TAFSIR SURAT AL-IKHLAS

Loading

TAFSIR SURAT AL-IKHLAS

Oleh Ust. Abu Rufaydah Hafidhohullah

 

MUQODDIMAN

Surat al-Ikhlas terletak setelah surat al-Masad yang membahas tentang Abu Lahab dan istrinya. Sebelumnya membahas tentang Surat al-Kaafirun bagaiman keteguhan sikap Nabi pada prinsip ubudiahnya kepada Allah. Buah dari ketauhidan itu adalah pertolongan Allah dan kemenangan, sehingga manusia masuk islam berbodnong-bondong. Kemudian surat al-Masad menjelaskan balasan bagi orang kafir. Adapun surat al-Ikhlas menjelaskan kepada kita agar menganal Allah dan beribadah kepada-Nya sebagaimana Nabi-Nya.

Allah Ta’ala berfirman,

قُلْ هُوَ اللَّهُ أَحَدٌ (1) اللَّهُ الصَّمَدُ (2) لَمْ يَلِدْ وَلَمْ يُولَدْ (3) وَلَمْ يَكُنْ لَهُ كُفُوًا أَحَدٌ (4

  1. Katakanlah: “Dia-lah Allah, Yang Maha Esa.
  2. Allah adalah Tuhan yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu.
  3. Dia tiada beranak dan tidak pula diperanakkan,
  4. dan tidak ada seorangpun yang setara dengan Dia”.

 

NAMA SURAT

  1. Secara Tauqifiyah nama ini dinamakan dengan surat al-Ikhlas dan surat قُلْ هُوَ اللَّهُ أَحَدٌ sebagaimana tertulis dalam mushaf-mushaf dan berdasarkan hadits yang diriwayatkan oleh Imam Muslim dari Sahabat Abu Darda’ radhiallahu anhu.
  2. Secara Ijtihad ulama menamakan surat ini dengan :
  3. surat al-Assaas sebagaiman para ulama tafsir dalam kitab mereka seperti ar-Razy, al-Alusy, Zamakhsyari, as-Sakhawy, as-Suyuti dan yang lainnya.
  4. Surat Tauhid oleh Ar-Razy, Ibnu Arab dan yang lainnya. Dinamakan dengan surat at-Tauhid karena membahas tentang makna tauhid.
  5. Surat ash-Shamad oleh Imam asr-Razy dan al-Alusy dalam tasfsirnya karena ada kata Ash-Shamad dalam surat tersebut

 

KEUTAMAN SURAT

Dari ‘Aisyah, beliau radhiyallahu ‘anha berkata,

 

أَنَّ النَّبِىَّ – صلى الله عليه وسلم – كَانَ إِذَا أَوَى إِلَى فِرَاشِهِ كُلَّ لَيْلَةٍ جَمَعَ كَفَّيْهِ ثُمَّ نَفَثَ فِيهِمَا فَقَرَأَ فِيهِمَا ( قُلْ هُوَ اللَّهُ أَحَدٌ ) وَ ( قُلْ أَعُوذُ بِرَبِّ الْفَلَقِ ) وَ ( قُلْ أَعُوذُ بِرَبِّ النَّاسِ ) ثُمَّ يَمْسَحُ بِهِمَا مَا اسْتَطَاعَ مِنْ جَسَدِهِ يَبْدَأُ بِهِمَا عَلَى رَأْسِهِ وَوَجْهِهِ وَمَا أَقْبَلَ مِنْ جَسَدِهِ يَفْعَلُ ذَلِكَ ثَلاَثَ مَرَّاتٍ

“Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam ketika berada di tempat tidur di setiap malam, beliau mengumpulkan kedua telapak tangannya lalu kedua telapak tangan tersebut ditiup dan dibacakan ’Qul huwallahu ahad’ (surat Al Ikhlash), ’Qul a’udzu birobbil falaq’ (surat Al Falaq) dan ’Qul a’udzu birobbin naas’ (surat An Naas). Kemudian beliau mengusapkan kedua telapak tangan tadi pada anggota tubuh yang mampu dijangkau dimulai dari kepala, wajah, dan tubuh bagian depan. Beliau melakukan yang demikian sebanyak tiga kali.” (HR. Bukhari no. 5017)

