DAKWAH JAHRIYAH (TERANG-TERANGAN)

Loading

Oleh Ust. Abu Rufaydah, Lc. MA

 

Setelah Nabi berdakwah secara sirr selama tiga tahun. Dan mendapat penerimaan dari istri, anak dan beberapa sahabat. Lalu Allah memerintahkan Nabi Muhammad untuk berdakwah dengan terang-tanganan kepada keluarganya.

Allāh Subhānahu wa Ta’āla turunkan Firman-Nya:

وَأَنذِرْ عَشِيرَتَكَ الْأَقْرَبِينَ

“Dan berilah peringatan kepada keluargamu yang dekat.” (QS Asy Syu’arā: 24)

Jika kit baca ayat di atas secara lengkap, maka akan kita dapati bahwa ayat sebelumnya menceritakan tentang kisah Nabi Musa dan kaumnya yaitu Bani Israil, yang berakhir dengan ditenggelamkannya Fir’aun dan para pengikutnya. Kisah ini memuat tahapan-tahapan yang dilalui Nabi Musa selama menyeru Fir’aun dan kaumnya kepada Allah.

Tahapan-tahapan Kisah Nabi Musa dan Fir’aun mesti disampaikan kepada Nabi saat menyeru kaumnya kepada Allah, agar beliau dan para sahabat memperoleh sedikit gambaran yang akan mereka hadapi, yaitu berupa pendustaan dan tekanan selagi mereka sudah menampakkan dakwah secra terang-terangan. Dengan begitu mereka bias menyadari urusan sejak permulaan dakwah. (Rahikul Makhtuum, hlm. 78).

Adapun ayat yang pertama yang turun kepada Rasūlullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam adalah perintah untuk berdakwah secara terang-terangan kepada kaum quraisy, ‘Āisyah radhiyallāhu Ta’āla ‘anhā berkata : “Saat turun ayat wa andzir ‘asyīratakal aqrabīn.” Maka Rasūlullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam langsung berdiri dan berkata:

يَا فَاطِمَةَ بِنْتَ مُحَمَّدٍ يَا صَفِيَّةُ بِنْتَ عَبْدِ الْمُطَّلِبِ يَا بَنِي عَبْدِ الْمُطَّلِبِ لاَ أَمْلِكُ لَكُمْ مِنَ اللَّهِ شَيْئًا سَلُونِي مِنْ مَالِي مَا شِئْتُ

“Wahai Fāthimah bintu Muhammad, wahai Shafiyyah bintu ‘Abdil Muththālib, wahai anak-anaknya ‘Abdul Muththālib, aku tidak bisa menolong kalian (di akhirat) sama sekali, jika ingin harta maka akan aku berikan.” (HR Muslim nomor 205)

Dari Abū Hurairah radhiyallāhu Ta’āla ‘anhu, beliau berkata:

لَمَّا أُنْزِلَتْ هَذِهِ الْآيَةُ{ وَأَنْذِرْ عَشِيرَتَكَ الْأَقْرَبِينَ } دَعَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قُرَيْشًا فَاجْتَمَعُوا فَعَمَّ وَخَصَّ فَقَالَ يَا بَنِي كَعْبِ بْنِ لُؤَيٍّ أَنْقِذُوا أَنْفُسَكُمْ مِنْ النَّارِ يَا بَنِي مُرَّةَ بنِ كَعْبٍ أَنْقِذُوا أَنْفُسَكُمْ مِنْ النَّارِ يَا بَنِي عَبْدِ شَمْسٍ أَنْقِذُوا أَنْفُسَكُمْ مِنْ النَّارِ يَا بَنِي عَبْدِ مَنَافٍ أَنْقِذُوا أَنْفُسَكُمْ مِنْ النَّارِ يَا بَنِي هَاشِمٍ أَنْقِذُوا أَنْفُسَكُمْ مِنْ النَّارِ يَا بَنِي عَبْدِ الْمُطَّلِبِ أَنْقِذُوا أَنْفُسَكُمْ مِنْ النَّارِ يَا فَاطِمَةُ أَنْقِذِي نَفْسَكِ مِنْ النَّارِ فَإِنِّي لَا أَمْلِكُ لَكُمْ مِنْ اللَّهِ شَيْئًا

Saat turun ayat “wa andzir ‘asyīratakal aqrabīn” maka Rasūlullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam menyeru orang-orang Quraisy, maka merekapun berkumpul dan berkata:

“Wahai Bani Ka’ab bin Luay, selamatkan diri kalian dari neraka Jahannam.

Wahai Bani Murrah, selamatkanlah diri kalian dari neraka Jahannam.

Wahai Bani Abdi Syamsy, selamatkanlah diri kalian dari neraka Jahannam.

