Ayah dan bunda yang dirahmati Allah. Jika sebelumnya saya pernah menulis Dampak Keshalihan Guru pada anak, kali ini saya tunjukkan tulisan ini untuk orang tua yang hendaknya memilih guru yang shalih untuk anaknya. Interaksi anak dan guru akan terjadi ikatan batin di antara kedua pihak sehingga mampu memberikan pengaruh kepada anak kita.
📖 Allah Maha Mengetahui kebaikan untuk hamba-Nya karenanya Allah memberikan contoh yang baik kepada kita tentang kisah Nabi Musa Alaihissallam yang belajar kepada Nabi Khidir Alaihissallam. Allah berfirman :
فَوَجَدَا عَبْدًا مِنْ عِبَادِنَا آتَيْنَاهُ رَحْمَةً مِنْ عِنْدِنَا وَعَلَّمْنَاهُ مِنْ لَدُنَّا عِلْمًا * قَالَ لَهُ مُوسَى هَلْ أَتَّبِعُكَ عَلَى أَنْ تُعَلِّمَنِ مِمَّا عُلِّمْتَ رُشْدًا
Lalu mereka bertemu dengan seorang hamba di antara hamba-hamba Kami, yang telah Kami berikan kepadanya rahmat dari sisi Kami, dan yang telah Kami ajarkan kepadanya ilmu dari sisi Kami. Musa berkata kepada Khidhr: “Bolehkah aku mengikutimu supaya kamu mengajarkan kepadaku ilmu yang benar di antara ilmu-ilmu yang telah diajarkan kepadamu?” [QS. Al-Kahfi : 65-66].
📕 Rasulullah shallallahu Alaihi Wasallam bersabda, ”Ilmu (agama) ini akan dibawa oleh orang-orang terpercaya dari setiap generasi. Mereka akan meluruskan penyimpangan orang-orang yang melampaui batas, ta’wil orang-orang jahil, dan pemalsuan orang-orang bathil. Ilmu ini hanya layak disandang oleh orang-orang yang memiliki karakter dan sifat seperti itu” [lihat Al-Jaami’ li-Akhlaqir-Raawi wa Adabis-Saami’ oleh Al-Khathib Al-Baghdadi 1/129 – shahih].
✅ Oleh karena itu, Nabi memerinthkan agar memilih teman dekat yang baik dan teman duduk yang shalih, terlebih lagi dalam hal memilih pengajar dan pendidik.
Dari Abu Hurairah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
الْمَرْءُ عَلَى دِينِ خَلِيلِهِ فَلْيَنْظُرْ أَحَدُكُمْ مَنْ يُخَالِلُ
“Seseorang akan mencocoki kebiasaan teman karibnya. Oleh karenanya, perhatikanlah siapa yang akan menjadi teman karib kalian”. (HR. Abu Daud no. 4833, Tirmidzi no. 2378, Ahmad 2: 344, dari Abu Hurairah. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini hasan. Lihat Shohihul Jaami’ 3545).
Muhammad bin Sirin rahimahullah berkata :
إن هذا العلم دين فانظروا عمن تأخذون دينكم
”Sesungguhnya ilmu ini adalah agama, maka lihatlah dari siapakah kalian mengambil agama kalian” [Diriwayatkan oleh Muslim dalam muqaddimah kitab Shahih-nya 1/7 Maktabah Sahab].
Imam al-Mawardi rahimahullah berkata, “Orang tua seharusnya berupaya keras dalam memilih pendidik sebagaimana upaya kerasnya dalam memilih ibu pesusuan bagi anaknya, bahkan harus lebih keras lagi usahanya. Hal ini disebabkan, karena anak akan mengambil akhlak, perangai, adab, etika, dan kebiasaan dari pendidiknya dalam skala yang lebih besar daripada yang ia ambil dari orang tuanya, karena pergaulan anak dengan pendidiknya lebih banyak dan waktu menimba pelajaran darinya jauh lebih banyak. Selain itu, sang anak telah diperintahkan saat diserahkan pada pengajarnya agar mengikutinya secara menyeluruh dan mematuhi segala perintahnya. ( Nasihatul Muluk, hal. 170).
⏩ Jika kita membaca biografi para ulama dahulu, disana kita akan dapati antusias ulama dalam memilih guru yang shalih, meski hal itu mengharuskan mereka melakukan perjalanan yang sangat jauh dan berpindah-pindah tempat di berbagai kawasan. Sudah barang tentu hal ini sangat melelahkan dan memakan biaya yang tidak sedikit.
Begitu pun semangat para orang tua ulama dahulu dalam memilih guru untuk anak-anaknya. Karena mereka menyadari dampak yang akan didapatkan oleh anak-anaknya. Saat ini tanggung jawab memilih guru yang shalih juga tidak hanya pada orang tua, tapi juga lembaga-lembaga pendidikan untuk serius memilih guru.
➡ Diriwayatkan dari Uthbah bin Abi Sufyan saat berpesan kepada orang yang akan mendidik anaknya, “Hai Abdush Shamad, yang pertama hendaknya engkau awali dengan memperbaiki dirimu sendiri, karena pandangan anak-anak didikmu terikat dengan pandanganmu. Bagi mereka, hal yang baik ialah apa yang engkau pandang baik, dan yang buruk ialah apa yang engkau pandang buruk. Tanamkan agar mereka segan kepadaku dan didiklah mereka sebagai ganti dariku. Jadilah engkau bagi mereka seperti dokter yang bersikap hati-hati, yang hanya memberikan obat setelah mendiagnosis penyakitnya. (diringkas dari Kitab Athfal Muslim Laifa Rabbahum an-Nabiyyu al-Amiin).
↩ Abu Syamah Asy-Syafi’I dalam kitabnya Majmu’atur Rasail, Adab Mau’allimish Shibyan menjelaskan : “Hendaknya sang pendidik memulai aktivitas mengajarnya dengan terlebih dahulu memperbaiki diri sendiri, karena mata anak didik tertuju padanya dan telinga mereka mendengar dan patuh padanya. Karenanya, apa pun yang dinilai buruk olehnya maka menurut mereka juga buruk. “
📚 Artikel ini disebarluaskan oleh @CKS (Cianjur kota Santri).
🌏 www.cianjurkotasantri.com/wp/wp.
IG, FP . Cianjurkotasantri
join Telegram klik : Bit.ly/1S79GTK
📲 Atau Via WA dengan mengetik Daftar#Nama#L/P#Alamat kirim ke +6285624098804
Jika terdapat salahan dan kekeliruan dalam penulisan silahkan hubungi no. di atas
Baarakallahu fiikum
abu rufaydah