عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَامِرٍ، أَنَّهُ قَالَ : دَعَتْنِي أُمِّي يَوْمًا وَرَسُولُ اللَّهِ عَلَيْهِ السَّلامُ قَاعِدًا فِي بَيْتِنَا، فَقَالَتْ : هَا أُعْطِيكَ، فَقَالَ لَهَا رَسُولُ اللَّهِ عَلَيْهِ السَّلامُ : ” وَمَا أَرَدْتِ أَنْ تُعْطِيَهُ؟ “، قَالَتْ : أُعْطِيهِ تَمْرًا، قَالَ لَهَا رَسُولُ اللَّهِ عَلَيْهِ السَّلامُ : ” أَمَا إِنَّكِ لَوْ لَمْ تُعْطِهِ شَيْئًا، كُتِبَتْ عَلَيْكِ كِذْبَةً ” .
Abdullah ibn Amir radhiallahu Anhu berkata, “Ibuku memanggilku dan pada saat itu Rasulullah sedang berada di rumah kami. Ibuku berkata, “Kemarilah nak, aku akan memberimu sesuatu, lalu Nabi bertanya kepada ibuku, Apa yang hendak engkau berikan kepdanya ? Ibuku mejawab, Aku akan memberinya buah kurma. Nabi pun bersabda, Ingatlah, jika engaku tidak memberinya seuatu, hal itu akan dicatat sebagai kedustaan bagimu. (HR. Amad dalam Musnadul Makkiyah 15147, Abu Daud dalam Kitabul Adab 4339 dan As Silsiatush Shahihah 373).
Ditengah kesibukan Nabi sebagai seorang Rasul, Nabi selalu ada bagi siapa saja yang membutuhkannya. Saling mengunjungi adalah bagian dari mempererat ukhuwah islamiyah. Hal ini terlihat dari cara Nabi bermuamalah dengan sahabat-sahabatnya. Termasuk mengunjungi rumah Amir ibn Rabi’ah. Keluarga Amir ibn Rabiah dalah kelurga yang diberkahi, Amir termasuk sahabat yang masuk islam di Makkah dan ikut hijrah ke Habasyah. Adapun istri Amir bernama Laila binti Abi Hatsmah dan termasuk dari wanita pertama yang hijrah ke Madinah.
Adapun yang menceritakan kejadiaan diatas adalah anaknya sendiri yaitu Abdullah. Abdullah kecil merekam kejadian tersebut dengan baik. Tentunya kejadian ini memiliki kesan tersendiri bagi keluarga Amir ibn Rabi’ah dan khususnya bagi Abdullah.
Tanpa sadar kadang kita mengajari anak untuk berbohong, seperti ketika anak nangis, agar tangisannya terhenti, kita berbohong kepadanya dengan mengatakan Ada cecak tuh de, padahal cecak itu tidak ada, atau anak yang sedang menangis lalu dijajikan akan diberikan sesuatu atau menakut-nakuti dari hal tertentu, maka hal ini perbuatan haram dan termasuk dalam kedustaan, seperti yang dikatakan oleh Abu Thayyar dalam Syarah Aunul Ma’bud.
Jamal Abdurrahman berkata, Demikian juga kejujuran dalam berbicara harus dijaga saat menghibur, mencandai, atau sedang menceritakan kisah tertentu kepda anak-anak. Jangan sekali-kali memasukan kebohongan dalam semua hal tersebut. (Athfalul Muslimin Kaefa Rabbahum An Nabiyyu al Amiin, 57).
Hendaknya orang tua dan guru berhati-hati karena anak-anak akan senantiasa memperhatikan perilaku orang-orang dewasa dan meniru perbuatan mereka. Oleh karena itu jangan sekali-kali orang tua dan guru berbohong terhadap anaknya dengan cara apapun.
Abu Rufaydah, Lc
Related Post
This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.
Leave a comment
You must be logged in to post a comment.