Islam sangat memperhatikan penampilan, karena penampilan luar menjadi cerminan hati seseorang. Oleh karenanya Islam mengatur segala asfek kehidupan manusia. Penampilan bukan sekedar ingin terlihat indah, gaul atau modern, lebih penting dari semua itu adalah penampilan kita mendatangkan kecintaan dari Allah. Allah al-Jamiil (Maha Indah) mencintai keindahan (HR. Muslim). Untuk itu keindahan penampilan lahir dan batin kita harus mendapatkan ridha dari Allah. Dan cara untuk mendapatkan keridhaan-Nya adalah dengan meniti sunnah Rasulullah.
Rasulullah tidak suka penampilan anak Islam yang menyerupai penampilan anak-anak orang kafir. Beliau tidak ingin bila rasa cinta kita terhadap anak akan mendorong berbuat seperti mereka. Akan tetapi, beliau ingin agar anak-anak kaum muslimin memiliki penampilan tersendiri dan kepribadian yang berbeda dari yang lain. Tidak ikut-ikutan atau meniru kepribadian non-muslim, seperti yang terlihat dalam realita kebanyakan manusia zaman sekarang, kecuali orang yang dijaga oleh Allah.
Nabi صلى الله عليه وسلم bersabda dari sahabat Ibnu Umar radhiyallahu anhuma
عنِ ابْنِ عُمَرَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – نَهَى عَنِ الْقَزَعِ
“Rasulullah shallallahu alaihi wasallammelarang Qoza’ (yakni mencukur sebagian rambut dan membiarkan sebagian lainnya, pent).”. (HR. Bukhori V/2214 no.5577 bab Al-Qoza’, dan Muslim III/1675 no.2120, bab Karohatu Al-Qoza’).
Dan di dalam hadits lain, diriwayatkan dari Ibnu Umar Radhiyallahu anhu, dia berkata:
رأى النبي صلى الله عليه وسلم صبياً قد حلق بعض شعر رأسه وترك بعضاً فقال: احلقه كله أو دعه كله
“Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam melihat seorang anak yang dicukur sebagian rambut kepalanya dan dibiarkan sebagian yang lain, maka beliau melarang perbuatan mereka itu dengan bersabda: “Cukurlah seluruhnya atau biarkan saja seluruhnya.” (HR. Ahmad II/88, Abu Dawud no. 4195, dan An-Nasa-i no.5048).
Dr. Abdullah Nashih Ulwan berkata : “Di dalam masalah mencukur terdapat perbincangan perihal menjambul. Maknanya adalah mencukur sebagian saja dan menyisakan sebagian yang lainnya. Terdapat larangan yang keras di dalam al-Hadits yang diriwayatkan oleh Al-Bukhari dan Muslim dari hadits Abdullah ibn Umar bahwa Nabi melarang mencukur sebagian atau disebut juga dengan qaza’.
Qaza yang dilarang ada empat macam: Pertama, beberapa bagian kepalanya dicukur tidak merata (tampak bergaris-garis). Kedua, bagian tengahnya dicukur dan bagian pinggirnya dibiarkan. Ketiga, bagian pinggirnya diukur dan bagian tengahnya dibiarkan. Keempat, bagian depannya dicukur dan bagian belakang dibiarkan. (Tarbiyatul Aulad Fil Islam).
Sebagaimana yang dikatakan oleh Ibn Qayyim al-Jauziyyah rahimahullah, semua ini merupakan bukti kesempurnaan iman kepada Allah untuk keadilan. Nabi memerintahkan sesuatu sehingga urusan manusia terhadap dirinya sendiri, maka beliau melarang mencukur rambut sebagian dan melarang mencukur sebagian. Sebab, hal itu termasuk kezaliman terhadap kepala karena perbuatannya sama saja dengan memberi pakaian sebagian dan membiarkan sebagian telanjang. (Tuhfatul Maudud bi Ahkamil Maulud).
An Nawawi rahimahullah mengatakan, “Para ulama berijma’ (sepakat) bahwa qoza’ itu dimakruhkan jika rambut yang digundul tempatnya berbeda-beda (misalnya: depan dan belakang gundul, bagian samping tidak gundul, pen) kecuali jika dalam kondisi penyembuhan penyakit dan semacamnya. Yang dimaksud makruh di sini adalah makruh tanzih (artinya: sebaiknya ditinggalkan). … Madzhab Syafi’iyah melarang qoza’ secara mutlak termasuk laki-laki dan perempuan.”(Al Minhaj Syarh Shahih Muslim, Yahya bin Syarf An Nawawi, 14/101, Dar Ihya’ At Turots, 1392).
ADAB BERKAITAN DENGAN RAMBUT
- Memuliakan rambut.[1]
- Menyisir rambut tanpa berlebihan.[2]
- Tayaamun (mendahulukan bagian kanan) ketika bersisir[3] dan mencukur rambut[4].
