FAKTOR-FAKTOR PENGHALANG DALAM MENUNTUT ILMU

Loading

FAKTOR-FAKTOR PENGHALANG DALAM MENUNTUT ILMU

Oleh Abu Rufaydah

 

  1. Niat Yang Salah

Niat merupakan dasar dan rukun sebuah amalan. Apabila niat itu salah dan rusak, maka amalan yang dikerjakan akan ikut salah dan rusak sesuai kadar kesalahan dan kerusakan pada niatnya.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

إِنَّمَا اْلأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ، وَإِنَّمَا لِكُلِّ امْرِئٍ مَا نَوَى،

“Sesungguhnya segala amalan itu tidak lain tergantung pada niat; dan sesungguhnya tiap-tiap orang tidak lain (akan memperoleh balasan dari) apa yang diniatkannya. (HR. Bukhari no. 54 dan Muslim no. 1907.)

Apabila niat telah tercampuri dengan tujuan dalam segala bentuknya, seperti ingin tampil, ingin terkenal, atau ingin menguasai majlis, maka hal ini akan menjadi penghalang bagi orang yang memiliki niat itu dalam menuntut ilmu.

Sufyan Ats-Tsauri rahimahullah berkata,

مَا عَالَجْتُ شَيْئًا أَشَدَّ عَلَيَّ مِنْ نِيَّتِي ، إِنَّهَا تَقَلَّبُ عَلَيَّ

“ Tidaklah aku berusaha untuk mengobati sesuatu yang lebih berat  daripada meluruskan niatku, karena niat itu senantiasa berbolak balik”. (Jami’ Al-‘ulum wal Hikam, hal. 18)

  1. Ingin Terkenal dan Cari Popularitas.

Imam Asy-Syathibi rahimahullah berkata,

آخر الأشياء نزولا من قلوب الصالحين : حب السلطة والتصدر!

“Hal yang paling terakhir luntur dari hatinya orang-orang shalih: cinta kekuasaan dan cinta eksistensi (popularitas)” (Al-I’tisham Asy-Syathib)

Apabila niat seorang penuntut ilmu ingin agar namanya terkenal, ingin selalu disebut-sebut, dan ingin selalu dihormati di mana saja ia berada dan berjalan, dan tidak ada yang ia inginkan kecuali hal itu, maka ia telah menampakkan pada posisi yang sangat berbahaya. Ingatlah dengan tiga orang yang beramal kebaikkan namun berujung kesengsaraan karena salah dalam niat.

Syu’bah menukil perkataan Ayyub asy-Syikhtiyani dalam biografinya.

َذٌكِرْتُ وَلاَ أُحِبُّ أَنْ أُذْكَر

Aku disebut-sebut atau dipuji padahal aku tidak suka disebut-sebut.

Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

مَنْ سَمَّعَ سَمَّعَ اللهُ بِهِ، وَمَنْ يُرَائِي يُرَائِي اللهُ بِهِ.

“Barangsiapa memperdengarkan (menyiarkan) amalnya, maka Allah akan menyiarkan aibnya. Dan barangsiapa beramal karena riya’, maka Allah akan membuka niatnya (di hadapan manusia pada hari Kiamat)

  1. Lalai Menghadiri Majlis Ilmu.

Ulama dahulu menjelaskan,

ﺍﻟْﻌِﻠْﻢُ ﻳُﺆْﺗَﻰ ﻭَ ﻻَ ﻳَﺄْﺗِﻲ

“Ilmu (agama) itu didatangi bukan ilmu yang mendatangi”

            Tapi saat ini, kita bisa katakana, “Ilmu itu datang sendiri, bukan kita yang mendatangi, kecuali pada beberapa hal saja.

  1. Beralasan dengan banyaknya kesibukkan.

Alasan ini dijadikan oleh setan sebagai penghalang dalam menuntut ilmu. Berapa banyak saudara kita yang telah dinasehati dan dimotivasi untuk menuntut ilmu syar’I, tetapi setan menggoda dan membujuknya. Orang yang menyia-nyiakan kesempatan menuntut ilmu, maka kesibukkannya membuat ia tidak dapat menghadiri majlis ilmu. Ia menjadikannya sebagai alasa yang sengaja dibuat-buat, sehingga ketidak hadirannya di majlis ilmu memiliki alas an yang jelas.

  1. Menyia-nyiakan Kesemparan Belajar di Waktu Kecil.

Seseorang akan iri apabila melihat orang-orang yang lebih muda darinya lebih bersemangat dan lebih awal mendatangi majlis ilmu. Ia akan merasa iri pada saat melihat anak-anak kecil dan para pemuda telah hafal al-Qur’an. Ia menyesali masa mudanya yang telah dimanfaatkan sebaik mungkin untuk menghafal dan menuntut ilmu. Akibatnya ketika keinginan menghafal dan menuntut ilmu di masa tuanya, banyak kesibukkan dan banyak tamu yang mengunjunginya siang dan malam hari.