 

URUTAN SURAT

Surat ini merupakan surat Makiyyah dan termasuk surat Mufashol. Surat Al Ikhlas ini terdiri dari 4 ayat, surat ke 112, diturunkan setelah surat An Naas. (At Ta’rif bi Suratil Qur’anil Karim)

 

ASBABUN NUZUL

Surat ini turun sebagai jawaban kepada orang musyrik yang menanyakan pada Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam, ’Sebutkan nasab atau sifat Rabbmu pada kami?’. Maka Allah berfirman kepada Nabi Muhammad shallallahu ’alaihi wa sallam, ’Katakanlah kepada yang menanyakan tadi, … [lalu disebutkanlah surat ini]’(Aysarut Tafasir, 1502). Juga ada yang mengatakan bahwa surat ini turun sebagai jawaban pertanyaan dari orang-orang Yahudi (Jami’ul Bayan fi Ta’wilil Qur’an, At Ta’rif bi Suratil Qur’anil Karim, Tafsir Juz ‘Amma 292). Namun, Syaikh Muqbil mengatakan bahwa asbabun nuzul yang disebutkan di atas berasal dari riwayat yang dho’if (lemah) sebagaimana disebutkan dalam Shohih Al Musnad min Asbab An Nuzul.

 

TAFSIR

Tafsir Ayat Pertama

قُلْ هُوَ اللَّهُ أَحَدٌ (1)

  1. Katakanlah: “Dia-lah Allah, Yang Maha Esa.

Kata (قُلْ) –artinya katakanlah-. Perintah ini ditujukan kepada Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam dan juga umatnya.

Al Qurtubhi mengatakan bahwa (قُلْ هُوَ اللَّهُ أَحَدٌ) maknanya adalah :

الوَاحِدُ الوِتْرُ، الَّذِي لَا شَبِيْهَ لَهُ، وَلَا نَظِيْرَ وَلَا صَاحَبَةَ، وَلَا وَلَد وَلَا شَرِيْكَ

Al Wahid Al Witr (Maha Esa), tidak ada yang serupa dengan-Nya, tidak ada yang sebanding dengan-Nya, tidak memiliki istri ataupun anak, dan tidak ada sekutu baginya.

Asal kata dari (أَحَدٌ) adalah (وَحْدٌ), sebelumnya diawali dengan huruf ‘waw’ kemudian diganti ‘hamzah’. (Al Jaami’ liahkamil Qur’an, Adhwaul Bayan)

Syaikh Al Utsaimin mengatakan bahwa kalimat (اللَّهُ أَحَدٌ) –artinya Allah Maha Esa-, maknanya bahwa Allah itu Esa dalam keagungan dan kebesarannya, tidak ada yang serupa dengan-Nya, tidak ada sekutu bagi-Nya. (Tafsir Juz ‘Amma 292)

Tafsir Ayat Kedua

اللَّهُ الصَّمَدُ (2)

  1. Allah adalah Tuhan yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu.

Ibnul Jauziy dalam Zaadul Masiir mengatakan bahwa makna Ash Shomad ada empat pendapat:

Pertama, Ash Shomad bermakna:

أنه السيِّد الذي يُصْمَدُ إليه في الحوائج

Allah adalah As Sayid (penghulu), tempat makhluk menyandarkan segala hajat pada-Nya.

Kedua, Ash Shomad bermakna: أُنَّهُ الَّذِيْ لاَ جَوْفَ لَهُ Allah tidak memiliki rongga (perut).

Ketiga, Ash Shomad bermakna:  أَنَّهُ الدَّائِمُ Allah itu Maha Kekal.

Keempat, Ash Shomad bermakna الباقي بعد فناء الخلق  Allah itu tetap kekal setelah para makhluk binasa.

Dalam Tafsir Al Qur’an Al Azhim (Tafsir Ibnu Katsir) disebutkan beberapa perkataan ahli tafsir yakni sebagai berikut.

Dari ‘Ikrimah, dari Ibnu Abbas mengatakan bahwa maksud ayat ini adalah :

الَّذِي يَصْمُدُ الخَلَائِقُ إِلَيْهِ فِي حَوَائِجِهِمْ وَمَسَائِلِهِمْ

Seluruh makhluk bersandar/bergantung kepada-Nya dalam segala kebutuhan maupun permasalahan.

