RUMAH YANG PENUH DENGAN KETELADANAN
Allah berfirman;
وَالْبَلَدُ الطَّيِّبُ يَخْرُجُ نَبَاتُهُ بِإِذْنِ رَبِّهِ ۖ وَالَّذِي خَبُثَ لَا يَخْرُجُ إِلَّا نَكِدًا ۚ كَذَٰلِكَ نُصَرِّفُ الْآيَاتِ لِقَوْمٍ يَشْكُرُونَ
“Dan tanah yang baik, tanaman-tanamannya akan tumbuh subur dengan izin Tuhannya, sedangkan tanah yang buruk, maka tanaman-tanamannya akan tumbuh merana”. (QS. Al-Anfal 7 : 58).
Perhatikan ayat diatas bagaimana Allah membuat sebuah analogi sederhana, mudah untuk dipahami oleh setiap orang yang membaca al-Qur’an. Jika suatu tumbuhan dapat dihasilkan dari tanah yang baik, maka begitupun dengan anak yang baik dilahirkan dari orang tua yang baik pula. Sebaliknya tumbuhan yang buruk adalah hasil dari tanah yang tidak subur.
Dr. Sa’ad Riyadh mengatakan dalam kitabnya Kaefa Nuhabbib al-Qur’an Li Abnaaana ; “Rumah merupakan tempat awal seorang anak mendapatkan asuhan dan gizi makanan, sehingga dia tumbuh dan berkembang menjadi dewasa. Jika dirumah telah terjadi tempat asuhan yang baik, maka bisa diharapkan pula darinya akan tumbuh sebuah tanaman yang baik dan menghasilkan buah yang baik pula. Namun jika dia tumbuh dalam lingkungan yang buruk yang dipenuhi dengan berbagai kerusakan dan virus yang merusak, maka bisa dipastikan dia pun akan terkena bahaya keburukannya. Bahkan, bisa lebih parah dari penyakit-penyakit yang berada di lingkungan itu pun akan menular kepada siapa saja yang mencoba mendekat kepadanya.
Pilar utama pendidikan anak adalah rumahnya, rumah berperan sangat penting untuk keberlangsungan pendidikan anak-anak. Peran orang tua sangat menentukan masa depan anak-anak. Kerjasama keduanya dalam pendidikan buah hatinya akan berdampak baik di masa yang akan datang. Salah satu dari keduanya tidak berfungsi, maka akan berdampai buruk pada anaknya. Rumah bagian pendidikan yang mudah dikendalikan oleh orang tua. Karena sekolah dan lingkungan sulit untuk dikontrol dan diperbaiki.
Peranan penting rumah lainnya bagi pendidikan anak tampak jelas ketika kita tahu bahwa masa kanak-kanak bagi manusia lebih panjang dari semua masa kanak-kanak makhluk hidup lainnya. Selain itu masa kanak-kanak manusia memiliki kekhususan, berupa fleksibelitas, kepolosan, dan fitrah. Disamping itu, masanya cukup lama, sehingga pendidikan dapat menanamkan apa yang diinginkannya terhadap anak selama periode panjang tersebut. Ia dapat mengarahkan anak sesuai dengan gambaran yang telah dirancanakan, dan dapat mengidentifikasi potensi-potensinya, sehingga dapat mengarahkannya sesuai dengan apa yang bermanfaat baginya. (Muhammad Nur Suwaid dalam kitabnya Manhaj At Tarbiyah An Nabawiyah li Thifl, hal. 79).
Hal yang pertama yang harus tertanam pada diri anak adalah kecintaan mereka kepada al-Qur’an. Karena al-Qur’an kelak akan menjadi darah dan dagingnya. Untuk itulah, jika anda ingin sang anak memiliki rasa cinta terhadap al-Qur’an maka jadikanlah rumah anda sebagai Qudwah (teladan) yang baik bagi siapa pun yang ingin berinteraksi dengan al-Qur’an. Seperti adanya penghormatan yang tinggi terhadap al-Qur’an, atau tatkala dibacakan di dalamnya hendaknya dengan suara yang indah dan tenang (tartil) dan jangan sampai dengan suara yang tinggi melebihi kebutuhan pendengarnya, yang hal itu bisa menganggu orang lain.