الْعِلْمُ فِي الصِّغَرِ كَالنَّقْشِ فِي الْحَجَرِ

Belajar di waktu kecil bagai mengukir di atas air.  (HR. al-Baehaqi).

Umar bin al-Khottob radhiyallaahu ‘anhu berkata :

تَفَقَّهُوا قَبْلَ أَنْ تُسَوَّدُوا

“Belajarlah ilmu sebelum menjadi pemimpin” (riwayat Ibnu Abi Syaibah)

Imam al-Bukhari rahimahullah  berkata (menambahkan perkataan Umar)

وَ بَعْدَ أَنْ تُسَوَّدُوْا وَقَدْ تَعَلَّمَ أَصْحَابُ النَّبٍيِ فِي كِبَرِ سِنِّهِمْ

            Tuntutlah ilmu walaupim kalian telah menjadi seorang pemimpin/tua, karena para sahabat Nabi belajar pada saat mereka sudah tua.

Ketika ditanyakan kepada Imam Ahmad, “Sampai kapankah seseorang menuntut ilmu?” Beliau pun menjawab, “Sampai meninggal dunia (mati).”

Oleh karena itu sebelum kita disibukkan oleh orang lain, direpotkan dengan berbagai urusan dan menyesal seperti orang yang telah mengalaminya, maka manfaatkan masa mda untuk menuntut ilmu.

  1. Enggan Mencari Ilmu.

Di antara penyebab enggan mencari ilmu adalah adanya alasan-alasan untuk mengikuti informasi terkini dan mengikuti peristiwa yang terjadi. Orang yang enggan mencari ilmu dan menghafalnya, namun menyibukkan diri dengan mengikuti berita koran, majalah, TV, Radioa, internet, dan mencurahkan waktu dan tenaganya untuk hal yang demikian, kemudian berupaya mengatasi masalah dengan pandangannya yang kerdil tanpa merujuk kepada para ulama, makai a akan merugi dan akan mengetahui kerugiannya di masa yang akan dating. Sehingga masalah-masalah yang sederhana dan prinsipil dalam agama kita ia tidak tahu.

Seorang penyair mengatakan,

اَلشَّرْعُ مِيْزَانُ اْلأُمُورِ كُلِّهَا وَشَاهِدٌ لِفَرْعِهَا وَأَصْلِهَا

Syari’at adalah timbangan semua permasalahan,

dan saksi atas cabang masalah dan pokoknya.

  1. Menilai Baik Diri Sendiri

Allah ta’ala berfirman,

فَلَا تُزَكُّوا أَنْفُسَكُمْ هُوَ أَعْلَمُ بِمَنِ اتَّقَى

“Maka janganlah kamu mengatakan dirimu suci. Diaah yang paling mengetahui tentang orang yang bertakwa” (QS. An Najm:32)

Syaikh Abdurrahman As-Si’di menerangkan bahwa terlarangnya orang-orang beriman untuk mengabarkan kepada orang-orang akan dirinya yang merasa suci dengan bentuk suka memuji-memuji dirinya sendiri. (Taisir Karimir Rahman).

Yang dimaksud adalah seorang merasa senang memuji dirinya sendiri, dan dia pun memberikan julukan-julukan yang dia sukai pada diri sendiri. Dia juga senang mendengar orang lain memujinya. Apabila anda ingin mengetahui bahaya dari senang dipuji orang perhatikanlah ketaatan anda yang mulai menuurun, lalu perhatikanlah orang yang menuji anda. Sungguh, seandainya ia mengetahui apa yang tidak terlihat olehnya tentang diri dan berbuatan anda, yang itu tidak diridhai Allah Ta’ala, apakah ia akan tetap terpuji ?

Pelajaran yang dapat dipetik di sini, hendaknya kita berhati-hati terhadap sikap menganggap baik diri sendiri. Hendaknya kita berhati-hati dari perbuatan mencantumkan gelar pada nama dengan gelar yang tidak kita miliki. Sebab, barang siapa tergesa-gesa untuk mendapatkan sesuatu sebelum waktunya, makai a justru tidak akan mendapatkannya.

  1. Tidak Mengamalkan Ilmu.

Tidak mengamalkan ilmu merupakan salah satu penyebab hilangnya keberkahan ilmu. Orang yang memilikinya akan dimintai pertanggungjawaban atas ilmunya. Allah Ta’ala benar-benar mencela orang yang melakukan hal ini dalam firman-Nya.

