MENJADI AYAH TELADAN

Loading

MENJADI AYAH TELADAN
Oleh Abu Rufaydah

Sabtu-Ahad, 4-5 Juni 2022 menjadi salah satu momen penting bagi Keluarga Kuttab Imam asy-Syafií. Kegiatan Kemping Para Ayah yang dinanti lebih dari 4 tahun itu atas izin Allah terselenggara dengan lancar. Kegiatan Kemping Ayah diselenggarakan tiap tahun di semester genap. Alhamdulillah antusia para ayah untuk hadir dikegiatan perdana ini cukup mengagumkan. Bagaimana tidak lokasi kegiatan di Ma’had Abdullah bin Abbas Cugeunang terbilang sukar ditempuh, selain akses menuju lokasi yang menanjak sore itu Allah berikan nikmat hujan yang sangat deras sehingga tenda yang sudah terpasang tidak bisa digunakan, wal hasil masjid pun menjadi solusi para ayah untuk istirahat.

Saya diminta untuk mengisi materi tentang ayah teladan oleh panitia. Tema ini tema harapan setiap ayah, namun bagi saya tema ini sulit untuk disampaikan karena saya pun belum bisa menjadi ayah teladan. Namun saya memohon pertolongan kepada Allah supaya dimudahkan dalam menyampaikan dan diberikan bimbingan agar menjadi ayah teladan.

Materi yang dilaksanakan dari ba’da maghrib sampai menjelang waktu shalat isya itu serasa singkat. Karena itu Saya rangkum tiga poin penting untuk menjadi sosok ayah teladan, diantaranya teladan dalam ibadah, mencari maisyah dan muamalah. Seorang ayah wajib menjadi teladan untuk keluarganya, karena dipundanyalah tanggungjawab keluarga yang dia emban dunia dan akhirat. Mari kita kaji bersama satu-persatu dari tiga pon di atas :

  1. Teladan dalam Beribadah.

Teladan beribadah mengharuskan seorang ayah harus terus belajar terutama ilmu agama. Bagaimana ia akan menjadi sosok ayah teladan jika tata cara shalat saja tidak bisa. Karena itulah Wali Santri Kuttab Imam asy-Syafií difasilitasi untuk bisa ikut kajian pekanan di Kuttab. Agar tujuan dari pendidikan itu tercapai dengan keteladanan dari sosok ayah yang shalih dan berilmu. Keshalihan inilah yang menjadigaransi terjaganya anak dan keturunan..
Allah berfirman :

وَأَمَّا الْجِدَارُ فَكَانَ لِغُلامَيْنِ يَتِيمَيْنِ فِي الْمَدِينَةِ وَكَانَ تَحْتَهُ كَنْزٌ لَهُمَا وَكَانَ أَبُوهُمَا صَالِحًا فَأَرَادَ رَبُّكَ أَنْ يَبْلُغَا أَشُدَّهُمَا وَيَسْتَخْرِجَا كَنْزَهُمَا رَحْمَةً مِنْ رَبِّكَ

“Adapun dinding rumah adalah kepunyaan dua orang anak yatim di kota itu, dan di bawahnya ada harta benda simpanan bagi mereka berdua, sedang Ayahnya adalah seorang yang saleh, Maka Tuhanmu menghendaki agar supaya mereka sampai kepada kedewasaannya dan mengeluarkan simpanannya itu, sebagai rahmat dari Tuhanmu” (QS Al-Kahfi : 82)
Al-Haafiz Ibnu Katsir rahimahullah berkata :

وقد قيل إنه كان الاب السابع وقيل العاشر. وعلى كل تقدير فيه دلالة على أن الرجل الصالح يحفظ في ذريته

“Dikatakan bahwa ayah (yang tersebutkan dalam ayat di atas-pen) adalah ayah/kakek ketujuh, dan dikatakan kakek yang kesepuluh. Dan apapun pendapatnya (kakek ke 7 atau ke 10-pen) maka ayat ini merupakan dalil bahwasanya seseorang yang sholeh akan dijaga keturunannya” (Al-Bidaayah wa An-Nihaayah 1/348)

Lihatlah bagaimana Allah menjaga keturunannya sampai keturunan yang ketujuh karena keshalehan orang tua. Para Ayah yang dirahmati Allah, pahamilah bahwa inti dari pendidikan anak adalah keteladanan. Keteladanan dalam beagama dan ibadah menjadi syarat mutlak agar mendapatkan keturunan yang shalih dan shalihah.
Sa’iid bin Jubair Rahimahullah dalam riwayat lain Said bin Musayyib berkata :

إِنِّي لَأَزِيْدُ فِي صَلاَتِي مِنْ أَجْلِ ابْنِي هَذَا

“Sungguh aku menambah sholatku karena putraku ini” Berkata Hiysaam, “Yaitu karena berharap agar Allah menjaga putranya” (Tahdziibul Kamaal 10/366 dan Hilyatul Awliyaa’ 4/279).

