10 total views, 2 views today
Perhatian lain yang diberikan islam kepada bayi adalah menjaganya dari hal-hal yang dapat membahayakan kesehatan semasa berada dalam rahim ibunya. Karena itu, ibu yang sedang hamil, bila merasa khawatir dengan kesehatan janinnya, diperbolehkan untuk tidak berpuasa pada bulan ramadhan.
Posisinya sama dengan orang sakit dan orang yang sedang dalam perjalanan. Bahkan, sebagian ulama ada yang membebaskannya dari kewajiban membayar kafarat, tetapi tidak untuk wanita yang sedang menyusui. Mereka beralasan karena kedudukan janin sama halnya dengan bagian dari tubuh wanita yang mengandunya dan kekhawatiran akan keselamatannya sama dengan kekhawatiran terhadap keselamatan sebagian dari anggota tubuh wanita yang bersangkutan.
Beda halnya dengan kasus wanita yang sedang menyusui jika tidak dapat menyusui bayinya. Dalam hal ini bisa saja ia mengupah wanita lain untuk menyusui anaknya. (Ibnu Qudamah, Al-Mughni III/149-150). Para ulama mengatagorikan kasus wanita menyusui ini ke dalam masalah yang disebut oleh firman Allah :
“…Dan wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa) membayar fidyah, yaitu memberi makan seorang miskin.’ (QS. Al-Baqarah : 184).
Perhatian lain dalam islam kepada bayi yang masih ada dalam kandungan ibunya adalah penangguhan hukuman yang harus dijalani oleh sang ibu. Jika hukuman tersebut dapat mempengaruhi atau dipastikan akan mematikan sang bayi yang ada dalam kandungannya maka hukuman bagi ibu ditinggalkan. Seperti hadits yang diriwayatkan oleh Imran ibn Husain mengisahkan bahwa pernah ada seorang wanita yang hamil setelah berzina dari kalangan Bani Juhainah datang kepada Nabi Shalallahu Alaihi Wasallah. Ia berkata : “Wahai Nabi Allah, aku telah melakukan pelanggaran yang berkaitan dengan hukum had. Sudikah kirianya engkau menegakkan hukuman itu terhadap diriku.” Setelah mendengar pengakuan itu, Nabi memanggil wali wanita tersebut, lalu Nabi bersabda kepadanya, “Rawatlah ia dengan baik. Bila telah melahirkan, bawalah kepadaku kembali.”
Wali itu pun melakukannya. Setelah itu, Nabi memerintahkan agar wanita tersebut diikat dengan kainnya. Kemudian beliau memerintahkan kepada mereka untuk merajamnya. Setelah selesai hukuman had dan jenazahnya diurus, Nabi menshalatkannya.” (HR. Muslim III/1324).
Dalam hadits yang lain yang juga diriwayatkan oleh muslim, seorang wanita dari bani Ghamidiyah mengaku berbuat zina dan meminta kepada Nabi agar menegakkan hukuman had terhadap dirinya. Nabi bersabda : “Pulanglah tunggu sampai engkau melahirkan.” Setelah melahirkan, wanita itu datang dengan membawa bayinya di balutan kain. Ia berkata, “Ini bayinya, aku telah melahirkan. Nabi bersabda : “Pulanglah dan susuilah ia hingga engkau menyapihnya.”
Setelah wanita itu menyapih bayinya, ia datang lagi dengan membawa bayinya yang memegang separoh roti di tangannya. Ia berkata, “Wahai Rasulullah, bayi ini telah saya sapih dan sudah bisa makan sendiri.” Nabi pun menyerahkan bayi itu kepada salah seprang sahabat, kemudian memerintahkan agar dibuatkan gaian sampai batas dada wanita iti. Belia lalu memerintahkan kepada orang-orang untuk merajamnya. Mereka pun merajamnya. (Jamal Abdur Rahman, Athfaul al-Muslimiin Kaefa Rabbahu An Nabiyu al Amiin, hal. 14-16).
Related Post
This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.
Leave a comment
You must be logged in to post a comment.