KAPAN NIAT PUASA RAMADHAN ?

Loading

KAPAN NIAT PUASA RAMADHAN ?

وَعَنْ حَفْصَةَ أُمِّ الْمُؤْمِنِينَ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ : { مَنْ لَمْ يُبَيِّتْ الصِّيَامَ قَبْلَ الْفَجْرِ فَلَا صِيَامَ لَهُ } رَوَاهُ الْخَمْسَةُ ، وَمَالَ التِّرْمِذِيُّ وَالنَّسَائِيُّ إلَى تَرْجِيحِ وَقْفِهِ ، وَصَحَّحَهُ مَرْفُوعًا ابْنُ خُزَيْمَةَ وَابْنُ حِبَّانَ – وَلِلدَّارَقُطْنِيِّ { لَا صِيَامَ لِمَنْ لَمْ يَفْرِضْهُ مِنْ اللَّيْلِ }

Dari Hafshoh Ummul Mukminin bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata, “Barangsiapa yang tidak berniat di malam hari sebelum fajar, maka tidak ada puasa untuknya.” (Hadits ini dikeluarkan oleh yang lima, yaitu Abu Daud, Tirmidzi, An Nasai dan Ibnu Majah. An Nasai dan Tirmidzi berpendapat bahwa hadits ini mauquf, hanya sampai pada sahabat (perkataan sahabat). Ibnu Khuzaimah dan Ibnu Hibbah menshahihkan haditsnya jika marfu’ yaitu sampai pada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Dalam riwayat Ad Daruquthni disebutkan, “Tidak ada puasa bagi yang tidak berniat ketika malam hari.”

FAIDAH HADITS DI ATAS

  1. Seseorang akan mendapatkan pahala sesuai dengan yang ia niatkan.
  2. Puasa wajib harus di awali dengan niat. (Taudhihul Ahkam, II/518).
  3. Niat sebagai pembeda antara ibadah satu dengan ibadah yang lain.
  4. Niat letaknya dalam hati, dan tidak perlu dilafahkan, berbeda dengan niat dalam berhaji.

Muhammad Al Hishni rahimahullah  berkata,

لاَ يَصِحُّ الصَّوْمَ إِلَّا بِالنِّيةِ لِلخَبَرِ، َومَحَلُّهَا القَلْبُ، وَلاَ يُشْتَرَطُ النُّطْقُ بِهَا بَلاَ خلِاَفٍ

“Puasa tidaklah sah kecuali dengan niat karena ada hadits yang mengharuskan hal ini. Letak niat adalah di dalam hati dan tidak disyaratkan dilafazhkan.”(Kifayatul Akhyar, hal. 248).

  1. Amalan kecil bisa menjadi besar karena niat, begitupun sebaliknya.
  2. At Tabyiit, yaitu berniat di malam hari (sebelum Shubuh). (Ithaf al-Kiraam, 193)
  3. Yang tidak melakukan niat di malam hari ketika melaksanakan puasa wajib, puasanya tidak sah. Adapun puasa sunnah akan dibahas pada hadits berikutnya.
  4. Niat puasa wajib seperti Ramadhan mesti dilakukan di malam hari, yaitu cukup mendapati niat pada sebagian malam kata Ash Shon’ani dalam Subulus Salam dan Syaikh ‘Abdullah Al Fauzan dalam Minhatul ‘Allam. Sedangkan Syaikh Muhammad bin Sholih Al ‘Utsaimin mengatakan bahwa seandainya akhir malam pun masih bisa digunakan untuk berniat, asalkan sebelum fajar (Shubuh).
  5. Adapun waktu malam di mulai dari waktu Maghrib. Sebagai tanda seseorang sudah dikatakan berniat adalah ia bangun makan sahur karena sudah terbetik hatinya untuk puasa. Begitu pula jika seseorang sudah mempersiapkan makan sahur, meski akhirnya tidak bangun makan sahur, maka sudah dikatakan pula berniat.
  6. Niat puasa mesti dilakukan berulang pada setiap malamnya karena puasa setiap harinya adalah puasa yang berdiri sendiri. Inilah pendapat jumhur ulama seperti Abu Hanifah, Syafi’i dan Ahmad. Dalil mereka adalah hadits yang kita bawakan kali ini. Sehingga jika ada yang tidur setelah ‘Ashar dan baru bangun setelah terbit fajar shubuh keesokan harinya, maka puasanya tidak sah karena ia tidak ada niat di malam hari.

Referensi:

  1. Bulughul Maram
  2. Taudhihul Ahkam
  3. Subulus Salam
  4. Fathu Dzil Jalali wal Ikrom bi Syarh Bulughil Marom
  5. Minhatul ‘Allam fii Syarh Bulughil Marom,
  6. Kifayatul Akhyar.

Leave a Comment