TAFSIR SURAT AN-NASHR
Oleh Ust Abu Rufaydah
Surat An-Nasr secara tartib surat teletak setelah TAFSIR SURAT AL-KAFIRUN dan TAFSIR SURAT AL KAUTSAR. Dalam Surat al-Kautsar membahas tentang hakikat tauhid, ibadah dan kesengsaraan bagi pembenci Nabi, lalu setelahnya membahas surat al-Kafirun yang membahas tentang hakikat kesyirikan yang dilakukan oleh orang Kafir Quraisy. Di mana pengusung dakwah tauhid akan senantiasa dimusuhi oleh pelaku kesyirikan.
Adapun Surat an-Nashr membahas akhir dakwah Nabi yaitu kemenangan dan berbondong-bondongnya manusia masuk ke dalam agama islam, sebagai bukti pertolongan Allah kepada Nabi-Nya.
Allah berfirman :
إِذَا جَاءَ نَصْرُ اللَّهِ وَالْفَتْحُ، وَرَأَيْتَ النَّاسَ يَدْخُلُونَ فِي دِينِ اللَّهِ أَفْوَاجًا، فَسَبِّحْ بِحَمْدِ رَبِّكَ وَاسْتَغْفِرْهُ ۚ إِنَّهُ كَانَ تَوَّابًا
- Apabila telah datang pertolongan Allah dan kemenangan.
- Dan kamu lihat manusia masuk agama Allah dengan berbondong-bondong.
- Maka bertasbihlah dengan memuji Rabbmu dan mohonlah ampun kepada-Nya.
Sesungguhnya Dia adalah Maha Menerima taubat. [an-Nasr/110 : 1-3]
NAMA SURAT
- Nama surat ini secara tauqifi dinamakan dengan surat an-Nashr.
- Secara Ijtihad Ulama dinamakan juga dengan surat إِذَا جَاءَ نَصْرُ اللَّهِ وَالْفَتْحُ sebagaimana hadits dari Aisyah yang diriwayatkan oleh Imam al-Bukhari, karena itu al-Bukhari memberi judul surat ini dengan nama tersebut. demikian juga al-Jashosh dalam Ahkamul Qur’an, dan al-Alusy dalam Ruhul Ma’any.
- Dinamakan juga dengan surat at-Taudi’ oleh Imam al-Qurthubi, Imam asy-Syaukany dan Fairuz Abadi.
- Disebut juga dengan surat al-Fath oleh Imam at-Tirmizi dalam Sunan-
KEUTAMAAN SURAT AN-NASHR
Anas bin Malik menceritakan bahwa Nabi bertanya kepada seroang laki-laki dan menanyakan apakah ia telah menikah atau belum, lalu Nabi mengabarkan bahwa surat An-Nashr sama dengan sepempat al-Quran. (HR. At-Tirmizi)
Aisyah radhiallahu anha menceritakan bahwa Nabi banyak mengucapkan Subhanallah wabihamdihi astaghfirullah watubu ilaih setelah turunnya surat an-Nashr. (HR. Muslim no. 749)
MAKIYYAH ATAU MADANIYAH ?
Surat an-Nash termasuk surat Madaniyah dengan kesepakatan para ulama. Namun para ulama berbeda pendapat apakah termasuk surat yang terakhir turun atau bukan. Abdullah bin Abbas berpendapat bahwa surat an-Nashr adalah surat yang terakhir turun, yaitu surat ke 114 yang turun setelah surat Bara’ah (at-taubah).
عَنْ عُبَيْدِ اللَّهِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُتْبَةَ قَالَ قَالَ لِي ابْنُ عَبَّاسٍ تَعْلَمُ ( وفي لفظ: تَدْرِي ) آخِرَ سُورَةٍ نَزَلَتْ مِنْ الْقُرْآنِ نَزَلَتْ جَمِيعًا قُلْتُ : نَعَمْ . إِذَا جَاءَ نَصْرُ اللَّهِ وَالْفَتْحُ قَالَ صَدَقْتَ
Dari ‘Ubaidillah bin ‘Abdillah bin ‘Utbah, ia berkata : Ibnu ‘Abbas Radhiyallahu ‘anhuma bertanya kepadaku: “Engkau tahu surat terakhir dari al Qur`an yang turun secara keseluruhan?” Ia menjawab: “Ya, idza ja`a nashrullahi wal fath”. Beliau menjawab: “Engkau benar”. (HR Muslim, Kitabut-Tafsir no. 3024)
ASBABUN NUZUL
Al-Imam as-Suyuty rahimahullah dalam Kitabnya Lubabun Nuqul bahwa Abdurrazzaq meriwayatkan dari Ma’mar dari az-Zuhri; Ketika Nabi Masuk Kota Makkah pada Fathum Makkah mengutus Khalid bin Walid agar membunuh para tokoh Quraisy, lalu turunlah surat an-Nashr.
