TAFSIR SURAT AL KAUTSAR
Oleh Ust. Abu Rufaydah
Allah berfirman :
إِنَّا أَعْطَيْنَاكَ الْكَوْثَرَ فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْ إِنَّ شَانِئَكَ هُوَ الأَبْتَرُ
Sesungguhnya Kami telah memberikan kepadamu nikmat yang banyak.
Maka dirikanlah shalat karena Rabb-mu dan berkurbanlah.
Sesungguhnya orang-orang yang membenci kamu, ia adalah yang terputus (dari rahmat Allah). [Al Kautsar : 1-3]
NAMA SURAT AL-KAUTSAR
Surat al-Kautsar penamanya dengan al-Kautsar secara tauqifi adapun menurut ijtihad ulama seperti Imam al-Bukhari dalam shahihnya dan Imam as-Sahawy dalam Jamaalul Qurra menyebut surat al-Kautsar dengan surat إِنَّا أَعْطَيْنَاكَ الْكَوْثَرَ . Adapu Imam al-Alusy rahimahullah menamai surat ini dengan an-Hahar dalam kitab Ruhul Ma’any.
KEUTAMAAN SURAT AL-KAUTSAR
Imam Muslim rahimahullah menyebutkan dalam kitab shahihnya tentang sebab turunya surat al-Kautsar.
عَنْ أَنَسٍ قَالَ بَيْنَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ذَاتَ يَوْمٍ بَيْنَ أَظْهُرِنَا إِذْ أَغْفَى إِغْفَاءَةً ثُمَّ رَفَعَ رَأْسَهُ مُتَبَسِّمًا فَقُلْنَا مَا أَضْحَكَكَ يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ أُنْزِلَتْ عَلَيَّ آنِفًا سُورَةٌ فَقَرَأَ بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ إِنَّا أَعْطَيْنَاكَ الْكَوْثَرَ فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْ إِنَّ شَانِئَكَ هُوَ الْأَبْتَرُ ثُمَّ قَالَ أَتَدْرُونَ مَا الْكَوْثَرُ فَقُلْنَا اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَعْلَمُ قَالَ فَإِنَّهُ نَهْرٌ وَعَدَنِيهِ رَبِّي عَزَّ وَجَلَّ عَلَيْهِ خَيْرٌ كَثِيرٌ هُوَ حَوْضٌ تَرِدُ عَلَيْهِ أُمَّتِي يَوْمَ الْقِيَامَةِ آنِيَتُهُ عَدَدُ النُّجُومِ
Dari Anas, dia berkata: Pada suatu hari ketika Rasulullah berada di tengah kami, Beliau mengantuk sekejap. Kemudian Beliau mengangkat kepalanya dengan senyum. Maka kami bertanya: “Apa yang membuatmu tertawa, wahai Rasulullah?” Rasulullah menjawab,”Baru saja turun kepadaku sebuah surat,” maka Beliau membaca surat Al Kautsar. Kemudian Rasulullah bersabda,”Apakah kalian tahu apakah Al Kautsar itu?” Maka kami berkata,”Allah dan RasulNya lebih mengetahui.” Rasulullah bersabda,”Al Kautsar adalah sungai yang dijanjikan Rabbku Azza wa Jalla untukku. Disana terdapat kebaikan yang banyak. Ia adalah telaga yang akan didatangi umatku pada hari Kiamat. Jumlah bejananya sebanyak bintang-bintang….”(HR Muslim (400).
SUSUNAN ASBABUN NUZUL
Surat al-Kautsar termasuk surat Makkiyyah, sebagian ulama mengatakan termasuk surat Madaniyyah, ada pula yang mengatakan turun dua kali di Makkah dan di Madinah. Pendapat yang mengatakan turun di Makkah maka surat ini termasuk surat yang ke lima belas yang turun setelah surat al-Adiyat dan sebelum surat at-Takatsur. Sedangkan pendapat yang mengatakan turunya di Madinah, surat ini turun saat perjanjian Hudaibiyah sebagaimana yang disebutkan dalam Tafsir Ruhul Ma’any.
ASBABUN NUZUL SURAT AL-KAUTSAR
Al-Imam asy-Syuyuty rahimahullah mengatakan dalam kitab Bubabun Nuqul dari Ibnu Abi Syaibah dari Ikrimah bahwa orang-orang Quraisy mengatakan kepada Nabi Muhammad sebagai al-Abtar (orang yang terputus) lalu Allah menurunkan surat al-Kautsar.
PENJELASAN
Surat Al Kautsar merupakan surat yang terpendek dalam Al Qur`an. Isinya mengandung ungkapan-ungkapan yang indah lagi mengagumkan, membuat yang membacanya berdecak kagum. Makna-makna kalimatnya yang kuat dan istimewa menunjukkan menjadi bagian mukjizat Ilahi. . (Al-Fawaid Al-Musyawwiq, hlm. 253-255)
Betapa agung surat ini dan betapa melimpah pelajaran-pelajaran yang bisa dipetik dalam bentuknya yang ringkas.
MAKNA AL-KAUTSAR.
Para ulama tafsir berselisih pendapat dalam menafsikan Al Kautsar yang diberikan kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam.Pendapat mereka terangkum dalam keterangan berikut ini :
- Sungai di surga.
- Telaga Nabi di Mahsyar.
- Kenabian dan kitab suci.
- Al Qur`an.
- Islam.
- Kemudahan memahami Al Qur`an dan aturan syariat.
- Banyaknya sahabat, ummat dan kelompok-kelompok pembela.
