BALIGH DALAM PANDANGAN ISLAM

Loading

Oleh Abu Rufaydah

  1. Definisi Baligh.

بَلَغَ سِنَّ البُلُوغِ : سِنَّ الإدْرَاكِ وَنُضْجِ الأعْضَاءِ التَّنَاسُلِيَّةِ 

Baligh adalah Usia persepsi dan kematangan alat kelamin. (Al-Mufradat, hal 495).

Syaikh Abdurrahman bin Nashir as-Sa’di rahimahullah berkata:

التَّكْلِيْفُ وَهُوَ الْبُلُوْغُ وَالْعَقْلُ شَرْطٌ لِوُجُوْبِ الْعِبَادَاتِ , وَالتَّمْيِيْزُ شَرْطٌ لِصِحَّتِهَا إِلاَّ الْحَجَّ وَالْعُمْرَةَ فَيَصِحَّانِ مِمَّنْ لَمْ يُمَيِّزْ , وَيُشْتَرَطُ مَعَ ذَلِكَ الرُّشْدُ لِلتَّصَرُّفَاتِ , وَالْمِلْكُ لِلتَّبَرُّعَاتِ

Taklîf – yang memuat unsur baligh dan berakal- adalah syarat wajib beribadah (atas seseorang, red). Adapun (usia) Tamyiiz menjadi syarat sah ibadah, kecuali dalam ibadah haji dan umroh yang tetap sah bila dilaksanakan oleh orang yang belum memasuki usia Tamyiiz. Selain syarat-syarat di atas, juga disyaratkan adanya sifat ar-rusyd dalam penggunaan harta (melakukan tasharruf) dan sifat kepemilikan untuk melakukan tabarru’.”

Allah berfirman :

وَإِذَا بَلَغَ الْأَطْفَالُ مِنكُمُ الْحُلُمَ فَلْيَسْتَأْذِنُواكَمَا اسْتَأْذَنَ الَّذِينَ مِن قَبْلِهِمْ كَذَلِكَ يُبَيِّنُ اللَّهُ لَكُمْ آيَاتِهِ وَاللَّهُ عَلِيمٌ حَكِيمٌ

“Dan apabila anak-anakmu telah sampai hulm (ihtilam), Maka hendaklah mereka meminta izin, seperti orang-orang yang sebelum mereka meminta izin. Demikianlah Allah menjelaskan ayat-ayat-Nya. dan Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana.” (Qs. An-Nuur [24]: 59)

Jadi baligh menurut islam adalah sampainya anak pada tahapan tertentu (kedewasaan) dengan disertai kematangan dan perkembangan tubuh dibarengi dengan kemapanan secara ilmu agama.

Adapun menurut ilmuan barat, diantaranya Monks (2002: 263) berpendapat bahwa Pubertas adalah berasal dari kata puber yaitu pubescere yang artinya mendapat pubes atau rambut kemaluan, yaitu suatu tanda kelamin sekunder yang menunjukkan perkembangan seksual. Sedangkan menurut Root dalam Hurlock (2004), Pubertas merupakan suatu tahap dalam perkembangan dimana terjadi kematangan alat-alat seksual dan tercapai kemampuan reproduksi. Juga disertai dengan perkembangan fisik, seksual, emosional, sosial, kognitif, dan nilai-nilai. Masa ini merupakan saat berkembangnya identity (jati diri). Perkembangan identity merupakan isu sentral pada masa remaja yang memberikan dasar bagi masa dewasa

Mereka membagi usia remaja menjadi tiga fase perkembangan, seperti dikemukakan oleh Monks, dkk (2002) membagi fase-fase masa remaja ke dalam tiga tahap, yaitu:

  1. Remaja awal (12-15 tahun)
  2. Remaja pertengahan (15-18 tahun)
  3. Masa remaja akhir (18-21 tahun)

Dari kedua pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa fase baligh menurut islam tidak sekedar perubahan pada fisik saja, lebih dari itu baligh di dalam islam adalah fase dimana anak sudah mampu bertanggung jawab atas semua yang mereka lakukan dari kebaikan dan keburukan. Karenanya dalam islam jika anak masuk pada fase ini artinya mereka sudah sama dengan orang dewasa. Berbeda dengan pendapat ilmuan barat dimana fase baligh hanya berkisar pada perkembangan fisik semata. Itulah mengapa pembahasan yang mereka jelaskan hanya berkaitan dengan biologis manusia semata.

