ISTI’ADZAH
Endang Hermawan Unib
Isti’adzah adalah permohonan perlindungan dari sesuatu yang tidak disukai. Yaitu ia lari dari sesuatu yang ia takuti menuju kepada yang melindunginya. Orang yang melakukan isti’adzah itu memohon perlindungan kepada siapa yang ditujunya dalam Isti’adzahnya.
Isti’adzah termasuk ibadah yang sangat agung, karenanya Allah memerintahkan kepada makhluk untuk berlindung kepada-Nya, karena makhluk itu lemah dan membutuhkan kepada yang Maha Kuat yaitu Allah. Sehingga tidak boleh memohon perlindungan kepada selain Allah. Bahkan ulama telah sepakat bahwa isti’adzah tidak boleh dilakukan kepada selain Allah. (Fathul Majid, 188).
Para ulama membagi isti’adzah ke dalam beberapa macam, diantaranya;
- Memohon pedindungan kepada Alloh Ta’ala.
Tindakan ini mengimplikasikan sempurnanya kebutuhan dan ketergantungan seseorang kepada Allah serta keyakinan bahwa Dia memberikan kecukupan dan pedindungan dari segala bahaya yang ada di masa sekarang maupun di masa yang akan datang, yang kecil maupun yang besar, langsung maupun tidak langsung.
Dalilnya adalah firman Alloh Ta’ala,
“Katakanlah, Aku berlindung kepada Robb yang menguasai Subuh, dari kejahatan makhluk-Nya, dan dari kejahatan malam apabila telah gelap gulita, dan dari kejahatan-kejahatan wanita tukang sihir yang menghembus pada buhul-buhul, dan dari kejahatan orang yang dengki apabila ia dengki” (QS. Al-Falaq: 1-5)
Dan firman Alloh Ta’ala,
”Katakan, Aku berlindung kepada Robb manusia. Raja manusia. Sembahan manusia, dari kejahatan (bisikan)setan yang biasa bersembunyi yang membisikkan (kejahatan) ke dalam dada manusia, dari jin dan manusia” (An-Naas: 1-6)
- Memohon perlindungan dengan salah satu sifat Alloh,
Misalnya dengan sifat kalam-Nya, keagungan-Nya, kemuliaan-Nya, dan sebagainya. Dalilnya adalah isti’adah yang dilakukan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wassalam
أَعُوذُ بِكَلِمَاتِ اللَّهِ التَّامَّاتِ مِنْ شَرِّ مَا خَلَقَ
“Aku berlindung dengan kalimat-kalinat Alloh yang sempurna, dari kejahatan apa yang diciptakan-Nya” [HR. Muslim dalam Kitabu Adz-Dzikri wad Ad-Du’a”
Juga isti’adzah yang dilakukan oleh Beliau shallallahu‘alaihi wassalam:
وَأَعُوذُ بِعَظَمَتِكَ أَنْ أُغْتَالَ مِنْ تَحْتِي
“Aku berlindung dengan keagungan-Mu, jangan sampai aku diserang dari bawahku” (HR.Imam Ahmad dan Nasai)
Juga sabda Beliau shallallahu ‘alaihi wassalam mengenai doa orang yang kesakitan:
أَعُوذُ بِعِزَّةِ اللَّهِ وَقُدْرَتِهِ مِن شَرِّ مَا أَجِدُ وَأُحاذِرُ
“Aku berlindung dengan kemuliaan dan kekuasaan Allah dari keburukan yang kudapati dan kukhawatirkan”(HR. Imam Ahmad, Abu Daud, Ibnu Majah)
Juga sabda Beliau shallallahu ‘alaihi wassalam:
اللَّهُمَّ إِني أَعُوذُ بِرِضَاكَ مِنْ سَخَطِكَ ، وَبِـمُعَافَاتِكَ مِنْ عُقُوبَـتِكَ
“Ya Allah, aku berlindung dengan ridha-Mu dari kemurkaan-Mu, aku berlindung dengan maaf-Mu dari hukuman-Mu.” (HR. Muslim dalam Kitabu Ash-Sholah)
Juga ucapan Beliau shallallahu ‘alaihi wassalam ketika turun ayat,
قُلْ هُوَ الْقَادِرُ عَلَى أَنْ يَبْعَثَ عَلَيْكُمْ عَذَابًا مِنْ فَوْقِكُمْ
“Katakanlah , ‘Dialah yang berkuasa mengirimkan adzab kepadamu, dari atas kamu” (Al-An’am: 65). Ketika itu beliau berucap: “Aku berlindung dengan wajah-Mu” (HR. Bukhari dalam Kitabu Al-I’thisom)
- Memohon perlindungan kepada mayit atau orang hidup yang tidak tampak di hadapan dan tidak bisa memberikan perlindungan. Ini merupakan perbuatan syirik.
