KEUTAMAAN HARI ARAFAH
Oleh Abu Rufaydah
- Hari Arafah adalah salah satu hari dari bulan-bulan Haram (disucikan).
Allah Ta’ala berfirman :
إِنَّ عِدَّةَ الشُّهُورِ عِنْدَ اللَّهِ اثْنَا عَشَرَ شَهْرًا فِي كِتَابِ اللَّهِ يَوْمَ خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ مِنْهَا أرْبَعَةٌ حُرُمٌ ذَلِكَ الدِّينُ الْقَيِّمُ
“Sesungguhnya bilangan bulan pada sisi Allah adalah dua belas bulan, dalam ketetapan Allah di waktu Dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya empat bulan haram. Itulah (ketetapan) agama yang lurus..” (QS. At Taubah: 36)
Bulan-bulan haram adalah: Syawwal, Dzul Qo’dah, Dzul Hijjah dan Rajab.
- Hari Arafah adalah salah satu hari dari bulan-bulan haji.
Allah Ta’ala berfirman :
الْحَجُّ أَشْهُرٌ مَعْلُومَاتٌ
“(Musim) haji itu (pada) bulan-bulan yang telah dimaklumi… (QS. Al-Baqarah: 197).
Bulan-bulan haji adalah: Syawwal, Dzul Qo’dah dan Dzul Hijjah.
- Hari Arafa termasuk hari-hari yag dimuliakan oleh Allah Ta’al dalam al-Qur’an.
Allah Ta’ala berfirman :
لِيَشْهَدُوا مَنَافِعَ لَهُمْ وَيَذْكُرُوا اسْمَ اللَّهِ فِي أَيَّامٍ مَعْلُومَاتٍ عَلَىٰ مَا رَزَقَهُمْ مِنْ بَهِيمَةِ الْأَنْعَامِ ۖ فَكُلُوا مِنْهَا وَأَطْعِمُوا الْبَائِسَ الْفَقِيرَ
supaya mereka menyaksikan berbagai manfaat bagi mereka dan supaya mereka menyebut nama Allah pada hari yang telah ditentukan atas rezeki yang Allah telah berikan kepada mereka berupa binatang ternak. Maka makanlah sebahagian daripadanya dan (sebahagian lagi) berikanlah untuk dimakan orang-orang yang sengsara dan fakir. (QS. Al-Hajj : 28).
Sahabat Abdullah ibn Abbas radhiallahu Anhuma berkata, “Yang dimaksud hari-hari tertentu adalah 10 hari pertama bulan Dzul Hijjah.
- Hari Arafah adalah hari di mana Allah bersumpah atasnya, yang menunjukan atas keagungan, keutamaan, dan ketinggiannya.
وَلَيَالٍ عَشْرٍ
“Demi malam yang sepuluh.” (QS. Al-Fajr : 2)
Sahabat Abdullah ibn Abbas radhiallahu Anhuma berkata, “Yang dimaksud 10 hari pertama di bulan Dzul Hijjah. Ibnu Katsir rahimahullah berkata, “Inilah yang shahih.
- Hari Arafah termasuk dalam 10 hari Dzul Hijjah yang amalan didalamnya lebih diutamakan daripada hari-hari lain dalam setahun.
مَا مِنْ عَمَلٍ أَزْكَى عِنْدَ اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ وَلَا أَعْظَمَ أَجْرًا مِنْ خَيْرٍ تَعْمَلُهُ فِي عَشْرِ الْأَضْحَى قِيلَ وَلَا الْجِهَادُ فِي سَبِيلِ اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ قَالَ وَلَا الْجِهَادُ فِي سَبِيلِ اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ إِلَّا رَجُلٌ خَرَجَ بِنَفْسِهِ وَمَالِهِ فَلَمْ يَرْجِعْ مِنْ ذَلِكَ بِشَيْءٍ
“Tidak ada amalan yang lebih suci di sisi Allah dan lebih besar pahalanya dari pada kebaikan yang dilakukan pada sepuluh hari pertama Dzulhijjah”. Lalu ada yang bertanya, “Termasuk jihad di jalan Allah ?” Rasulullah bersabda,”Termasuk jihad di jalan Allah, kecuali seseorang keluar dengan jiwa dan hartanya (ke medan jihad) dan tidak ada satu pun yang kembali (ia mati syahid). (Shahih : HR ad-Darimi (II/26), ath-Thahawi dalam Syarh Musykilil-Atsar (no.2970) dan al-Baihaqi dalam Syu’abul Iman (no. 3476),
- Hari Arafah adalah hari di mana Alah menyempurnakan agama islam ini, serta mencukupkan nikmat-Nya.