Ali bin Abi Tholhah dari Ibnu Abbas mengatakan mengenai

(اللَّهُ الصَّمَدُ) :

هُوَ السَيِّدُ الَّذِي قَدْ كَمُلَ فِي سُؤْدُدِهِ، وَالشَّرِيْفُ الَّذِي قَدْ كَمُلَ فِي شَرْفِهِ، وَالْعَظِيْمُ الَّذِي قَدْ كَمُلَ فِي عَظَمَتِهِ، وَالْحَلِيْمُ الّذِي قَدْ كَمُلَ فِي حِلْمِهِ، وَالْعَلِيْمُ الَّذِي قَدْ كَمُلَ فِي عِلْمِهِ، وَالْحَكِيْمُ الَّذِي قَدْ كَمُلَ فِي حِكْمَتِهِ وَهُوَ الَّذِي قَدْ كَمُلَ فِي أَنْوَاعِ الشَرَفِ وَالسُّؤْدُدِ، وَهُوَ الله سبحانه، هَذِهِ صِفَتِهِ لَا تَنْبَغِي إِلَّا لَهُ، لَيْسَ لَهُ كَفْءٌ، وَلَيْسَ كَمِثْلِهِ شَيْءٌ، سبحان الله الواحد القهار.

Dia-lah As Sayyid (Pemimpin) yang kekuasaan-Nya sempurna. Dia-lah Asy Syarif (Maha Mulia) yang kemuliaan-Nya sempurna. Dia-lah Al ‘Azhim (Maha Agung) yang keagungan-Nya sempurna. Dia-lah Al Halim (Maha Pemurah) yang kemurahan-Nya itu sempurna. Dia-lah Al ‘Alim (Maha Mengetahui) yang ilmu-Nya itu sempurna. Dia-lah Al Hakim (Maha Bijaksana) yang sempurna dalam hikmah (atau hukum-Nya). Allah-lah –Yang Maha Suci- yang Maha Sempurna dalam segala kemuliaan dan kekuasaan. Sifat-Nya ini tidak pantas kecuali bagi-Nya, tidak ada yang setara dengan-Nya, tidak ada yang semisal dengan-Nya. Maha Suci Allah Yang Maha Esa dan Maha Kuasa.

Tafsir Ayat Ketiga

لَمْ يَلِدْ وَلَمْ يُولَدْ (3)

  1. Dia tiada beranak dan tidak pula diperanakkan,

Kalimat (لَمْ يَلِدْ) sebagaimana dikatakan Maqotil  rahimahullah berkata Tidak beranak kemudian mendapat warisan.” Kalimat (وَلَمْ يُولَدْ) maksudnya adalah tidak disekutui. Demikian karena orang-orang musyrik Arab mengatakan bahwa Malaikat adalah anak perempuan Allah . Kaum Yahudi mengatakan bahwa ’Uzair adalah anak Allah. Sedangkan Nashoro mengatakan bahwa Al Masih (Isa, pen) adalah anak Allah. Dalam ayat ini, Allah meniadakan itu semua.” (Zadul Masiir)

Tafsir Ayat Keempat

وَلَمْ يَكُنْ لَهُ كُفُوًا أَحَدٌ (4

  1. dan tidak ada seorangpun yang setara dengan Dia”.

Maksudnya adalah tidak ada seorang pun sama dalam setiap sifat-sifat Allah. Jadi Allah meniadakan dari diri-Nya memiliki anak atau dilahirkan sehingga memiliki orang tua. Juga Allah meniadakan adanya yang semisal dengan-Nya. (Tafsir Juz ‘Amma 293)

Syaikh Abdurrahman bin Nashir As Sa’di mengatakan makna ayat: ”dan tidak ada seorangpun yang setara dengan Dia” yaitu tidak ada yang serupa (setara) dengan Allah dalam nama, sifat, dan perbuatan.

Ringkasnya, surat Al Ikhlash ini berisi penjelasan mengenai keesaan Allah serta kesempurnaan nama dan sifat-Nya.

Disadur dari tulisan Ust M. Abduh Tusikal di rumaysho.com dengan beberapa tambahan

Leave a Comment