seharusnya tidak kurang dari tiga usapan. Tidak diwajibkan menggunakan air sesudahnya, akan tetapi sunnah. Shalawat dan salam semoga tercurah kepada Nabi kami Muhammad, beserta keluarga dan para shahabatnya.”

Syekh Abdul-Aziz bin Abdullah bin Baz, Syekh Abdurrazzaq Afifi, Syekh Abdullah Ghudayyan, Syekh Abdullah bin Quud. (Fatawa Lajnah Da’imah, 5/125)

  1. Syekh Muhammad bin Shaleh Al-Utsaimin rahimahullah ditanya, “Apakah sah bersuci dengan tisu?”

Beliau menjawab, “Ya, bersuci dengan tisu dianggap sah, tidak mengapa, karena tujuan bersuci adalah menghilangkan najis, apakah dengan tisu, kertas, debu, batu, kecuali tidak dibolehkan bersuci dengan sesuatu yang dilarang syariat, seperti tulang atau kotoran hewan. Karena tulang adalah makanan jin jika dia adalah binatang yang halal disembelih, adapun jika binatang yang tidak halal disembelih, maka tulang tersebut termasuk najis, dan najis tidak dapat mensucikan. Sedangkan kotoran hewan, jika dia termasuk najis, maka najis tidak dapat mensucikan, sedangkan jika dia termasuk yang tidak najis, maka dia adalah makanan ternak jin. Karena ketika para jin datang kepada Nabi shallallahu alaihi wa sallam dan beriman kepadanya, beliau memberinya jamuan yang tidak terputus hingga hari kiamat, beliau bersabda, “Bagi kalian tulang (dari hewan yang disembelih) dengan menyebut nama Allah, kalian akan dapatkan lebih banyak daripada daging”. Ini adalah termasuk perkara gaib yang tidak terlihat. Akan tetapi wajib bagi kita mengimaninya. Demikian pula dengan kotoran hewan ternak, dia merupakan pakan hewan-hewan mereka (jin).” (Majmu Fatawa Ibnu Utsaimin, 4/112).

Leave a Comment