Diriwayatkan bahwa Seorang laki-laki dari kalangan Yahudi datang kepada ‘Umar. Kemudian, dia berkaata, “Wahai Amirul Mu’minin, ada sebuah ayat dalam kitab kalian dan kalian membacanya, sekiranya ayat itu turun kepada kami orang-orang yahudi sungguh akan kami jadikan hari dimana ayat itu turun sebagai hari ‘ied”. Umar bertanya kepadanya, “Ayat manakah yang engkau maksudkan?” Orang yahudi tersebut mengatakan,
الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِي وَرَضِيتُ لَكُمُ الْإِسْلَامَ دِينًا
“Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku sempurnakan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Kuridhoi Islam sebagai agama bagimu.”(QS. Al-Maidah : 3).
Maka, ‘Umar mengatakan, “Sesungguhnya aku benar-benar mengetahui hari dan tempat ketika ayat itu turun kepada Rasulullah Shollallahu ‘alaihi wa Sallam, yaitu ketika beliau sedang berdiri (berkhutbah) di padang Arofah pada hari jum’at. (HR. Bukhari no. 45 dan Muslim no. 3017).
- Puasa pada hari Arafah.
Dari Hunaidah bin Kholid, dari istrinya, beberapa istri Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan,
عَنْ بَعْضِ أَزْوَاجِ النَّبِىِّ -صلى الله عليه وسلم- قَالَتْ كَانَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- يَصُومُ تِسْعَ ذِى الْحِجَّةِ وَيَوْمَ عَاشُورَاءَ وَثَلاَثَةَ أَيَّامٍ مِنْ كُلِّ شَهْرٍ أَوَّلِ اثْنَيْنِ مِنَ الشَّهْرِ وَالْخَمِيسَ.
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa berpuasa pada sembilan hari awal Dzulhijah, pada hari ‘Asyura’ (10 Muharram), dan tiga hari pada setiap bulan; hari bulan (hijriyah) dan dua hari kamisnya. (HR. Abu Daud no. 2437. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih.)
Diriwayatkan oleh Imam Muslim dari Abu Qatadah rahimahullah bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
صِيَامُ يَوْمِ عَرَفَةَ أَحْتَسِبُ عَلَى اللهِ أَنْ يُكَفِّرَ السَّنَةَ الَّتِي قَبْلَهُ وَالسَّنَةَ الَّتِي بَعْدَهُ
“Puasa hari ‘Arafah yang mengharapkan pahala dari Allah dapat menghapus dosa-dosa satu tahun yang lalu dan satu tahun yang akan datang.” (HR. Muslim, lihat Shahiih Muslim (II/818-819).
- Hari Arafah adalah hari Raya bagi jama’ah Haji yang sedang wukuf.
Allah Ta’ala berfirman :
يَوْمُ عَرَفَةَ وَيَوْمُ النَّحْرِ وَأَيَّامُ التَّشْرِيقِ عِيدُنَا أَهْلَ الإِسْلاَمِ وَهِىَ أَيَّامُ أَكْلٍ وَشُرْبٍ
“Hari Arofah, hari Idul Adha dan hari-hari Tasyriq adalah ‘ied kami -kaum muslimin-. Hari tersebut (Idul Adha dan hari Tasyriq) adalah hari menyantap makan dan minum.” (HR. Abu Daud no. 2419, Tirmidzi no. 773, An Nasa-i no. 3004, dari ‘Uqbah bin ‘Amir. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih).
