Dalam kitab Asaalib Tarbiyah an-Nasyiah Inda Shahabah, Syaikh Shalih ibn Huwaidi Alu Husain menyebutkan beberapa asas-asas pendidikan. Syaikh mengatakan bahwa pendidkan bertugas mengembangkan manusia dengan segala jangkauan. Pendidikan bertumpu pada serangkaian asa. Lantas asa apa yang menjadi tumpuan pembangunan manusia yang dipilih sebagai Khalifah Allah di muka bumi dan dilebihkan di atas seluruh makhluk-Nya ? Pendidikan bertumpu di atas asas-asas saling terkait agar membuahkan hasil yang baik dalam merealisasikan misi manusia dalam kerajaan-kerajaan Allah.
- Asas Agama.
Salah satu watak yang Allah tanamkan dalam diri manusia adalah ia pasti mempercayai sesuatu dan menganutnya, karena setiap masyarakat pasti menganut sesuatu di mana mereka tunduk padanya, baik masyarakat primitive maupun berperadaban.
Lantas bagaimana kiranya jika keyakinan tersebut adalah akidah tauhid murni yang disampaikan Nbi. Manusia diciptakan di atas asas tauhid. Berapa banyaknya kita menyaksikan, mendengar dan membaca tentang orang-orang yang tersesat dari kebenaran, namun ketika kesadaran rohani muncul, mereka kembali kepada Allah.
Untuk itu, menjadikan metode agama sebagai asas pendidikan tidak lain merupakan perpanjangan tangan fitrah nan lurus. Asas pendidkan adalah medan luas penelitian dan pemikiran, bukan sekedar materi penelitian tersendiri. Asas pendidikan harus merasuk ke dalam setiap ilmu dan pengetahuan. Ketika harus memiliki dokter yang mendalami agama, arsitek yang taat agama, ekonom yang islami, juga para tokoh pemerintah dan para pemimpin di dunia Islam. untuk para da’I, penceramah, pembimbing, hakim dan guru, maka asas pembentukan mereka ini adalah pendidikan agama yang benar, baik dalam bentuk tutur kata, tindakan, ataupun metode yang mereka terapkan dalam menunaikan misi masing-masing.
Maka kewajiban guru yang memperkenalkan Allah dengan nama dan sifat-Nya yang Maha Indah dan Maha Tinggi bukan menjadi tanggung jawab guru agama saja. Namun semua guru memiliki visi yang sama yaitu mengenalkan murid kepada sang penciptanya. Ketika guru Biologi mengajarkan tentang tumbuh-tumbuhan, organ tubuh, dan yang lainnya, maka hendak hal pertama yang ia menganalkan kepada muridnya adalah Al-Khalik Yang Maha Menciptakan. Sehingga ketika mereka mempelajarinya, ia semakin yakin akan kebesaran Rabbnya. Buka para penemu teori ataupun para peneliti yang di idolakan dan dikagumi. Begitu pun juga ketika guru Fisika mengajarkan tentang alam semesta, kenalkanlah Allah dengan Rububiyahnya sehingga ia semakin mengimani dan tunduk, patuh dan beribadah hanya kepada-Nya.
- Asas Sosial.
Islam datang kemudian memberantas segala bentuk resialisme dan menjadikan semua manusia sama. Islam tidak membedakan satu pun di antara mereka selain berdasarkan takwa.
Allah berfirman:
Sesungguhnya yang paling mulia di antara kalian di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa. (QS. Al-Hujurat: 13).
Berdasarkan titik tolak ini, belajar dan mendapatkan pelajaran merupakan hak asasi setiap manusia seperti halnya air dan udara. Mereka semua bersekutu di dalamnya.
Untuk itulah, sekolah harus menjadi gambaran masyarakat yang mempersiapkan putra putrinya guna menghadapi masa depan, dengan tenaga pendidik dari kalangan generasi yang menerapkan akidah masyarakat, kebiasaan-kebiasaan baik dan tradisi-tradisi lurus.
Asa social mengharuskan pendidikan memiliki visi ke depan yang lebih baik, berciri semangat luhur yang menata masyarakat insane secara menyeluruh. (Syaikh al-Albani dalam Madkhal ilat Tarbiyah fi Dhauil Islam¸ hal. 34).
