26 total views, 2 views today
Oleh Ust. Abu Rufaydah
Bacalah dengan menyebut nama Tuhanmu (al-Alaq 1).
Adalah wahyu perama yang turun kepada Nabi Muhammad. Ayat ini menjadi jawaban dari kegundahan Nabi dan menjadi solusi atas segala persoalan yang Nabi hadapi. Dengan permasalah sebumi itu, Allah hanya memberikan satu solusi jitu, yaitu membaca. Di tengah rusaknya system kehidupan manusia dari berbagai factor. Kondisi kehidupan agama mereka yang sudah rusak disusupi penyimpangan. Kondisi social lebih menguntungkan para bangsawan dibandingkan orang-orang lemah, dan belum lagi kedudukan wanita bak barang yang diperjual belikan. Kondisi ekonomi mengikuti kondisi social, bermuamalah dengan riba adalah bagian kehidupan mereka.
Urgensi membaca sangat terlihat jelas dari surat yang pertama turun kepada Nabi, yaitu kata Iqra (bacalah). Membaca adalah bagian dari pendidikan. Walau pun mendidikan bukan segalanya, tapi segalanya dimulai dari pendidikan.
Syaikh Ali Thanthawi rahimahullah adalah seorang ahli sastra dan balaghah yang dikenal dengan keindahan kata-katanya juga manis ungkapannya. Diantara salah satu buah karyanya adalah Adz-Dzikrayaat yang berjudul Sughli Ad-Daim al-Muthala’ah. Beliau menyebutkan bahawa kecintaanya dalam membaca telah muncul sejak kecil, yaitu ketika masih berada di Madrasah Ibtidaiyyah tanpa arahan atau didikan seorang guru atau pebimbing. Beliau berkata, “Aku hari itu adalah aku yang kemarin. Sebagaimana dahulu ketika aku masih kecil, aku menghabiskan hari-hariku di dalam rumah untuk membaca. Dahulu aku pernah membaca 300 lembar dalam sehari. Sedangkan kalau di rata-rata aku membaca 100 lembar tiap harinya, yaitu sejak 1440 hingga 1402. 62 tahun, coba hitung ada berapa hari di dalamnya, lalu kalikan seratus. Kalian lebih tahu berapa halaman kalian membaca. Sedangkan saya membaca seluruh tema, hingga tema-tema ilmu pengetahuan. (Adz-Dzikrayaat, I/165-169).
Dalam bukunya Adz-Dzikrayat beliau juga membahas sifat dan kemampuan bacaan beliau, di tengah kesibukan beliau bekerja di pengadilan Damaskus dengan 30 permasalahan yang harus diselesaikan setiap hari. Di samping itu pula beliau harus memberikan pengawasan di Majlis Kehakiman, serta menjabat sebagai kepala pengadian di 3 majlis; Majlis Wakaf, Darul Aitam, dan Majlis Tinggi Fakultas Syari’ah. Kesibukan beliau lainnya adalah menyampaikan ceramah di sekolah tinggi dan SMA, baik putra maupun putri. Beliau juga menjadi Khatib Jum’at tetap, serta penceramah dalam beberapa tempat perkumpulan. Menjadi pembicara di salah satu Radio, juga contributor tetap salah satu surat kabar harian.
Meskipun sibu, beliau tetap membaca 200-300 lembar dalam sehari. Beiau berkata, “Aku tetap terus membaca sejak pertama kali aku belajar membaca, walau aku masih kecil. Selama 70 tahun atau kurang sedikit aku memanfaatkan sisa waktuku untuk membaca.”
Kalau seandainya saya membahas secara detail berita-berita ulama pada abad yang telah lalu ini, tentulah tulisan ini akan menjadi buku induk tersendiri. Akan tetapi cukuplah apa yang telah saya sebutkan di atas, dan cukuplah hal itu menjadi pelajaran bagi yang mau mengambilnya. Barangsiapa yang ingin memperdalam pembahasan ini, hendaknya merujuk pada biografi-biografi mereka yang sangat banyak. (Adz-Dzikrayaat, 6/267-269).
Related Post
This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.
Leave a comment
You must be logged in to post a comment.