Contohnya adalah yang disebutkan dalam firman Alloh Ta’ala:
وَأَنَّهُ كَانَ رِجَالٌ مِنَ الْإِنْسِ يَعُوذُونَ بِرِجَالٍ مِنَ الْجِنِّ فَزَادُوهُمْ رَهَقًا
“Dan bahwasanya ada beberapa orang laki-laki di antara manusia meminta perlindungan kepada beberapa laki-laki di antara jin, maka jin-jin itu menambah bagi nereka dosa dan kesalahan.” (QS. Al-Jinn: 6)
- Mencari perlindungan dengan makhluk, tempat, atau sesuatu lainnya, yang memang bisa melindungi. Tindakan ini diperbolehkan. Dalilnya adalah sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wassalam tentang fitnah-fitnah yang akan terjadi :
سَتَكُونُ فِتَنٌ الْقَاعِدُ فِيهَا خَيْرٌ مِنَ الْقَائِمِ ، وَالْقَائِمُ فِيهَا خَيْرٌ مِنَ الْمَاشِى ، وَالْمَاشِى فِيهَا خَيْرٌ مِنَ السَّاعِى ، مَنْ تَشَرَّفَ لَهَا تَسْتَشْرِفْهُ ، فَمَنْ وَجَدَ فِيهَا مَلْجَأً أَوْ مَعَاذًا فَلْيَعُذْ بِه
Akan terjadi fitnah, orang yang duduk lebih baik daripada yang berdiri, orang yang berdiri lebih baik daripada yang berjalan, orang yang berjalan lebih baik daripada yang berlari, barangsiapa yang mencari fitnah maka dia akan terkena pahitnya dan barangsiapa yang menjumpai tempat berlindung maka hendaknya dia berlindung. (HR. Bukhori 3601 dan Muslim 2776)
Beliau shallallahu ‘alaihi wassalam menjelaskan pengertian perlindungan tersebut dengan sabdanya:
“Barangsiapa mempunyai unta, bendaklah pergi dengan membawa untanya” Hadits ini diriwayatkan oleh Muslim. Disebutkan pula hadits lain dalam Shohih Muslim, dari Jabir radhiallahu’anhu bahwa seorang wanita dari Bani Makhzum mencuri. Wanita itu dibawa kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wassalam lantas meminta perlindungan kepada Ummu Salamah (HR. Muslim, Kitabu Al-Hudud)
Dalam Shohih Muslim juga disebutkan, dari Ummu Salamah radhiallahu’anhuma, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wassalam bersabda: “Ada seorang berlindung di Baitulloh, lantas beliau mengirim seorang utusan kepadanya” (HR. Muslim,Kitabul Fitan)
Tetapi jika ia berlindung di Baitulloh dari kejahatan orang zholim, maka ia wajib dilindungi sesuai dengan keadaan yang memungkinkan. Jika ia berlindung untuk menjadikan perlindungan tersebut sebagai alat untuk melanggar larangan atau menghindari kewajiban, maka haram untuk dilindungi.
Referensi:
- Syarah Usul Ats-Tsalatsah Syaikh Muhammad bin Shaleh al-Utsaimin
- Taisirul Usul Syarah Tsalatsah al-Usul karya Dr. Abdul Muhsin al-Qosim.