HUKUM PUASA TANGGAL 30 SYA’BAN

Loading

HUKUM PUASA TANGGAL 30 SYA’BAN
Oleh Abu Rufaydah


Dari Amar bin Yasir radhiallahu anhu berkata :

مَنْ صَامَ يَوْمَ الشَّكِّ فَقَدْ عَصَى أَبَا القَاسِمِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ

Siapa yang puasa pada hari syak maka dia telah bermaksiat kepada Abul Qosim (Nabi Muhammad) shallallahu ‘alaihi wa sallam” (HR. Bukhari secara Muallaq, 3/27).

Al-Hafidz Ibnu Hajar al-Asqolani rahimahullah mengatakan,

اُسْتُدِلَّ بِهِ عِلَى تَحْرِيْمِ صَوْمِ يَوم الشَكِّ لِأَنَّ الصَحَابِي لَا يَقُولُ ذَلِكَ مِنْ قِبَلِ رَأْيِهِ فَيَكُونُ مِنْ قُبَيْلِ الْمَرْفُوعِ

“Hadis ini dijadikan dalil haramnya puasa pada hari syak. Karena sahabat Ammar tidak mungkin mengatakan demikian dari pendapat pribadinya, sehingga dihukumi sebagaimana hadist marfu’ (sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam). (Fathul Bari, 4/120).

FAIDAH HADITS

  1. Hari syak adalah tanggal 30 Sya’ban, hasil dari penggenapan bulan Sya’ban, karena hilal tidak terlihat. Baik karena mendung atau karena cuaca yang kurang baik. (As-Syarhul Mumthi’, 6/478).
  2. Imam An-Nawawi rahimahullah mengatakan,

يَوْمُ الشَكِّ هُوَ يَوْمُ الثَلَاثِيْنَ مْنْ شَعْبَان إِذَا وَقَعَ فِي أَلْسِنَةِ النَّاسٍ إٍنَّهُ رؤى ولم يقل عدل إنه رآه

Hari Syak adalah tanggal 30 sya’ban, dimana banyak orang membicarakan bahwa hilal sudah terlihat, padahal tidak ada satupun saksi yang adil, dirinya telah melihat. (al-Majmu’, 6/401).

  1. Ketika Hilal tidak terlihat karena faktor cuaca. Sehingga manusia tidak bisa memastikan apakah hilal telah terbit ataukah belum. Maka Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan untuk menggenapkan bulan sya’ban menjadi 30 hari.

Dari  Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

صُومُوا لِرُؤْيَتِهِ وَأَفْطِرُوا لِرُؤْيَتِهِ، فَإِنْ غُبِّيَ عَلَيْكُمْ فَأَكْمِلُوا عِدَّةَ شَعْبَانَ ثَلاَثِينَ

Berpuasalah karena melihat hilal dan berhari rayalah karena melihat hilal. Jika tertutup maka sempurnakanlah sya’ban menjadi 30 hari (HR. Bukhari 1909, Nasai 2140, dan yang lainnya).

  1. Karena tidak jelas, maka hari itu statusnya meragukan. Sementara Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengkaitkan kewajiban puasa ramadhan dengan melihat hilal. Inilah yang menjadi alasan, mengapa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang puasa di hari syak.
  2. Ulama berbeda pendapat tentang hukum puasa syak. Sebagian ulama menilai makruh dan banyak diantara mereka yang mengatakan hukumnya haram.
  3. Ulama berbeda pendapat tentang maksud dilarang melakukan puasa pada hari syak. Sebagian mengatakan, larangan ini puasa syak jika diniatkan untuk puasa ramadhan, namun jika dia niatkan untuk puasa sya’ban maka itu diperbolehkan. Sementara ulama lain menegaskan, tidak boleh melaksanakan puasa pada hari syak, baik puasa wajib maupun puasa sunah, karena ada larangan dalam hal ini. sehingga hari itu menjadi pemisah antara sya’ban dengan ramadhan. (Ma’alim As-Sunan, 2/99).
  4. Ibnul Mundzir menukil keterangan dari para sahabat yang melarang puasa pada hari syak, diantaranya Umar bin Khatab, Ali bin Abi Thalib, Ibnu Abbas, Ibnu Mas’ud, Ammar bin Yasir, Hudzaifah, Anas bin Malik, dan Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhum. Inilah pendapat Syafiiyah dan yang dipilih oleh Ibnul Mundzir dan Ibn Hazm. Dalilnya adalah hadits yang kita bahasa pada bab ini.
  5. Adapun pendapat kedua membolehkan. Berdalil dengan hadits Imran ibn Hushain radhiallahu anhu dan hadits dari Aisyah radhiallahu anha yang menyebutkan bahwa Rasulullah menyambung puasa Sya’ban dengan puasa ramdahan dan hadits ini dishahihkan oleh Syaikh al-Albani
  6. Adapun pendapat yang Rajih dari dua pendapat di atas adalah pendapat jumhur ulama yang mengharamkan puasa pada hari Syak. Wallahu A’lam
  7. Abu Qosim adalah Kunyah Nabi Muhammad yang tidak boleh bagi selainnya memiliki kunyah seperti beliau, adapun namanya boleh digunakan.

Baca juga LARANGAN MENDAHULUI RAMADHAN DENGAN PUASA

Disusun oleh Ust. Abu Rufaydah

Jakarta, 2 Sya’ban 1439 H / 18 April 2018

Leave a Comment