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لِمَ تَقُولُونَ مَا لَا تَفْعَلُونَ كَبُرَ مَقْتًا عِنْدَ اللَّهِ أَنْ تَقُولُوا مَا لَا تَفْعَلُونَ

“Wahai orang-orang yang beriman! Mengapa kamu mengatakan sesuatu yang tidak kamu kerjakan. Hal (itu) sangatlah dibenci di sisi Allah jika kamu mengatakan apa-apa yang tidak kamu kerjakan.” [Ash-Shaff: 3]

‘Ali bin Abi Thalib (wafat th. 40 H) radhiyallaahu ‘anhu mengatakan, “Ilmu itu memanggil amal. Jika ia memenuhi panggilan tersebut (maka itu baik), dan jika tidak ia akan pergi.

Imam adz-Dzahabi rahimahullaah menggambarkan kondisi di zamannya dalam perkataannya, “Hari ini, tidak tersisa dari ilmu-ilmu yang sedikit ini kecuali sangat sedikit dan ada pada orang tertentu saja. Begitu sedikitnya orang yang mengamalkan di antara mereka yang berilmu sedikit itu. Cukuplah Allah bagi kami dan Dia-lah sebaik-baik penolong.”

  1. Putus Asa dan Rendah Diri

Wahai para penuntut ilmu! Kita, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah, Ibnu Hajar al-‘Asqalani (wafat th. 852 H), dan ulama-ulama lainnya sama-sama disebutkan dalam firman Allah,

وَاللَّهُ أَخْرَجَكُمْ مِنْ بُطُونِ أُمَّهَاتِكُمْ لَا تَعْلَمُونَ شَيْئًا وَجَعَلَ لَكُمُ السَّمْعَ وَالْأَبْصَارَ وَالْأَفْئِدَةَ ۙ لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ

“Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatu pun, dan Dia memberimu pendengaran, penglihatan dan hati nurani, agar kamu bersyukur.” [An-Nahl: 78]

Kita semua adalah orang yang disebutkan dalam ayat di atas. Ayat ini menyatakan bahwa semua manusia itu sama.

Putus asa dan tidak percaya diri merupakan salah satu sebab tidak diperolehnya ilmu. Jangan merasa rendah diri dengan lemahnya kemampuan menghafal, lemah dalam pemahaman, lambat dalam membaca, atau cepat lupa… Semua penyakit ini akan hilang jika kita meluruskan niat dan mencurahkan usaha.

Imam al-Bukhari (wafat th. 256 H) rahimahullaah pernah ditanya, “Apakah obat lupa itu?” Beliau menjawab, “Senantiasa melihat ke kitab.” (yaitu selalu membaca dan mengulangnya).

Selain itu, menjauhi maksiyat adalah sebab paling utama dalam membantu menguatkan hafalan. Jadi kita tidak boleh putus asa dan rendah diri, namun kita harus bersungguh-sungguh dan memohon pertolongan kepada Allah Ta’ala.

  1. Terbiasa Menunda-Nunda

Seorang ulama Salaf berkata, “Menunda-nunda adalah termasuk tentara iblis.”

Sebagian penuntut ilmu terbiasa menunda-nunda belajarnya dalam waktu lama. Mereka mengatakan, “Saya akan menghafalkan kitab si fulan pada hari anu. Saya akan membaca kitab si fulan setelah melakukan ini dan itu.”

Yusuf bin Asbath (wafat th. 195 H) rahimahullaah mengatakan, “Muhammad bin Samurah as-Sa-ih menulis surat kepadaku sebagai berikut, ‘Wahai saudaraku, janganlah sifat menunda-nunda menguasai jiwamu dan tertanam dalam hatimu karena ia membuat lesu dan merusak hati. Ia memendekkan umur kita, sedangkan ajal segera tiba… .Bangkitlah dari tidurmu dan sadarlah dari kelalaianmu! Ingatlah apa yang telah engkau kerjakan, engkau sepelekan, engkau sia-siakan, engkau hasilkan, dan apa yang engkau lakukan. Sungguh, semua itu akan dicatat dan dihisab sehingga seolah-olah engkau terkejut dengannya dan engkau sadar dengan apa yang telah engkau lakukan, atau menyesali apa yang telah engkau sia-siakan.”

Setiap orang yang ingin mendapatkan ilmu dan ingin berkepribadian sebagaimana orang yang berilmu, hendaklah tidak menyia-nyiakan waktunya sedikit pun. Sesungguhnya jika seseorang mau membaca sejarah tentang kesungguhan ulama Salaf dalam memanfaatkan waktunya ia akan merasa takjub sekaligus heran.

 

disadur dari kitab Ma’alim Fithoriq Tholibil Ilm karya Syaikh Dr. Abdul Aziz bin Muhammad bin Abdullah As-Sadhan dengan beberapa tambahan

Leave a Comment