Tanda-tanda baligh untuk laki-laki antara lain :

Ihtilam, yaitu keluarnya mani baik karena mimpi atau karena lainnya. Dalilnya antara lain adalah :

Firman Allah ta’ala :

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لِيَسْتَأْذِنْكُمُ الَّذِينَ مَلَكَتْ أَيْمَانُكُمْ وَالَّذِينَ لَمْ يَبْلُغُوا الْحُلُمَ مِنْكُمْ ثَلاثَ مَرَّاتٍ مِنْ قَبْلِ صَلاةِ الْفَجْرِ وَحِينَ تَضَعُونَ ثِيَابَكُمْ مِنَ الظَّهِيرَةِ وَمِنْ بَعْدِ صَلاةِ الْعِشَاءِ ثَلاثُ عَوْرَاتٍ لَكُمْ لَيْسَ عَلَيْكُمْ وَلا عَلَيْهِمْ جُنَاحٌ بَعْدَهُنَّ طَوَّافُونَ عَلَيْكُمْ بَعْضُكُمْ عَلَى بَعْضٍ كَذَلِكَ يُبَيِّنُ اللَّهُ لَكُمُ الآيَاتِ وَاللَّهُ عَلِيمٌ حَكِيمٌ * وَإِذَا بَلَغَ الأطْفَالُ مِنْكُمُ الْحُلُمَ فَلْيَسْتَأْذِنُوا كَمَا اسْتَأْذَنَ الَّذِينَ مِنْ قَبْلِهِمْ…..

”Hai orang-orang yang beriman, hendaklah budak-budak (lelaki dan wanita) yang kamu miliki, dan orang-orang yang belum mencapai ”hulm” (ihtilaam) di antara kamu, meminta izin kepada kamu tiga kali (dalam satu hari) yaitu: sebelum sembahyang subuh, ketika kamu menanggalkan pakaian (luar)-mu di tengah hari dan sesudah sembahyang Isya. (Itulah) tiga ‘aurat bagi kamu. Tidak ada dosa atasmu dan tidak (pula) atas mereka selain dari (tiga waktu) itu. Mereka melayani kamu, sebahagian kamu (ada keperluan) kepada sebahagian (yang lain). Demikianlah Allah menjelaskan ayat-ayat bagi kamu. Dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana. Dan apabila anak-anakmu telah sampai ”hulm” (ihtilaam/usia baligh), maka hendaklah mereka meminta izin, seperti orang-orang yang sebelum mereka meminta ijin……” [QS. An-Nuur : 59].

Hadits Nabi dari sahabat Abu Sa’id al-Khudry radhiallahu anhu, bahwa Rasulullab bersabda:

غسل يوم الجمعة على كل محتلم و السواك ويمس من الطيب ما قدر عليه

Mandi pada hari Jum’at adalah kewajiban bagi setiap orang yang telah Ihtilam, demikian juka bersiwak dan memakai wewangian. (HR. al-Bukhari no. 880 dan Muslim no. 846).

Ijma’ Para Ulama telah sepakat bahwa ihtilam merupakan tanda kedewasaan bagi anak laki-laki dan perempuan. Al-Haafidh Ibnu Hajar rahimahullah berkata :

وقد أجمع العلماء على أن الاحتلام في الرجال والنساء يلزم به العبادات والحدود وسائر الأحكام

“Para ulama telah sepakat/ijma’ bahwasannya ihtilaam pada laki-laki dan perempuan mewajibkan dengannya (untuk diberlakukannya) ibadah, huduud, dan seluruh perkara hukum” (Fathul-Baariy, 5/277).

 

  1. Tumbuhnya Rambut Kemaluan.

Dari ’Athiyyah, ia berkata :

عرضنا على النبي صلى الله عليه وسلم يوم قريظة فكان من أنبت قتل ومن لم ينبت خلي سبيله فكنت ممن لم ينبت فخلي سبيلي

“Kami dihadapkan kepada Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam pada hari Quraidhah (peristiwa pengkhianatan Bani Quraidhah), di situ orang yang sudah tumbuh bulu kemaluannya dibunuh, sedang orang yang belum tumbuh dibiarkan. Aku adalah orang yang belum tumbuh maka aku dibiarkan” (HR. At-Tirmidzi no. 1584, An-Nasa’i no. 3429, dan yang lainnya; shahih).

