BERAWAL DARI WANITA

 5,829 total views,  2 views today

BERAWAL DARI WANITA
Oleh Abu Rufaydah

Melihat betapa urgennya peran wanita di segala sisi (baca URGENSI PERAN WANITA) karena itu islam memiliki perhatian yang sangat besar bagi wanita. Mulai sejak kanak-kanak, dewasa menjadi istri dan memainkan peran sebagai ibu. Tahapan demi tahapan tidak luput dari perhatian islam kepada wanita. Islam datang dengan segudang solusi dari wanita, karena itu ketika wanita jauh dari tuntunan agama islam ia akan kembali kepada kehinaan fase awal.

Dr. Khalid Ahmad Syantut rahimahullah berkata; “Saya perhatikan di beberapa Negara yang berada dibawah penindasan kolonialisme dalam waktu yang lama, mereka (para penjajah) lebih terfokus untuk merusak wanita daripada merusak pria, berangkat dari kesadaran mereka tentang pentingnya peran wanita dalam masyarakat. Selain itu keluarnya wanita dari rumah untuk bekerja bukanlah suatu kebetulan belaka, tetapi merupakan hasil rancangan kaum kapitalis yang dikendalikan oleh Yahudi yang bertujuan menghancurkan keluarga.”  (Dr. Khaid Ahmad Asy-Syantut, Tarbiyatul Banaat Fii Baitil Muslim, hal. 14-15).

Mereka menyadari besarnya peran yang dimainkan wanita dalam keluarga.  Sehingga mereka menggunakan berbagai macam cara agar wanita keluar dari lingkaran fitrahnya. Disadari atau tidak visi dan misi mereka sudah sukses mereka jalankan. Ketika kerusakan wanita terjadi dalam suatu keluarga,  maka hal itu berakibat pada anaknya dan suaminya. Dari kerusakan keluarga beranjak pada kerusakan masyarakat, pada akhirnya kerusakan itu terjadi kepada Negara.

Disisi lain ketika wanita berada di jalan agama yang benar, maka kita akan dapati hasilnya yang sangat besar. Lihatlah bagaimana peran istri-istri Nabi dan para sahabat yang merubah peradaban jahiliyah menjadi peradaban iman dan ilmu. Semua berawal dari wanita yang beriman kepada Allah, membenarkan Nabinya dan taat kepada suaminya. Maka dari rahim-rahim mereka lahir Abdullah bin Umar, Abdullah bin Abbas, Abdullah bin Masúd, Abdullah bin Amr bin Ash dan sehabat mulia lainnya.

“Seorang anak yang rusak masih bisa menjadi baik asal ia pernah mendapatkan pengasuhan seorang ibu yang baik. Sebaliknya, seorang ibu yang rusak akhlaknya, hanya akan melahirkan generasi yang rusak pula akhlaknya. Itulah mengapa yang dihancurkan pertama kali oleh Yahudi adalah wanita.”

“Islam memperhatikan pria dan wanita karena mereka akan menjadi ibu-bapak produk baru. Tetapi Islam lebih memperhatikan wanita, karena wanitalah pembangun hakiki dari generasi. Sedangkan ayah baru menyusul kemudian. Mungkin ayah yang akan mendidik tapi itu nanti sesudah peranan sang ibu. Itulah sebabnya Islam mengusahakan terjaminnya belanja hidup sang ibu, agar ia tidak usah bekerja di luar rumah.”

“Islam tidak menyukai wanita dilelahkan syarafnya dengan bekerja memeras tenaga. Wanita yang bekerja pulang ke rumah sudah dalam keadaan lelah seperti halnya si pria sendiri. Syarafnya tegang dan otot kaku. Lalu timbullah pergeseran-pergesaran tegang antara dia dengan suaminya. Kedua-duanya tidak mau mengalah. Anak-anaknya pun lalu merasa tidak punya ibu. Yang terasa oleh mereka adalah mereka punya dua ayah, yang sama-sama pria.”

“Dalam anggapan Islam, wanita bukanlah sekadar sarana untuk melahirkan, mengasuh, dan menyusui. Kalau hanya sekedar begitu, Islam tidak perlu bersusah payah mendidik, mengajar, menguatkan iman, dan menyediakan jaminan hidup, jaminan hukum dan segala soal psikologis untuk menguatkan keberadaannya… Kami katakan mengapa ‘mendidik’, bukan sekedar melahirkan, membelai dan menyusui yang setiap kucing dan sapi subur pun mampu melakukannya.”

Dinukil dari Kitab Ma’rakah At Taqaaliid

Leave a Comment