Sungguh, jika kita mendapati berbagai perilaku yang menyimpang dari al-Qur’an, maka saya yakin bahwa kita pun akan mendapati hal itu juga di rumahnya tanpa ada kemantapan dan keteguhan dalam mengaplikasikan perintah-perintah al-Qur’an, yang hal itu akan menyebabkan berbagai macam persoalan dalam diri seorang anak di kemudan hari.
Dr. Sa’ad Riyadh melanjutkan bahwa dalam persoalan ini ada beberapa tipe kondisi rumah, di antaranya :
- Adalah rumah yang sama sekali tidak mencurahkan perhatian terhadap al-Qur’an dan tidak pernah pula dibacakan al-Qur’an di dalamnya. Tetapi para penghuninya mempunyai prinsip bahwa menjadikan anak hafal al-Qur’an merupakan perkara yang begitu penting bagi mereka. Sehingga mereka pun antusias untuk mengikutkan anak-anak mereka dalam halaqoh-halaqoh al-Qur’an dengan harapan mereka bisa menghafal al-Qur’an serta mempelajarinya. Namun sayang, justru mereka sendiri yang melupakan hal-hal yang mulia tersebut, sehingga rumah mereka tidak bisa dijadikan teladan yang baik dalam menanamkan kecintaan dan keterikatan anak terhadap al-Qur’an.
- Adalah rumah yang mengalami kesulitan dalam mendapatkan ajaran-ajaran islam, yang hanya mempelajari sebagian syariat tertentu saja dengan ambisius dan disertai fanatisme. Sehingga, mengakibatkan hubungan di antara penghuninya diliputi ketegangan dan emosi yang berlebihan, yang kemudian menyebar dan menghinggapi rumah tersebut serta terbawa pula dalam sikap hidup anak-anak. Ditambah lagi sikap orang tua yang begitu panatik terhadap sistem yang mereka terapkan dalam pendidikan anak-anak. Padahal, sebenarnya tidak cocok dengan perkembangan kamampuan dan bakat anak. Maka, mencullah sejumlah persoalan yang menghalangi upaya mereka dalam menambahkan rasa cinta dalam hati anak terhadap al-Qur’an.
- Adalah rumah yang melupakan al-Qur’an, maka pantaslah jika al-Qur’an melupakannya. Kemudian mencari penggantinya, seperti nyanyian dan musik yang tanpa disadari dengan daya pikatnya mammpu menenamkan dalam diri anak-anak untuk menyukainya. Bahkan, kelak menjadikan mereka sebagai duta-duta yang selalu siap mengusung risalah mungkar tersebut kemudian menyebarkannya di antara teman-teman dan orang-orang di sekitarnya. Sehingga rumah tersebut dipenuhi dengan contoh-contoh jelek yang bisa menghalangi kecintaan terhadap al-Qur’an ke dalam jiwa orang lain.
- Adalah rumah yang baik. Indah, nan sejuk yang senantiasa mencintai al-Qur’an, mengamalkannya serta menterjemahkan rasa cintanya tersebut dalam sikap dan perilaku. Seakan-akan al-Qur’an hidup dan menyatu di tengah-tengah aktivitas meraka, seperti kasih sayang dan ketentraman jiwa. Sehingga anak-anak bisa merasakan bahwa al-Qur’an benar-benar memiliki kelebihan dan pranan yang begitu besar dalam pembentukan sikap dan perilaku yang baik, khususnya dalam memenuhi kepuasan-kepuasan batin yang sangat mereka perlukan. Dengan demikian anak-anak pun tumbuh dan berkembang di atas kecintaan terhadap al-Qur’an.
Kita bisa menilai sendiri tipe rumah kita yang mana, jika kita menyadari kelemahan pada diri kita dan rumah kita, maka memohonlah kepada Allah agar Allah memberikan kepada kita kekuatan untuk menjalankan perintahnya dan menjauhi larangannya, menjadikan anak-anak kita yang cinta al-Qur’an. Tanpa itu semua maka apalah arti usaha tanpa do’a dan apalah guna do’a tanpa usaha.
Cianjur, 28 Muharrom 1441 H
Abu Rufaydah