Menjaga keshalihan anak keturunan yaitu dengan ibadah, dengan menshalihkan sosok ayah sebelum anaknya.

2. Teladan dalam Mencari Maisyah.
Seorang suami memiliki kelebihan di dalam rumah tangga karena ia diwajibkan memberikan nafkah kepada istri dan anak-anaknya.Karena itulah seorang ayah harus giat dalam mencari nafkah karena ia harus menanggung nafkah kaluarganya. Harga diri seorang suami dengan bekerja dan berusaha, namun tidak boleh dengan alasan itu ia menghalalkan segala cara untuk mendapatkan harta.

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Sesungguhnya Allah Ta’ala itu baik (thayyib), tidak menerima kecuali yang baik (thayyib). Dan sesungguhnya Allah memerintahkan kepada kaum mukminin seperti apa yang diperintahkan kepada para Rasul. Allah Ta’ala berfirman, ‘Wahai para rasul, makanlah dari makanan yang baik-baik, dan kerjakanlah amal shalih.’ (QS. Al-Mu’minun: 51). Dan Allah Ta’ala berfirman, ‘Wahai orang-orang yang beriman! Makanlah dari rezeki yang baik yang Kami berikan kepadamu.’ (QS. Al-Baqarah: 172). Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menyebutkan seseorang yang lama bepergian; rambutnya kusut, berdebu, dan menengadahkan kedua tangannya ke langit, lantas berkata, ‘Wahai Rabbku, wahai Rabbku.’ Padahal makanannya haram, minumannya haram, pakaiannya haram, dan ia dikenyangkan dari yang haram, bagaimana mungkin doanya bisa terkabul.” (HR. Muslim) [HR. Muslim, no. 1015]

Dari ayat dan hadist di atas Allah dan Nabi-Nya memerintahkan kepada kita agar makan makanan yang halal dan dihasilan dari yang halal agar memudahkan kita untuk beramal. Sebaliknya mengkonsumsi harta haram akan menyulitkan pelakunya dari beribadah kepada Allah sekalipun ia berdoa di waktu dan tempat yang mustajab. Karena itulah para ayah agar memastikan bahwa nafkah yang diberikan kepada keluarga dihasilkan dari yang halal. Sehingga memudahkan kita untuk beribadah dan beramal shalah.

3. Teladan dalam Bermuamalah.
Adakah sosok ayah yang kesibukkannya melebihi Nabi ? Ia adalah ayah terbaik untuk anak-anaknya, suami teladan untuk istri-istrinya, dan sosok mengagumkan untuk para sahabatnya. Di balik kesuksesan Nabi tersimpan akhlak yang mulia dalam bermuamalah dengan siapapun.

Seorang Ayah harus menjadi teladan untuk keluarganya dalam bermuamalah. Bagaimana ia berinteraksi dengan istrinya di hadapan anak-anaknya ? Bagiamana ia mengajari anak-anaknya bermuamalah dengan cara yang baik di tengah kesibukkannya untuk mencari nafkah. Ada tiga momen bermuamalah seorang ayah yang jangan dilewatkan bersama keluarganya, diantaranya :
Pertama momen ketika sedang makan, momen ini sangat mahal dan berharga. Momen yang bisa dimanfaatkan untuk diskusi, tegus sapa, dan berdialog. Lihatlah perhatian Nabi kepada Umar bin Abi Salamah ketika sedang makan bersamanya. Banyak butiran faidah yang dapat kita ambil darinya.
Kedua momen ketika dalam perjalanan. Antar jemput anak ke kuttab bisa digunakan untuk mengajari anak dan memberikan teladan dalam bermuamalah. Sebagaimana yang Nabi lakukan kepada Abdullah bin Abbas.
Ketiga momen ketika anak sedang sakit. Memberikan keteladanan kepada anak saat sakit agar bersabar, memohon kesembuhan kepada Allah dan pelajaran penting lainnya sangat bagus untuk dimanfaatkan.

Adapun tujuan dari deselenggarakan kemping ayah yaitu :

  1. Mengenalkan program dan sistem kuttab.
  2. Perkenalan para ayah untuk memudahkan kordinasi dan komunikasi.
  3. Tadabbur alam dan menuntut ilmu.
  4. Membentuk komite wali santri.
  5. Menyadarkan kembali tugas seorang ayah.
  6. Belajar bersama untuk perkembangan anak.
  7. Saling melengkapi kekurangan.

Kesimpulan dari pembahasan di atas yaitu seorang ayah teladan adalah yang berusaha memperbaiki diri sendiri sebagai modal memperbaiki istri dan anak-anaknya. Semoga Allah memberika kepada kita kemudahan dalam urusan dunia dan akhirat kita. Aamiin.

Seilahkan baca juga KEMPING DAN PENGARUHNYA PADA ANAK

Cianjur, 5 Juni 2022

Leave a Comment