ADA APA DENGAN BULAN SYA’BAN

Loading

ADA APA DENGAN BULAN SYA’BAN
DEFINISI

Sya’ban secara basaha maknanya kelompok atau golongan, dinamakan sya’ban karena orang-orang Arab dahulu pada bulan tersebut berpencar-pencar untuk mencari air. Alasan lain karena mereka berpisah-pisah di gua-gua. Dikatakan juga sebagai bulan Sya’ban karena bulan tersebut muncul di antara dua bulan mulia, yaitu Rajab dan Ramadhan. (Lisanul Arab).

Ibnu Hajar al-Asqolani rahimahullah berkata :

وَسُمِّيَ شَعْبَانُ لِتَشَعُّبِهِمْ فِيْ طَلَبِ الْمِيَاهِ أَوْ فِيْ الْغَارَاتِ بَعْدَ أَنْ يَخْرُجَ شَهْرُ رَجَبِ الْحَرَامِ وَهَذَا أَوْلَى مِنَ الَّذِيْ قَبْلَهُ وَقِيْلَ فِيْهِ غُيْرُ ذلِكَ.

 “Dinamakan Sya’ban karena sibuknya mereka mencari air atau dalam peperangan setelah berlalunya bulan Rajab yang mulia dan ada juga yang berpendapat selain itu. (Fathul Baari, IV/251).

KEUTAMAAN BULAN SYA’BAN

  1. Bulan diangkatnya amalan-amalan manusia.

Hal ini berdasarkan hadits Usamah bin Zaid radhiallahu Anhu, beliau berkata: “Engkau pernah berkata: “Wahai Rasulullah, aku belum pernah melihatmu berpuasa (lebih banyak) dalam satu bulan dari bulan-bulan yang ada sebagaimana engkau berpuasa di bulan Sya’ban, kemudian beliau menjawab:

ذَلِكَ شَهْرٌ يَغْفُلُ النَّاسُ عَنْهُ بَيْنَ رَجَبٍ وَرَمَضَانَ، وَهُوَ شَهْرٌ تُرْفَعُ فِيهِ الْأَعْمَالُ إِلَى رَبِّ الْعَالَمِينَ، فَأُحِبُّ أَنْ يُرْفَعَ عَمَلِي وَأَنَا صَائِمٌ

 “Bulan itu adalah bulan yang dilalaikan manusia yaitu bulan antara Rajab dan Ramadhan, dan ia adalah bulan yang diangkat di dalamnya seluruh amalan kepada Rabb semesta alam, maka aku menginginkan amalanku diangkat dalam keadaan aku berpuasa” (HR. an-Nasa’I IV/201 dan dihasankan oleh Syaikh al-Albani dalam Shahih at-Targhib waTarhiib no. 1022)

  1. Rasul sering Berpuasa di Bulan Sya’ban.

‘Aisyah radhiallahu ‘anha, beliau berkata,

يَصُومُ حَتَّى نَقُولَ: لاَ يُفْطِرُ، وَيُفْطِرُ حَتَّى نَقُولَ: لاَ يَصُومُ، فَمَا رَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ اسْتَكْمَلَ صِيَامَ شَهْرٍ إِلَّا رَمَضَانَ، وَمَا رَأَيْتُهُ أَكْثَرَ صِيَامًا مِنْهُ فِي شَعْبَانَ

“Terkadang Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam puasa beberapa hari sampai kami katakan, ‘Beliau tidak pernah tidak puasa, dan terkadang beliau tidak puasa terus, hingga kami katakan: Beliau tidak melakukan puasa. Dan saya tidak pernah melihat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berpuasa sebulan penuh kecuali di bulan Ramadhan, saya juga tidak melihat beliau berpuasa yang lebih sering ketika di bulan Sya’ban” (HR. Al-Bukhari no. 1969 dan Muslim no. 1156/175).

 

AMALAN-AMALAN DI BULAN SYA’BAN

  1. Memperbanyak Puasa Sunnah. Dalilnya hadits di atas.

Aisyah radhiallahu Anha menuturkan, “Bulan yang paling dicintai Rasulullah untuk berpuasa padanya adalah bulan Sya’ban kemudian beliau menyambungnya dengan bulan Ramadhan. (Shahih, HR. Abu Daud no. 2431 dan dishahihkan oleh Syaikh al-Albani dalam Sunan Abi Daud)

  1. Memperbanyak amalan-amalan kebaikan.

Nabi Shalallahu Alaihi Wasallam bersabda :

وَهُوَ شَهْرٌ تُرْفَعُ فِيهِ الْأَعْمَالُ إِلَى رَبِّ الْعَالَمِينَ، فَأُحِبُّ أَنْ يُرْفَعَ عَمَلِي وَأَنَا صَائِمٌ