Ibnu Rajab rahimahullah menyimpulkan bahwa surat ini turun sebelum Fathu Makkah. Karena firman Allah إِذَا جَاءَ نَصْرُ اللَّهِ وَالْفَتْحُMenunjukkan dengan sangat jelas kalau penaklukan kota Mekkah belum terjadi. (Tafsir Suratin-Nashr, hlm. 41.)
JUMLAH AYAT
Surat an-Nashr terdiri dari tiga ayat, dan tidak ada perselisihan di antara para Ulama. (Bashoir tawi Tamyiiz, 1/550).
TAFSIR SURAT AN-NASHR
Allah berfirman :
إِذَا جَاءَ نَصْرُ اللَّهِ وَالْفَتْحُ
Apabila telah datang pertolongan Allah dan kemenangan
Kata nashr, artinya al ‘aun (pertolongan). (Al Jami li Ahkamil-Qur`an (20/211).
Yang dimaksud dengan nashrullah dalam ayat ini, menurut Ibnu Rajab rahimahullah ialah pertolongan-Nya bagi Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam saat berhadapan dengan musuh-musuhnya, sehingga berhasil beliau menundukkan bangsa ‘Arab semuanya dan berkuasa atas mereka, termasuk atas suku Quraisy, Hawazin dan suku-suku lainnya). (Tafsir Suratin-Nashr, hlm. 42)
Syaikh ‘Abdur-Rahman as-Sa’di rahimahullah berkata,”Dalam surat ini terdapat bisyarah dan perintah kepada Rasul-Nya pada saat kemunculannya. Kabar gembira ini berupa pertolongan Allah bagi Rasul-Nya dan peristiwa penaklukan kota Mekkah dan masuknya orang-orang ke agama Allah lSubhanahu wa Ta’ala dengan berbondong-bondong. (Taisirul-Karimir-Rahman, hlm. 1023(
Allah berfirman :
وَرَأَيْتَ النَّاسَ يَدْخُلُونَ فِي دِينِ اللَّهِ أَفْوَاجًا
Dan kamu lihat manusia masuk agama Allah dengan berbondong-bondong
Disebutkan dalam Shahihul-Bukhari, dari ‘Amr bin Salimah, ia berkata:
وَكَانَتْ الْعَرَبُ تَلَوَّمُ بِإِسْلَامِهِمْ الْفَتْحَ فَيَقُولُونَ اتْرُكُوهُ وَقَوْمَهُ فَإِنَّهُ إِنْ ظَهَرَ عَلَيْهِمْ فَهُوَ نَبِيٌّ صَادِقٌ فَلَمَّا كَانَتْ وَقْعَةُ أَهْلِ الْفَتْحِ بَادَرَ كُلُّ قَوْمٍ بِإِسْلَامِهِمْ وَبَدَرَ أَبِي قَوْمِي بِإِسْلَامِهِمْ
(Dahulu) bangsa Arab menunggu-nunggu al Fathu (penaklukan kota Mekah) untuk memeluk Islam. Mereka berkata: “Biarkanlah dia (Rasulullah) dan kaumnya. Jika beliau menang atas mereka, berarti ia memang seorang nabi yang jujur”. Ketika telah terjadi penaklukan kota Mekkah, setiap kaum bersegera memeluk Islam, dan ayahku menyegerakan keIslaman kaumnya Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Menurut Imam al Qurthubi, peristiwa tersebut terjadi ketika kota Mekkah berhasil dikuasi.
Bangsa Arab berkata: “Bila Muhammad berhasil mengalahkan para penduduk kota suci (Mekkah), padahal dulu mereka dilindungi oleh Allah dari pasukan Gajah, maka tidak ada kekuatan bagi kalian (untuk menahannya). Maka mereka pun memeluk Islam secara berbondong-bondong.
Allah berfirman :
فَسَبِّحْ بِحَمْدِ رَبِّكَ وَاسْتَغْفِرْهُ ۚ إِنَّهُ كَانَ تَوَّابًا
Maka bertasbihlah dengan memuji Rabbmu dan mohonlah ampun kepada-Nya. Sesungguhnya Dia adalah Maha Menerima taubat.
Imam al Qurthubi rahimahullah menurutkan penafsirannya: “Jika engkau shalat, maka perbanyaklah dengan cara memuji-Nya atas limpahan kemenangan dan penaklukan kota Mekkah. Mintalah ampunan kepada Allah”. Inilah keterangan yang beliau rajihkan). Al Jami’ li Ahkamil-Qur`an (20/211).
عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا قَالَتْ مَا صَلَّى النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ صَلَاةً بَعْدَ أَنْ نَزَلَتْ عَلَيْهِ إِذَا جَاءَ نَصْرُ اللَّهِ وَالْفَتْحُ إِلَّا يَقُولُ فِيهَا سُبْحَانَكَ رَبَّنَا وَبِحَمْدِكَ اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِي
Dari ‘Aisyah Radhiyallahu ‘anha, ia berkata: “Tidaklah Rasulullah mengerjakan shalat setelah turunnya surat ini, kecuali membaca Subhanaka Rabbana wa bihamdika Allahummaghfirli (Maha Suci Rabb kami dan pujian kepada-Mu, ya Allah ampunilah aku)). HR al Bukhari, Kitabut-Tafsir (4967) dan Muslim(
Sejumlah sahabat mengartikan ayat ini dengan berkata: “(Maksudnya) Allah memerintahkan kami untuk memuji dan memohon ampunan kepada-Nya, manakala pertolongan Allah telah tiba dan sudah menaklukkan (daerah-daerah) bagi kita”. Pernyataan ini muncul, saat ‘Umar bin al Khaththab Radhiyallahu ‘anhu mengarahkan pertanyaan kepada mereka mengenai kandungan surat an-Nash (Al Jami’ li Ahkamil-Qur`an (20/215)
Allah berfirman :
إِنَّهُ كَانَ تَوَّابًا
Sesungguhnya Dia adalah Maha Menerima taubat
Maksudnya, Allah Maha menerima taubat orang-orang yang bertasbih dan memohon ampunan. Dia mengampuni, merahmati mereka dan menerima taubat mereka. Apabila Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam saja yang sudah ma’shum (terpelihara dari dosa-dosa) diperintahkan untuk beristighfar, maka bagaimanakah dengan orang lain? (Al-Jami Li Ahkamil Qur’an (20/215)
ISYARAT LAIN DARI MAKNA KEMENANGAN
Selain makna yang sudah dikemukakan di atas, juga terdapat pengertian lain yang terkandung dalam surat yang mulia ini.
Menurut Syaikh ‘Abdur-Rahman as-Sa’di rahimahullah, ayat ini menjadi isyarat mengenai (datangnya) ajal Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang sudah dekat dan hampir tiba. Bahwa umur beliau adalah umur yang mulia, Allah bersumpah dengannya. Sudah menjadi kebiasaan pada perkara-perkara yang mulia ditutup dengan istighfar, misalnya shalat, haji dan ibadah lainnya. Allah Subhanahu wa Ta’ala memerintahkan Rasul-Nya untuk mengucapkan pujian dan istighfar dalam keadaan seperti ini, sebagai isyarat tentang ajal beliau yang akan berakhir. (Maksudnya), hendaknya beliau bersiap-siap untuk menjumpai Rabbnya dan menutup usianya dengan amalan terbaik yang ada pada beliau alaihis shalatu wassalam.
SEBAB-SEBAB DITURUNKAN AMPUNAN ALLAH SUBHANAHU WA TA’ALA
Mengenai faktor-faktor yang dapat mendatangkan turunnya maghfirah dari Allah Subhanahu wa Ta’ala, Syaikh ‘Abdur Rahman as Sa’di rahimahullah menghitungnya berjumlah empat.
- Taubat
- Keimanan
- Amalan Shalih.
- Istiqamah di atas keimanan dan hidayah serta berusaha mendulang tambahannya.
Siapa saja yang berhasil menempuh empat langkah ini, bergembiralah dengan mendapatkan ampunan dari Allah yang menyeluruh.
Pijakan yang dipakai sebagai landasan Syaikh ‘Abdur-Rahman as-Sa’di rahimahullah atas keterangan tersebut, yakni firman Allah Subhanahu wa Ta’ala :
وَإِنِّي لَغَفَّارٌ لِمَنْ تَابَ وَآمَنَ وَعَمِلَ صَالِحًا ثُمَّ اهْتَدَىٰ
“Dan sesungguhnya Aku Maha Pengampun bagi orang yang bertaubat, beriman, beramal shalih, kemudian tetap di jalan yang benar” [Thaha/20:82]
PELAJARAN DARI SURAT AN-NASHR
- Banyaknya anugerah Allah yang dikaruniakan kepada umat Islam.
- Kewajiban bersyukur manakala kenikmatan tercurahkan. Di antaranya dengan sujud syukur.
- Kewajiban untuk selalu beristighfar setiap saat.