PINTAR TAPI BODOH

Loading


PINTAR TAPI BODOH
Oleh Abu Rufaydah

Saudaraku semoga Allah merahmati kita. Jika ada anak kita yang ahli bidang teknologi, ahli bidang kesehatan, ahli bidang dunia lainnya. Otomatis kita sebagai orang tua merasa bangga dengan capaian yang mereka dapatkan. Karena jaminan pekerjaan dunia telah nampak di pelopak mata. Semua menawarkan berbagai macam keindahan. Seolah dunia ada dalam genggaman tangannya. Maka orang tua mana yang tidak bangga dengan semua ini?

Terlebih di tengah masyarakat terpandang sebagai pejabat. Berbagai macam pujian dan harapan melekat pada diri mereka. Namun, saudaraku yang dirahmati Allah. Apa guna semua yang kita banggakan dari keahlian dan prestasi anak-anak kita dalam bidang dunia, jika mereka bodoh dalam perkara agama dan akhirat. Wal Iyyadzu billah.

Rasulullah shallallahu’alaihiwasallam bersabda,

إِنَّ اللهَ تَعَالىَ يُبْغِضُ كُلَّ عَالِمٍ بِالدُّنْيَا جَاهِلٍ بِالْآخِرَة

“Sesungguhnya Allah ta’ala membenci orang yang pandai dalam urusan dunia namun bodoh dalam perkara akherat”. (HR. Al-Hakim ,dishahihkan oleh al-Albani)

Dia pakar dalam bidang tertentu, bahkan sampai menyandang gelar profesor. Apa gunanya semua gelar akademik yang dia miliki dan prestasi yang dia dapatkan jika ia tidak paham makna tauhid, tidak tahu tata cara shalat dan cara beragama yang benar. Maka semua itu menjadi musibah yang harus kita perbaiki sebelum penyesalan tiada guna di hari kiamat kelak. Padahal dunia hanya sementara sekali, ibaratnya orang yang melakukan perjalan panjang, kemudian istirahat sebentar kemudian melanjutkan perjalanan lagi.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَا لِى وَ مَا لِلدُّنْيَا مَا أَنَا فِى الدُّنْيَا إِلاَّ كَرَاكِبٍ اسْتَظَلَّ تَحْتَ شَجَرَةٍ ثُمَّ رَاحَوَ تَرَكَهَا

“Apa peduliku dengan dunia?! Tidaklah aku tinggal di dunia melainkan seperti musafir yang berteduh di bawah pohon dan beristirahat, lalu musafir tersebut meninggalkannya.” (HR. Ahmad, I/391, 441; at-Tirmidzi, no. 2377; Ibnu Mâjah, no. 4109; dan al-Hâkim, IV/310)

Maka jadikanlah agama dan akhirat menjadi prioritas utama dalam kehidupan kita. Belajar ilmu dunia bukan suatu hal yang tercela, namun akan tercela jika ia pintar ilmu dunia namun bodoh ilmu akhirat. Perhatikanlah kisah-kisah dalam al-Qurán ketika ilmu agama menjadi landasan hidupnya. Menjadi apapun dia di masa yang akan datang maka ia akan jadikan ilmu sebagai pondasi hidupnya.

Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda :
Barangsiapa tujuan hidupnya adalah dunia, maka Allâh akan mencerai-beraikan urusannya, menjadikan kefakiran di kedua pelupuk matanya,dan ia mendapat dunia menurut apa yang telah ditetapkan baginya. Dan barangsiapa yang niat (tujuan) hidupnya adalah negeri akhirat, Allâh akan mengumpulkan urusannya, menjadikan kekayaan di hatinya, dan dunia akan mendatanginya dalam keadaan hina. (HR. Ahmad, V/183; Ibnu Mâjah, no. 4105; Ibnu Hibbân, no. 72–Mawâriduzh Zham’ân, dan Al-Baihaqi, VII/288).

Hadits di atas mengajarkan kepada kita bahwa akhirat harus menjadi prioritas utama dalam kehidupan dunia, dan semua itu tidak akan bisa diraih kecuali dengan mendalami ilmu agama. Ketika ilmu agama tidak dijadikan pijakan hidupnya maka ia akan menghalakan segala cara untuk meraih kekayaan, kekuasaan dan kejayaan. Karena itu tidak ada doá yang sering Nabi munajatkan pada waktu pagi melainkan memohon ilmu yang bermanfaat kepada Allah yang dengannya akan berdampak kepada harta dan amalan yang diterima.

اَللَّهُمَّ إِنِّي أَسْأَلُكَ عِلْماً نَافِعاً، وَرِزْقاً طَيِّباً، وَعَمَلاً مُتَقَبَّلاً
“Ya Allah, sesungguhnya aku memohon kepada-Mu ilmu yang bermanfaat, rezeki yang baik dan amal yang diterima“. (HR. Ahmad, Ibnu Majah dan Ibnu as-Sunni)

Dan juga Nabi Shalallahu Alaihi Wasallam berdoa, dengan doa:

اللَّهُمَّ انْفَعْنِي بِمَا عَلَّمْتَنِي, وَعَلِّمْنِيْ مَايَنْفَعُنِيْ, وَ زِدْنِيْ عِلْمًا

“Ya Allah, berilah manfaat kepadaku dengan apa-apa yang Engkau ajarkan kepadaku, dan ajarkanlah aku apa-apa yang bermanfaat bagiku, Dan tambahkanlah ilmu kepadaku.”

Leave a Comment