HUKUM BERBEKAM KETIKA SHAUM
Oleh Ustadz M. Iqbal Rahmatullah, Lc (Mudir Ma’had Abdullah bin Abbas Cianjur)
الحمد لله والصلاة والسلام على رسول الله
Berkaitan hukum berbekam ketika shaum para ulama bahkan para shahabat berbeda pendapat tentang batal dan tidaknya. Yang berpendapat membatalkan adalah Ali, Atha, al-Auza’i, Ahmad, Ishaq dan Abu Tsaur. Yang berpendapat tidak membatalkan adalah jumhur (mayoritas) ulama, termasuk Imam Syafi’i, Bukhary, Ibnu Abdil Barr dan Ibnu Hazm.
Dalil pendapat membatalkan adalah hadits dari Hasan:
أَفطَرَ الحَاجِمُ وَالمَحجُومُ.
“Yang membekam dan yang dibekam berbuka.”[1]
Adapun dalil pendapat yang tidak membatalkan adalah:
أَفطَرَ النَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم وَهُوَ مُحرِمٌ، وَاحتَجَمَ وَهُوَ صَائّمٌ.
Nabi shalallahu alaihi wa salam berbuka dalam keadaan ihram, dan berbekam dalam keadaan shaum.[2]
Yang kuat adalah bahwa berbekam ketika shaum tidak membatalkan, dengan beberapa argumen:
- Hadits Ibnu Abbas terjadi pada tahun 10 H ketika haji wada, sementara hadits Hasan pada tahun 8 H, menunjukkan bahwa hadits Ibnu Abbas me-nasakh (menghapus hukum) hadits Hasan.
- Yang membatalkan shaum adalah yang dimasukan ke badan, bukan yang dikeluarkan, sebagaimana dikatakan oleh Ibnu Abbas dan Imam asy-Syafi’i.
- Dalam sebagian riwayat Ibnu Abi Syaibah pada hadits tentang Nabi menyuruh berbuka bagi yang membekam dan yang dibekam; disebutkan alasannya, yaitu khawatir lemas, sehingga menyebabkan shaum menjadi batal, bukan karena berbekam langsung membatalkan.
Kesimpulannya bahwa berbekam tidak membatalkan shaum, meski sebaiknya dihindari jika orang yang berbekam akan mendapatkan dirinya lemas ketika dibekam.[3]
وصلى الله وسلم على نبينا محمد وعلى آله وصحبه أجمعين.
[1] Riwayat Bukhary dengan sighat tamridh Bab 32/ Kitabush Shaum.
[2] Riwayat Bukhary (1938) dari Ibnu Abbas
[3] Lihat: Fat-hul Bary 4/ 221 – 227/ H: 1938/ cet. Darus Salam