IBU DIMANA ?
Abu Rufaydah
عَنْ أَبِيْ هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ جَاءَ رَجُلٌ إِلَى رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ :يَا رَسُوْلَ اللهِ، مَنْ أَحَقُّ النَّاسِ بِحُسْنِ صَحَابَتِي؟ قَالَ أُمُّكَ، قَالَ ثُمَّ مَنْ؟ قَالَ أُمُّكَ، قَالَ ثُمَّ مَنْ؟ قَالَ أُمُّكَ، قَالَ ثُمَّ مَنْ، قَالَ أَبُوْكَ
Dari Abu Hurairah radhiyallaahu ‘anhu, beliau berkata, “Seseorang datang kepada Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam dan berkata, ‘Wahai Rasulullah, kepada siapakah aku harus berbakti pertama kali?’ Nabi shalallaahu ‘alaihi wasallam menjawab, ‘Ibumu!’ Dan orang tersebut kembali bertanya, ‘Kemudian siapa lagi?’ Nabi shalallaahu ‘alaihi wasallam menjawab, ‘Ibumu!’ Orang tersebut bertanya kembali, ‘Kemudian siapa lagi?’ Beliau menjawab, ‘Ibumu.’ Orang tersebut bertanya kembali, ‘Kemudian siapa lagi,’ Nabi shalallahu ‘alaihi wasallam menjawab, ‘Kemudian ayahmu.’” (HR. Bukhari no. 5971 dan Muslim no. 2548)
Imam Al-Qurthubi rahimahullah menjelaskan, “Hadits tersebut menunjukkan bahwa kecintaan dan kasih sayang terhadap seorang ibu, harus tiga kali lipat besarnya dibandingkan terhadap seorang ayah. Nabi shalallaahu ‘alaihi wasallam menyebutkan kata ibu sebanyak tiga kali, sementara kata ayah hanya satu kali. Bila hal itu sudah kita mengerti, realitas lain bisa menguatkan pengertian tersebut. Karena kesulitan dalam menghadapi masa hamil, kesulitan ketika melahirkan, dan kesulitan pada saat menyusui dan merawat anak, hanya dialami oleh seorang ibu. Ketiga bentuk kehormatan itu hanya dimiliki oleh seorang ibu, seorang ayah tidak memilikinya. (Lihat Tafsir Al-Qurthubi X : 239).
Namun apa yang terjadi jika di masa-masa penting peran seorang ibu, namun ia tidak memainkannya. Terutama di fase Hadhonah (menyusui) ia tidak mendapatkan pesusuan sampai sempurna atau di fase Hadhonah (Pengasuhan) ia tidak mendapatkan perhatian, kasih sayang, arahan dan keteladanan dari kedua orang tua terutama sang ibu. Apa dampak dari kelalaian seorang ibu pada anak ? bisakah posisi dan perannya digantikan oleh orang lain ? bagaimana jika keberadaan ibu di luar rumah lebih banyak dibandingkan di rumah ?
Ketika Nabi shalallaahu ‘alaihi wasallam menjawab pertanyaan pertanyaan itu tidak membayangkan bahwa akan ada dari kaum ibu di antara umatnya yang sanggup melepaskan peran keibuannya. Semua tugas keibuan diserahkan kepada pembantunya, terutama sang anak.. Dia sendiri sibuk dengan pekerjaan di pabrik atau mengajar karir yang tak kunjung berakhir, berkunjung kesana kemari, mengikuti acara ini dan itu, sementara anaknya diserahkan bulat-bulat kepada pemabntunya. Di tangan pembantu anak bisa diperlakukan sesuka hatinyya, apa saja, yang penting anak diam.
Bunda,,,,anak-anak sangat membutuhkan kasih sayangmu. Seperti mereka membutuhkan makan dan minum. Jika mereka tumbuh dalam keadaan kurang kasih sayang, mereka akan mencarinya ke tempat lain. Mungkin ia akan bertemu dengan penjaja nafsunya, pengedar narkoba atau teman-teman yangjahat. Ketika itu nama baik keluarga akan tercemar. Kemudian baru menyesal, namun sesal kemudian tidak berguna.
Sebagian wanita mungkin bertanya :”Bukankah pengasuh (baby sitter), pendidik atau pembantu dapat menggantikan posisi ibu yang harus keluar untuk bekerja di luar rumah ?” Jawaban untuk pertanyaan tersebut sederhana. Bahwa hubungan antara ibu dan anak adalah hubungan fisik dengan seluruh maknanya, karena anak adalah bagian darinya. Disamping itu, factor keibun akan mendorongnya untuk menghiasi dan menjaga anaknya. Factor lainnya adalah ibu merawat anaknya dengan dorongan cinta, bukan dorongan kewajiban, seperti yang dilakukan oleh pengasuh atau pembantu. Terdapat perbedaan besar antara cinta dan kewajiban. Seorang ibu akan menemukan kegembiraan dan kebahagiaan saat memandikan anaknya, karena ia ingin memperbaiki kondisinya. Sementara pengasuh dan pembantu akan merasakan lelah dan bosen dengan pekerjaan itu, bahkan muak ketika mengerjakan tugasnya. Sang bayi pun akan merasa muak dan bosen sebagaimana dia bisa merasakan ridha, cinta dan kasih sayang ketika melihat wajah ibunya, ketika ibunya memandikan dan menyusuinya.
Alexs Karl sangat paham betul tentang peran seorang ibu, ia pernah berkata; “Masyarakat modern telah melakukan kesalahan serius dengan menggantikan pendidikan dilingkungan keluarga dengan pendidikan di sekolah secara total. Oleh karenanya, ibui-ibu meniggalkan anak-anak mereka pada masa menyusui. (Laila Al-Iththar, hal. 62).
Oleh karena itu, hendaknya setiap wanita (ibu) untuk bertaqwa kepada Allah dan meniti jalan para salafush shalih dalam mendidik anak-anaknya. Sehingga pada akhirnya lahirlah dari rahim-rahim mereka orang-orang yang shalih. Untuk laki-laki posisikanlah wanita diposisi yang agung. Jagalah mereka dengan penjagaan yang baik, beruamalahlah dengannya dengan akhlak dan adab yang indah. Wallahu A’lam.
Baca juga