- Pengutamaan Nabi diatas orang lain
- Meninggikan sebutan Nabi
- Sebuah cahaya dihatimu mengantarkanmu kepada-Ku, dan menghalangimu dari selain-Ku
- Syafaat.
- Mukjizat-mukjizat Allah yang menjadi sebab orang-orang meraih hidayah melalui dakwahmu.
- Tidak ada yang berhak diibadahi kecuali Allah, Muhammad adalah utusan Allah.
- Memahami agama.
- Shalat lima waktu.
- Perkara yang agung.
- Kebaikan yang merata yang Allah berikan kepada Beliau.
Al Wahidi berkata,”Kebanyakan ahli tafsir berpendapat, bahwa Al Kautsar adalah sungai di surga. (Al-Wasith Fi Tafsiri Al-Quranil Majid (4/565)
WAJIBNYA BERIMAN KEDAPA TELAGA NABI
Al-Qurtubi berkata : Di antara perkara-perkara yang diwajibkan atas setiap muslim mukallaf untuk mengetahuinya dan membenarkannya adalah: Bahwasanya Allah telah menganugerahkan karunia buat Nabi-Nya Muhammad secara khusus berupa Al-Kautsar, yaitu haudh (telaga) yang telah dijelaskan nama, sifat, minuman dan bejananya dalam banyak hadits yang shahih dan masyhur. Sehingga membekaskan pengetahuan yang pasti dan keyakinan yang bulat. Sebab, telah diriwayatkan dari Nabi melalui lebih dari tiga puluh sahabat-sahabat, riwayat dua puluh orang diantara mereka tercantum dalam Shahihain dan riwayat lain terdapay dalam selain dua kitab tersebut, dengan jalur periwayatan yang shahih dan riwayat yang masyhur” (Jami’u Al-Bayan Fi Tafsiri Al-Qur’an (30 : 208-209)
TAFSIR IJMALY
Nikmat Yang Banyak
إِنَّا أَعْطَيْنَاكَ الْكَوْثَرَ
Sesungguhnya Kami telah memberikan kepadamu nikmat yang banyak.
Ayat ini menunjukkan keluasan karunia tanpa batas, dan kenikmatan yang besar lagi melimpah. Seperti firman-Nya
وَلَسَوْفَ يُعْطِيكَ رَبُّكَ فَتَرْضَى
Dan kelak pasti Rabb-mu memberikan karuniaNya kepadamu, lalu (hati) kamu menjadi puas. [Adh Dhuha : 5]
Karunia yang besar ini berasal dari Dzat Pemberi karunia Yang Besar, kaya, lagi luas anugerahnya. Oleh karena itu, kata ganti pertama (mutakallim) dalam ayat ini, bentuknya dijama`kan, menjadi innaa (إِنَّآ) yang menandakan keagungan Sang Rabb, Dzat Yang Maha Pemberi.
Karunia ini ini utuh dan berkesinambungan sebab kalimat pada ayat ini diawali dengan kata inna yang menunjukkan penegasan dan realisasi kandungan berita layaknya fungsi sumpah. Demikian juga, Allah menggunakan fi’il madhi (kata kerja lampau) dalam kalimat ini, yang bertujuan sebagai penekanan kejadian peristiwa. Sebab obyek yang sifatnya harapan yang berasal dari Dzat Yang Maha Mulia, terhitung sebagai perkara yang pasti terjadi.
Nikmat Dibalas dengan Syukur
فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْ
Dirikanlah shalat karena Rabbmu; dan berqurbanlah.” (Tafsir Juz ‘Amma, Musthofa Al ‘Adawi, hal. 293)
Ketika kita mendapatkan nikmat yang sangat banyak dari Allah, maka konsekuensinya kita hanya beribadah kepada Allah semata.
Jika dalam Surat al-Ma’un, orang-orang munafiq shalat bukan karena Allah tapi karena riya, maka dalam surat al-Kautsar ditegaskan bahwa shalat harus karena Allah. Demikian juga dalam berkurban tidak boleh dilakukan kecuali karenanya. Oleh karena itulah Allah menggendengkan shalat dengan kurban karena kedua-duanya termasuk ibadah. Shalat termasuk hubungan dengan Allah sedangkan qurban termasuk hubungan dengan masusia.
Qotadah berpendapat bahwa yang dimaksud shalat di sini adalah shalat Idul ‘Adha. Adapun maksud ‘naher’ adalah penyembelihan pada hari Idul Adha sebagaimana pendapat Ibnu ‘Abbas, ‘Atho’, Mujahid dan jumhur (mayoritas ulama). (Lihat Zaadul Masiir, 9: 249)
Yang Membenci Nabi, Merekalah yang Terputus
إِنَّ شَانِئَكَ هُوَ الْأَبْتَرُ (3)
“Sesungguhnya orang-orang yang membenci kamu dialah yang terputus” (QS. Al Kautsar: 1-3).
Ibnul Jauzi mengatakan bahwa yang dimaksud ‘abtar’ adalah terputus dari kebaikan (Zaadul Masiir, 9: 251).
Ibnu Katsir menjelaskan, “Yang dimaksud abtar adalah jika seseorang meninggal dunia, maka ia tidak akan lagi disebut-sebut (disanjung-sanjung). Inilah kejahilan orang-orang musyrik. Mereka sangka bahwa jika anak laki-laki seseorang mati, maka ia pun tidak akan disanjung-sanjung. Padahal tidak demikian. Bahkan beliaulah yang tetap disanjung-sanjung dari para syahid (tuan) yang lain. Syari’at beliau tetap berlaku selamanya, hingga hari kiamat saat manusia dikumpulkan dan kembali.” (Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim, 14: 483)