  1. Para ulama berbeda pendapat mengenai hal ini.
  2. Madzhab Hanafiyyah berpendapat bahwa tumbuhnya rambut kemaluan bukan merupakan tanda baligh secara mutlak. (Syarh Fathil-Qadiir 9/276).
  3. Madzhab Hanabilah berpendapat bahwa tumbuhnya rambut kemaluan merupakan tanda baligh secara mutlak. (Al-Muharrar 1/347).
  4. Madzhab Malikiyyah terpecah menjadi dua pendapat. Pendapat pertama mengatakan bahwa tumbuhnya rambut kemaluan merupakan tanda baligh secara mutlak, dan inilah pendapat yang masyhur dalam madzhab. (Asy-Syarhul-Kabiir 3/293). Pendapat kedua mengatakan bahwa ia merupakan tanda baligh yang menyangkut hak-hak anak Adam dalam beberapa hukum seperti qadzaf (menuduh wanita baik-baik telah berbuat zina), potong tangan, dan pembunuhan. Adapun yang menyangkut hak-hak kepada Allah ta’ala, maka ia bukan sebagai tanda baligh. (Mawaahibul-Jaliil 5/59 dengan catatan pinggirnya : At-Taaj wal-Ikliil 5/59).
  5. Madzhab Syafi’iyyah berpendapat bahwa tumbuhnya rambut kemaluan merupakan tanda baligh untuk orang kafir. Adapun bagi muslimin, maka mereka berbeda pendapat. Satu pendapat mengatakan bahwa ia merupakan tanda baligh sebagaimana orang kafir, dan pendapat lain – dan ini yang shahih dalam madzhab – mengatakan bahwa ia bukan tanda baligh. (Raudlatuth-Thaalibiin 4/178).

Pendapat yang rajih dari keempat madzhab tersebut adalah pendapat yang mengatakan bahwa tumbuhnya rambut kemaluan merupakan tanda baligh secara mutlak bagi muslim atau kafir, baik menyangkut hak Allah atau hak anak Adam. Adapun dalil yang dijadikan hujjah antara lain adalah hadits di atas.

Ibnul-Qayyim rahimahullah berkata :

وفي هذا بيان أن الإنبات علم على البلوغ وعلى أنه علم في حق أولاد المسلمين والكفار وعلى أنه يجوز النظر الى عورة الأجنبي للحاجة من معرفة البلوغ وغيره

”Dan dalam hal ini terdapat penjelasan bahwa tumbuhnya rambut kemaluan adalah tanda balighnya seseorang, bagi anak-anak kaum muslimin dan orang-orang kafir; dan juga menunjukkan bolehnya melihat aurat orang lain bila diperlukan untuk mengetahui baligh dan tidaknya seseorang serta untuk yang lainnya [lihat Tuhfatul-Maulud bi Ahkaamil-Maulud oleh Ibnul-Qayyim hal. 210].

3. Mencapai Usia Tertentu.

Hadits Abdullah bin Umar radhiallahu anhuma:

عرضني رسول الله صلى الله عليه وسلم يوم أحد في القتال. وأنا ابن أربع عشرة سنة. فلم يجزني. وعرضني يوم الخندق، وأنا ابن خمس عشرة سنة. فأجازني.

قال نافع: فقدمت على عمر بن عبدالعزيز، وهو يومئذ خليفة. فحدثته هذا الحديث. فقال: إن هذا لحد بين الصغير والكبير. فكتب إلى عماله أن يفرضوا لمن كان ابن خمس عشرة سنة. ومن كان دون ذلك فاجعلوه في العيال.

”Rasulullah shallallaahu ’alaihi wa sallam menunjukku untuk ikut serta dalam perang Uhud, yang ketika itu usiaku empat belas tahun. Namun beliau tidak memperbolehkan aku. Dan kemudian beliau menunjukku kembali dalam perang Khandaq, yang ketika itu usiaku telah mencapai lima belas tahun.  Beliau pun memperbolehkanku”.

Naafi’ berkata : ”Aku datang kepada ’Umar bin ’Abdil-’Aziz yang ketika itu menjabat sebagai khalifah, lalu aku beri tahu tentang hadits tersebut. Kemudia ia berkata : ’Sungguh ini adalah batasan antara kecil dan besar’. Maka ’Umar menugaskan kepada para pegawainya untuk mewajibkan bertempur kepada orang yang telah berusia lima belas tahun, sedangkan usia di bawahnya mereka tugasi untuk mengurus keluarga orang-orang yang ikut berperang” (HR. Al-Bukhari no. 2664, Muslim no. 1868, Ibnu Hibban no. 4727-4728, dan yang lainnya).

  1. Para ulama berbeda pendapat mengenai hal ini. Di antara pendapat-pendapat tersebut antara lain:
  2. Madzhab Syafi’iyyah berpendapat lima belas tahun untuk laki-laki dan perempuan. (Raudlatuth-Thaalibiin 4/178, dan Al-Muhadzdzab 1/337-338).
  3. MahdzhabHanabilah berpendapat lima belas tahun untuk laki-laki dan perempuan. (Al-Mughni Ibnu Qudamah).
  4. Madzhab Hanafiyah berpendapat delapan belas tahun untuk laki-laki dan tujuh belas tahun untuk perempuan. (Syarh Fathil-Qadiir 9/276).
  5. Madzhab Malikiyyah, ada beberapa pendapat. Ada yang mengatakan delapan belas tahun untuk laki-laki dan perempuan (Ashalul-Madaarik 3/159), sembilan belas tahun, tujuh belas tahun, dan enam belas tahun (Mawaahibul-Jaliil 5/59 dan Haasyiyyah Ad-Dasuuqiy 3/293).
  6. Ibnu Hazm berpendapat sembilan belas tahun. (Al-Muhalla, permasalahan no. 119].