- Asas Politik.
Setiap masyarakat yang mempercayai konsep-konsep tertentu akan berusaha mendidik putra-putrinya sesuai konsep-konsep itu sehingga pendidikan masyarakat memiliki corak politik Negara. Sebagai contoh, ketika Negara berorientasi pada kesewenang-wenangan, kita tentu menyaksikan orientasi pendidikan di Negara tersebut cenderung mengultuskan figure dan penguasa. Lain halnya ketika keadailan menjadi orientasi suatu Negara, maka pendidikan di Negara ini berjalan dalam lingkup kebijakan yang adil. Seperti itulah pendidikan yang mendominasi kebijakan-kebijakannya. Dengan demikian, para tenaga pendidik harus mengetahui situasi umat, tatanan pemerintahan, dan hubungan pemerintah tersebut dengan Negara-negara lain, khususnya terhadap negra-negra terdekat atau yang berambisi terhadap Negara tersebut.
Kebijakan Negara sering kali tidak berpihak pada pendidikan seperti yang kita lihat dalam sejumlah orietasi individual ataupun kesewenang-wenangan. Berbeda dengan pendidikan kita –pendidikan islam- yang berdiri di atas asas kebijakan persamaan di antara seluruh manusia dalam seluruh hak dan kewajiban. (Fii Usul at Tarbiyah wa Taarikhuha, hal. 30).
- Asas Wawasan
Asas pendidikan bertumpu pada masyarakat dan wawasan, karena proses pengembangan social yang dibina pendidikan hanya akan mencetak generasi melalui pendidikan bahasa, pemikiran dan tradisi-tradisi kelompok yang diajarkan.
Untuk itu dapat kami katakana bahwa wawasan merupakan wadah yang menjadi tumpuan beragam asas pendidikan. pendidikann memungkinkan para remaja untuk memikul dan mentrasformasikan wawasan yang mereka dapatkan di sela lembaga-lembaga social tempat mereka berada sejak lahir.
Asas social inilah yang sering kali mencetak pola pikir dan konsep individu yang berada di balik pendidikan, agar proses pendidikan menjadi proses social yang sempurna sehingga berubah menjadi pengetahuan social yang diraih melalui serangkaian pengalaman. Hal ini tentu saja mengharuskan para tenaga pendidik untuk mempelajari wawasan masyarakat di mana mereka berada.
- Asas Kejiwaan.
Siapa pun yang berkecimpung di dunia pendidikan dan pengajaran, seperti guru, tenaga pendidik atau siapa pun, maka tidak akan mencapai kesuksesan dalam pendidikan tanpa mempelajari ilmu kejiwaan, di mana melalui bidang ilmu ini, mereka dapat mencapai cara paling sukses yang bisa diterapkan dalam pengajaran. Ketika tenaga pendidik memahami perilaku anak, tentu tidak akan merasa aneh ketika anak melakukan perilaku menyimpang, ia akan berusaha untuk mengetahui apa saja sebab-sebab kejiwaan yang memicu si anak melakukan tindakan seperti itu, selanjutnya menggunakan pengalaman untuk mengubah perilaku tersebut, memberinya serangkaian informasi sesuai kebutuhan anak dengan membekali hidangan rohani yang sesuai dengan tingat kemampuan akan si anak, menggunakan cara dan standar terbaik untuk menilai para anak didik. (Syaikh al-Albani dalam Madkhal ilat Tarbiyah fi Dhauil Islam¸ hal. 41).
Hal ini terlihat dari cara Nabi dalam memahami karakter setiap sahabat. Bahkan Nabi mampu memaksimalkan kemampuan mereka yang berbeda-beda menuju kejayaan umat islam. Nabi sangat memahami karakter setiap sahabatnya. Sehingga pebedaan karakter dan kejiwaan itu tidak berdampak negetif pada proses pembelajaran para sahabat di bangu kenabian dan di madrasah kerasulannya. Justru para sahabat menjadi para alumni terbaik umat ini.
Disusun oleh Abu Rufaydah Endang Hermwan Unib.
Related Post
This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.
Leave a comment
You must be logged in to post a comment.