- Meminyaki rambut dan merapikan jenggot.[5]
- Memanjangkan rambut sekali waktu. [6]
- Mengepang Rambut. [7]
- Membelah Rambut.[8] [9]
- Tidak mencukur sebagian rambut dan membiarkan sebagian yang lain [10] [11]
- Tidak menyerupai orang-orang kafir [12]
- Kaum wanita tidak boleh menyerupai kaum pria
- Haram menyambung rambut atau memakai rambut palsu [13] [14] [15]
- Tidak mencabut uban [16] [17]
- Mewarnai uban selain warna hitam [18] [19] [20] [21] [22]
- Memelihara jenggot dan menghormatinya [23] [24] [25]
- Haram memintal jenggot [26]
- Memotong kumis [27] [28] [29]
*****
[1] HR. Abu Daud 4163 dan al-Baihaqi dalam asy-Syu’ab 6455)
[2] HR. Ahmad IV/86 Abu Daud 159, an-Nasa-i VIII/132, at-Tirmizi, dll.
[4] HR. Muslim (1305 dari Anas bin Malik)
[5] as-Silsilah ash-Shohihah 720)
[6] HR. Abu Daud 4187, at-Tirmizi 1755, Ibnu Majah 3635 dari Aisyah.
[7] HR. Abu Daud 4191, at-Tirmizi 1781 dan ia menghasankanya, serta Ibnu Majah 3631
[8] HR. al-Bukhari 3558 dan uslim 2336 dari Ibnu Abbas
[9] HR. Abu Dawud 4191 dan Ibnu Majah 3633 dari ‘Aisyah. Lihat kitab Shahiih Abi Dawud 3529
[10] HR. Al-Bukhari 5920 dan Muslim 2120 dari Ibnu ‘Umar
[11] HR. Ahmad II/88, Abu Dawud 4195 dan an-Nasa-i VIII/130 dari Ibnu ‘Umar. As-Silsilah ash-Shohiihah 1123
[12] HR. Ahmad II/02 dan lain-lain dari Ibnu ‘Umar. Shahiihah Jaami’ 2831
[13] HR. Al-Bukhari 5937 dan Muslim 2123 dari Ibnu ‘Umar
[14] HHR. Al-Bukhari 5932 dan Muslim 2127 dari Mu’awiyah
[15] HR. An-Nasa-I VIII/144-145 dari Mu’awiyah. Lihat kitab Shahiihul Jaami’ 2705 dan Shahiih an-Nasa-I 4714
[16] HR. An-Nasa-I VIII/136, at-Tirmidzi 2821 dan dia menghasankannya, serta Ibnu Majah 3721 dari Ibnu ‘Amr. Lihat kitab Shahiih an-Nasa-I 4693
[17] HR. Abu Dawud 4202 dan Ibnu Majah 3721 dari Ibnu ‘Amr. Lihat kitab Shahiih Abi Dawud 3539
[18] Shahiihul Jaami’ 4887 dan dinisbatkan kepada ath-Thabrani dari Qutaibah dan Ibnu Asakir dari Abu Hurairah
[19] HR. Al-Bukhari 5899 dan Muslim 2103 dari Abu HUrairah
[20] HR. Ahmad V/154, Abu Dawud 4205, an-Nasa-I VIII/139, at-Tirmidzi 1753 dan ia berkata: “Hasan Shahih”, Ibnu Majah 3622, dan Ibnu Hibban 5450 dalam al-Ihsaan dari Abu Dzarr. Lihat kitab Shahiihul Jaami’ 1546
[21] HR. Muslim 2102 dari Jabir
[22] HR. An-Nasa-I VIII/138 dan Abu Dawud 4212 dari Ibnu ‘Abbas. Lihat kitab Shahiih Abi Dawud 5348
[23] HR. Muslim 260 dari Abu Hurairah
[24] HR. Ahmad II/229 dari Abu Hurairah. Lihat kitab Shahiihul Jaami’ 4392
[25] HR. Muslim 9259 dari Ibnu ‘Umar
[26] HR. Abu Dawud 36 dan an-Nasa-I VIII/135 dari Ruwaifi’ Lihat kitab Shahiih an-Nasa-I 4692
[27] HR. Ahmad IV/366, an-Nasa-I I/15, VIII/130 dan at-Tirmidzi 2761 ia berkata: “Hasan Shahih” dari Zaid bin Arqam. Lihat kitab Shahiih an-Nasa-I 4674
[28] Zaadul Ma’aad I/45 cetakan ar-Riaasatul ‘Ammah
[29] Referensi Tambahan: Shahiih Muslim bi Tartiib Muhammad Fuad ‘Abdul Baqi IV/1819 dan setelahnya, sunan Abi Dawud IV/392 dan setelahnya, al-Ihsaan bi Tartiib Shahiih Ibni Hibban VII/404 dan setelahnya, Sunan An-Nasa-I VIII/126 dan setelahnya, asy-Syamaa-il al-Muhammadiyyah karya At-Tirmidzi 41 dan setelahnya, Jami’ul Ushuul IV/750 dan setelahnya, dan lain-lain.
Related Post
This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.
Leave a comment
You must be logged in to post a comment.