Dari pendapat para ulama di atas, hanya hadits dari Abdullah bin Umar saja yang menyebutkan batas usia baligh. Dan ini menjadi landasan dalil mereka yang menjadikan usia sebagai tanda balighnya seseorang.

As-Suyuthy rahimahullah memberikan alas an usia lima belas tahun sebagai tanda baligh bagi seorang laki-laki dalam kitab Al-Asybah wan Nadhoir, beliau berkata : Hikmah usia lima belas tahun menjadi usia Taklif adalah karena pada usia ini anak sudah siap untuk menikah dan memiliki kejolak syahwat pada lawan jenis, makanan dan yang lainnya. Tentunya hal ini akan mengakibatkan terjatuh kepada keburukan. Dan tidak ada yang mampu untuk menghalangi semua itu keculai dengan ketakwaan.

Namun pendapat yang rajih dalam permasalahan ini adalah tidak ada batasan usia tertentu untuk baligh. Dan inilah pendapat yang dikutkan Ibnul-Qayyim rahimahullah, dimana beliau berkata :

وليس لوقت الاحتلام سن معتاد بل من الصبيان من يحتلم لاثنتي عشرة سنة ومنهم من يأتي عليه خمس عشرة وست عشرة سنة وأكثر من ذلك ولا يحتلم

”Untuk waktu ihtilaam tidak ada batas usianya, bahkan anak-anak yang berusia dua belas tahun bisa ihtilaam. Ada juga yang sampai lima belas tahun, enam belas tahun, dan seterusnya namun belum ihtilaam” (Tuhfatul-Maudud, hal. 208).

Kemudian beliau melanjutkan :

وقال داود وأصحابه لا حد له بالسن إنما هو الاحتلام وهذا قول قوي

”Dawud (Adh-Dhahiriy) dan shahabat-shahabatnya berkata : ’Tidak ada batasan tertentu untuk usia baligh. Batas yang benar hanyalah ihtilam’. Ini adalah pendapat yang kuat” [idem, hal. 209].

Tanda-tanda baligh untuk perempuan antara lain :

Adapun tanda balighnya anak perempuan bisa sama seperti laki-laki, namun ditambah dengan keempatnya, yaitu haidh, berkembangnya alat-alat untuk berketurunan, serta membesarnya buah dada. Para ulama telah ijma’ bahwasannya haidh merupakan tanda baligh bagi seorang wanita. Al-Haafidh berkata :

وقد أجمع العلماء على أن الحيض بلوغ في حق النساء

“Para ulama telah sepakat/ijma’ bahwasannya haidl merupakan tanda baligh bagi wanita” (Fathul-Baariy, 5/277).

Kesimpulan :

Batas usia baligh bagi anak laki-laki dan perempuan adalah ihtilam. Khusus, bagi anak perempuan, atau ia telah mengalami haidh. Namun apabila ia sulit mengetahui apakah orang tersebut telah ihtilam (atau bagi anak perempuan ia terlambat haidh – atau bahkan tidak mengalami haidh sama sekali), maka tanda balighnya diambil dari tumbuhnya rambut kemaluan.

Bila anak sudah mengalami salah satu tanda di atas, maka ia telah baligh yang dengan itu ia telah sampai pada usia taklif.  Wajib baginya mengerjakan ibadah dan seluruh amalan wajib. Adapun sebelum itu, maka perintah hanyalah sebagai pembiasaan dan menjadikannya suka. Wallaahu a’lam.

Islam agama yang sempurna. Kesempurnaan agama islam terlihat dari ajarannya. Jika tadi baligh menurut konsep barat hanya sebatas pada fisik, namun islam memandang lebih jauh. Oleh karena itu mengasuh, mendidik, membesarkan anak tidak cukup hanya memperhatikan gizi makanan saja. Lebih dari itu orang tua harus memperhatikan perkembangan ilmu, amal dan ruhiyahnya. Sehingga seiring tumbuh besar pada tubuhnya, seiring itu pula berkembang keilmuannya.

 

Disusun oleh Abu Rufaydah.

Referensi

  1. Yufid.com
  2. Abu Jauzaa.
  3. Fatwa.islam,net
  4. islamhouse.com
  5. dll

 

Leave a Comment