Adalah bulan yang diangkat di dalamnya seluruh amalan kepada Rabb semesta alam, maka aku menginginkan amalanku diangkat dalam keadaan aku berpuasa” (HR. an-Nasa’I IV/201 dan dihasankan oleh Syaikh al-Albani dalam Shahih at-Targhib waTarhiib no. 1022)

  1. Memperbanyak Amalan-amalan Kebaikan di saat kebanyakan Manusia Lalai darinya.

Nabi Shalallahu Alaihi Wasallam bersabda :

ذَلِكَ شَهْرٌ يَغْفُلُ النَّاسُ عَنْهُ بَيْنَ رَجَبٍ وَرَمَضَانَ

“Bulan itu adalah bulan yang dilalaikan manusia yaitu bulan antara Rajab dan Ramadhan. (HR. an-Nasa’I IV/201 dan dihasankan oleh Syaikh al-Albani dalam Shahih at-Targhib waTarhiib no. 1022)

  1. Waktu untuk mengqodho Puasa Ramadhan.

Bulan Sya’ban adalah waktu terakhir untuk mengqodho puasa Ramdhan sebelumnya. Dalilnya dari Aisyah radhiallahu anha berkata:

كَانَ يَكُونُ عَلَيَّ الصَّوْمُ مِنْ رَمَضَانَ ، فَمَا أَسْتَطِيعُ أَنْ أَقْضِيَهُ إِلا فِي شَعْبَانَ ، وَذَلِكَ لِمَكَانِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّم

“Dahulu saya mempunyai tanggungan puasa Ramadan, saya tidak mempu mengqodonya kecuali Sya’ban hal itu karena kedudukan Rasulullah sallallahu alaihi wa sallam. (HR. al-Bukhori, (1950) dan Muslim, (1146).

Al-Hafid Ibnu Hajar al-Asqolani rahimahullah berkata, “Diambil dari (hadits) menjaga (pelaksanaan qodho) di bulan Sya’ban, bahwa tidak diperbolehkan mengakhirkan Qodho sampai memasuki Ramadan berikutnya.” (‘Fathul Bari, (4/191).

  1. Memperbanyak Baca al-Qur’an.

Salamah bin Kuhail rahimahullah berkata:

كَانَ يُقَالُ شَهْرُ شَعْبَانَ شَهْرُ الْقُرَّاءِ

“Dulu dikatakan bahwa bulan Sya’ban adalah bulan para qurra’ (pembaca Al-Qur’an).” Begitu pula yang dilakukan oleh ‘Amr bin Qais rahimahullah apabila beliau memasuki bulan Sya’ban beliau menutup tokonya dan mengosongkan dirinya untuk membaca Al-Qur’an. (Lathaiful-Ma’arif libni Rajab Al-Hanbali, hlm. 138).

  1. Memperbanyak amalan Shalih.

Seluruh amalan shalih disunnahkan dikerjakan di setiap waktu. Untuk menghadapi bulan Ramadhan para ulama terdahulu membiasakan amalan-amalan shalih semenjak datangnya bulan Sya’ban , sehingga mereka sudah terlatih untuk menambahkan amalan-amalan mereka ketika di bulan Ramadhan. Abu Bakr Al-Balkhi rahimahullah pernah mengatakan:

شَهْرُ رَجَب شَهْرُ الزَّرْعِ، وَشَهْرُ شَعْبَانَ شَهْرُ سُقْيِ الزَّرْعِ، وَشَهْرُ رَمَضَانَ شَهْرُ حَصَادِ الزَّرْعِ

“Bulan Rajab adalah bulan menanam, bulan Sya’ban adalah bulan menyirami tanaman dan bulan Ramadhan adalah bulan memanen tanaman.” Dan dia juga mengatakan:

مَثَلُ شَهْرِ رَجَبٍ كَالرِّيْحِ، وَمَثُل شَعْبَانَ مَثَلُ الْغَيْمِ، وَمَثَلُ رَمَضَانَ مَثَلُ اْلمطَرِ، وَمَنْ لَمْ يَزْرَعْ وَيَغْرِسْ فِيْ رَجَبٍ، وَلَمْ يَسْقِ فِيْ شَعْبَانَ فَكَيْفَ يُرِيْدُ أَنْ يَحْصِدَ فِيْ رَمَضَانَ.

“Perumpamaan bulan Rajab adalah seperti angin, bulan Sya’ban seperti awan yang membawa hujan dan bulan Ramadhan seperti hujan. Barang siapa yang tidak menanam di bulan Rajab dan tidak menyiraminya di bulan Sya’ban bagaimana mungkin dia memanen hasilnya di bulan Ramadhan.”(Lathaiful-Ma’arif libni Rajab Al-Hanbali, hlm. 130).

