Ortu Adalah Guru
Al Imam Al Khathib al Baghdadi rahimahullah dalam kitab Al Faqiih al Mutafaqqih memberi bab dengan judul “Bab tentang Pengajaran seseorang kepada Anak dan Istrinya berserta Budaknya.” Lalu ia membawakan beberapa riwayat di antaranya, bahwa Ibnu Umar pernah berkata kepada seseorang, “Ajarlah anakmu; karena engkau bertanggung jawab atas anakmu terhadap apa yang telah engkau ajarkan kepadanya, sementara dia akan bertanggung jawab atasmu terhadap kebaktian dan ketaatannya kepadamu.”
Abu Hurairah radhiallahu anhu berkata :
أخذ الحسن بن علي رضي الله عنهما تمرة من تمر الصدقة فجعلها في فيه فقال النبي صلى الله عليه وسلم: كخ كخ ليطرحها ثم قال أما شعرت أنا لا نأكل الصدقة. متفق عليه
“Al Hasan bin Ali rodhiallahu ‘anhuma mengambil sebiji kurma dari kurma shadaqah (zakat), kemudian ia memasukkannya ke dalam mulut (hendak memakannya) maka Nabi shollallahu ‘alaihi wa sallam bersabda kepadanya: ‘Kakh, kakh,’ agar ia mencampakkannya, kemudian beliau bersabda kepadanya, ‘Tidakkah engkau sadar bahwa kita tidak (halal) memakan shadaqah?’” (Muttafaqun ‘alaih)
Al Hafidh Ibnu Hajar rahimahullah menyebutkan beberapa faidah dari hadits in. Di antaranya, boleh hukumnya memasukkan anak kecil ke dalam masjid, untuk mengajari dan membimbing mereka, serta melarang mereka dari memakan makanan yang haram, walaupun mereka belum mencapai usia baligh, dengan tujuan untuk melatih mereka. (Fathul Baari, 2/414).
Di dalam kitab Sunan Ibnu Majah, beliau menyebutkan sebuah hadits yang panjang tentang Dajjal, ia berkata, “Aku pernah mendengar bahwa Abu Al Hasan Ath Thanafusi berkata, ‘Aku pernah mendengar Abdurrahman Al Muharobi berkata, ‘Sudah sepatutnya hadits ini (hadits tentang al Hasan di atas) disampaikan kepada para pendidik (guru dan ortu), hingga dapat diajarkan kepada anak-anak didik mereka di dalam kelas. (Sunan Ibnu Majah, 2/1362).
Pendidikan anak adalah tanggungjawab orang tua. Maka sebelum anak dididik oleh orang lain, hendaknya orang tua menjadi guru pertamanya. Dan jangan serahkan pendidikan anak sepenuhnya kepada orang lain, tanpa ada pengawasan dari orang tua. Lihatlah bagaimana anak wanita dari Sa’id bin Musayyib Rahimahullah ia menguasai ilmu ayahnya saat ia dinikahkan dengan Ibnu Abi Wada’ah, atau Abdullah anak dari Imam Ahmad bin Hanbal Rahimahullah yang belajar kepadanya tentang agama. Jika alasan kita tidak mampu mengari anak disebabkan minimnya ilmu agama yang kita miliki, maka mulai saat ini belajarlah kembali, karena tidak ada kata terlambat dalam belajar.
Ya Rabb kami, anugrahkanlah kepada kami isteri-isteri kami dan keturunan kami sebagai penyenang hati (kami), dan jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang bertakwa” (QS. Al Furqon: 74).
📝 Abu Rufaydah Endang Hermawan Unib