Dan telah diriwayatkan dari Umar, ia berkata, “Ayat itu (QS. Al-Maidah : 3) diturunkan di hari Jum’at saat hari Arafah, dan kedua hari itu dijadikan bagi kami sebagai hari raya, Alhamdulillah.
- Mulianya do’a di hari Arafah.
Rasulullah Shalallahu Alaihi Wasallam bersabda :
خَيْرُ الدُّعَاءِ دُعَاءُ يَوْمِ عَرَفَةَ
”Sebaik-baik doa adalah doa hari arafah.” (HR. Turmudzi 3585 dan dihasankan oleh al-Albani dalam Shahih at-Targhib no. 1536)
Berkata Ibn Abdil Barr rahimahullah, hal ini menunjukan keutamaan hari Arafah atas hari-hari lainnya.
- Di hari Arafah ini banyak yang dibebaskan dari api neraka.
مَا مِنْ يَوْمٍ أَكْثَرَ مِنْ أَنْ يُعْتِقَ اللَّهُ فِيهِ عَبْدًا مِنَ النَّارِ مِنْ يَوْمِ عَرَفَةَ، وَإِنَّهُ لَيَدْنُو ثُمَّ يُبَاهِى بِهِمُ الْمَلاَئِكَةَ فَيَقُولُ: مَا أَرَادَ هَؤُلاَءِ ؟
Tidak ada hari di mana Allâh Azza wa Jalla membebaskan hamba dari neraka lebih banyak daripada hari Arafah, dan sungguh Dia mendekat lalu membanggakan mereka di depan para malaikat dan berkata: Apa yang mereka inginkan?” (HR. Muslim no. 1348).
Imam Nawawi rahimahullah mengatakan, “Hadits ini sangat jelas menunjukan atas keutamaan hari arafah. (Sharah Shahih Muslim, IX/117)
- Pada hari Arafah, orang-orang (para jama’ah haji) yang berada di padang Arafah dipuji oleh Allah di hadapan penghuni langit.
Rasulullah Shalallahu Alaihi Wasallam bersabda :
إن الله يباهي بأهل عرفات أهل السماء.
”Sesungguhnya Allah Subhanahu wa Ta’ala membanggakan ahli ’Arafah di hadapan penduduk langit.”(HR. Ahmad, dishahihkan sanadnya oleh Syaikh al-Albani rahimahullah)
12. Takbir
Para Ulama rahimahullah menyebutkan bahwa takbir itu terbagi menjadi dua bagian: Takbir Muqayyad yang dilakukan setelah usai shalat wajib lima waktu, yaitu dimulai sejak Fajar di hari Arafah, Ibn Hajar berkata, “Hal ini tidak ada satu hadits pun yang menunjukan Nabi melakukannya, tetapi ada riwayat yang shahih dari shabat Ali ibn Abi Thalib dan Abdullah ibn Mas’ud radhiallahu anhum yaitu sejak fajar di hari Arafah sampai akhir hari Tasyriq.
Adapun Takbir Muthlaq yaitu dilakukan di setiap waktu yang ada, dimulai sejak awal Dzul Hijjah. Hal ini sebagaimana yang dilakukan oleh Sahabat Ibnu Umar dan Abu Hurairah radhiallau Anhuma yang pergi menuju pasar lalu mengumandangkan dengan takbir dan orang-orang pun turut bertakbir. (HR. al-Bukhari). Maksudnya adalah mengingatkan manusia untuk bertakbir sendiri-sendiri tidak berjama’ah.
- Pada hari ini terdapat rukun haji yang sangat Agung.
Rasulullah Shalallahu Alaihi Wasallam bersabda :
اَلْحَجُّ عَرَفَةٌ
“Haji itu adalah Arafah. (HR. At-Tirmidzi dan selainnya, dishahihkan oleh Al-Albani)
Diterjemahkan oleh Abu Rufaydah Endang Hermawan secara bebas disertai sedikit tambahan dari tulisan Dr. Rasyid ibn Muidh al-Adwany