  1. Menjauhi berbagai macam kesyirikan dan permusuhan antara kaum muslimin.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menyebutkan bahwa Allah subhanahu wa ta’ala akan mengampuni orang-orang yang tidak berbuat syirik dan orang-orang yang tidak memiliki permusuhan dengan saudara seagamanya. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

إِنَّ اللَّهَ لَيَطَّلِعُ فِي لَيْلَةِ النِّصْفِ مِنْ شَعْبَانَ, فَيَغْفِرُ لِجَمِيعِ خَلْقِهِ, إِلاَّ لِمُشْرِكٍ أَوْ مُشَاحِنٍ.

“Sesungguhnya Allah muncul di malam pertengahan bulan Sya’ban dan mengampuni seluruh makhluknya kecuali orang musyrik dan musyahin.” (HR Ibnu Majah no. 1390. Di-shahih-kan oleh Syaikh Al-Albani dalam Shahih Sunan Ibni Majah).

Musyahin adalah orang yang memiliki permusuhan dengan saudaranya. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga secara khusus tentang orang yang memiliki permusuhan dengan saudara seagamanya:

تُفْتَحُ أَبْوَابُ الْجَنَّةِ يَوْمَ الاِثْنَيْنِ وَيَوْمَ الْخَمِيسِ فَيُغْفَرُ لِكُلِّ عَبْدٍ لاَ يُشْرِكُ بِاللَّهِ شَيْئًا إِلاَّ رَجُلاً كَانَتْ بَيْنَهُ وَبَيْنَ أَخِيهِ شَحْنَاءُ فَيُقَالُ أَنْظِرُوا هَذَيْنِ حَتَّى يَصْطَلِحَا أَنْظِرُوا هَذَيْنِ حَتَّى يَصْطَلِحَا أَنْظِرُوا هَذَيْنِ حَتَّى يَصْطَلِحَا.

“Pintu-pintu surga dibuka setiap hari Senin dan Kamis dan akan diampuni seluruh hamba kecuali orang yang berbuat syirik kepada Allah, dikecualikan lagi orang yang memiliki permusuhan antara dia dengan saudaranya. Kemudian dikatakan, ‘Tangguhkanlah kedua orang ini sampai keduanya berdamai. Tangguhkanlah kedua orang ini sampai keduanya berdamai. Tangguhkanlah kedua orang ini sampai keduanya berdamai’” (HR Muslim no. 2565/6544).

Oleh karena itu sudah sepantasnya kita menjauhi segala bentuk kesyirikan baik yang kecil maupun yang besar, begitu juga kita menjauhi segala bentuk permusuhan dengan teman-teman muslim kita.

 

PENYIMPANGAN-PENYIMPANGAN DI BULAN SYA’BAN

            Jika seorang muslim mengikuti sunnah Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam maka sudah cukup baginya untuk mengamalkan apa yang beliau contohkan, tanpa perlu mengikuti tradisi, kebiasan dan budaya yang dilakukan masyarakat, walaupun hal itu dianggap baik, mana kala berkaitan dengan ibadah maka kita mencukupkan diri dengan apa yang Nabi contohkan. Karena orang yang mengikuti sunnah Nabi sudah dipastikan ia akan menjauhkan diri dari perkara-perkara yang bid’ah atau menyimpang. Berikut perkara-perkara yang menyimpang di bulan Sya’ban :

  1. Keyakinan bahwa ajal, umur, dan rizki manusia dintentukan pada bulan Sya’ban.
  2. Keyakinan bahwa al-Qur’an ditutunkan pada malam Nisfu Sya’ban.
  3. Mengkhususkan Bulan Sya’ban untuk Ziarah Kubur. Ziarah kubur bisa dilakukan kapan saja, hanya saja jika dikhususkan di bulan tertentu, maka sebaiknya dihindari.
  4. Ritual Ruwahan yaitu mengadakan ritual kirim do’a bagi kerabat yang telah meninggal dunia dengan membaca surat Yasin dan tahilan..
  5. Ritual Nisfu Sya’ban dengan mengerjakan shalat al-Fiyah

 

Disusun oleh Abu Rufaydah Endang Hermawan

Cianjur, 28 Rajab 1439 H

 

Referensi :

  1. Lisanul Arab
  2. Fathul Baari.
  3. Shahih at-Targhib waTarhiib
  4. Lathaiful-Ma’arif libni Rajab Al-Hanbali
  5. Ritual Sunnah Setahun

Leave a Comment