Wahai Bani Abdi Manāf, selamatkanlah diri kalian dari neraka Jahannam.

Wahai Bani Hāsyim, selamatkanlah diri kalian dari api neraka Jahannam.

Wahai Bani Abdul Muththālib, selamatkanlah diri kalian dari neraka Jahannam.

Wahai Fāthimah, selamatkanlah dirimu dari neraka Jahannam, karena sesungguhnya aku tidak bisa menolong kalian.” (HR Muslim nomor 204)

Rasūlullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam menyebutkan dari yang umum ke khusus. Dan sebagaimana juga diriwayatkan oleh Ibnu ‘Abbas, kisah ini masyhur, banyak yang meriwayatkan, diantaranya adalah ‘Āisyah, Abū Hurairah sedangkan Ibnu ‘Abbas menjelaskan dengan sedikit detail tatkala Rasūlullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam berdakwah pertama kali secara terang-terangan.

لَمَّا نَزَلَتْ هَذِهِ الْآيَةُ { وَأَنْذِرْ عَشِيرَتَكَ الْأَقْرَبِينَ } وَرَهْطَكَ مِنْهُمْ الْمُخْلَصِينَ خَرَجَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ حَتَّى صَعِدَ الصَّفَا فَهَتَفَ يَا صَبَاحَاهْ فَقَالُوا مَنْ هَذَا الَّذِي يَهْتِفُ قَالُوا مُحَمَّدٌ فَاجْتَمَعُوا إِلَيْهِ فَقَالَ يَا بَنِي فُلَانٍ يَا بَنِي فُلَانٍ يَا بَنِي فُلَانٍ يَا بَنِي عَبْدِ مَنَافٍ يَا بَنِي عَبْدِ الْمُطَّلِبِ فَاجْتَمَعُوا إِلَيْهِ فَقَالَ أَرَأَيْتَكُمْ لَوْ أَخْبَرْتُكُمْ أَنَّ خَيْلًا تَخْرُجُ بِسَفْحِ هَذَا الْجَبَلِ أَكُنْتُمْ مُصَدِّقِيَّ قَالُوا مَا جَرَّبْنَا عَلَيْكَ كَذِبًا قَالَ فَإِنِّي نَذِيرٌ لَكُمْ بَيْنَ يَدَيْ عَذَابٍ شَدِيدٍ قَالَ فَقَالَ أَبُو لَهَبٍ تَبًّا لَكَ أَمَا جَمَعْتَنَا إِلَّا لِهَذَا ثُمَّ قَامَ فَنَزَلَتْ هَذِهِ السُّورَةُ تَبَّتْ يَدَا أَبِي لَهَبٍ وَقَدْ تَبَّ

Tatkala turun ayat (“Berilah peringatan kepada kaum kerabatmu yang terdekat yaitu kaum kerabatmu yang benar-benar ikhlas.” Qs. Asy Syu’ara`: 214). Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam keluar menaiki Bukit Soffa lalu berteriak:

“Wahai saudara-saudara.” Sebagian mereka tertanya, “Siapakah yang berteriak.” Sebagian mereka menjawab, “Muhammad.” Ketika mereka berkumpul, beliau bersabda:

“Wahai bani fulan! bani fulan! bani fulan! Wahai bani Abdul Manaf! Wahai bani Abdul Muththalib!”

Tatkala mereka telah menghampiri beliau, beliau bersabda:

“Apakah pendapat kalian apabila aku mengabarkan bahwa sekelompok pasukan berkuda akan keluar melalui kaki bukit ini untuk menyerang kalian. Apakah kalian akan mempercayaiku?”

Mereka menjawab:

“Kami tidak pernah mendapatimu berdusta.”

Beliau bersabda lagi:

“Sesungguhnya aku adalah seorang pemberi peringatan kepada kalian tentang azab yang pedih.”

Maka Abu Lahab pun mencela:

“Celaka kamu! Apakah hanya karena ini kamu mengumpulkan kami?”

Setelah dia berlalu, turunlah surat (“Binasalah kedua tangan Abu Lahab, dan sesungguhnya dia akan celaka.”) Demikianlah Al A’masy membaca hingga akhir surat. (HR Muslim nomor 208)

Tatkala turun firman Allāh, “Berilah peringatan kepada keluarga yang terdekat.”

Rasūlullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam keluar dari rumahnya kemudian naik di Jabal Shafa kemudian berkata, “Yā shabāhāh (ada bahaya, panggilan kepada orang Arab untuk memperingatkan bahaya).” Orang-orang kāfir Quraisy dahulu tatkala mereka ingin memperingatkan kepada suatu bahaya, mereka naik ke atas gunung, kemudian mereka buka baju mereka, kemudian melemparkan pasir ke wajah mereka sambil berteriak, “Yā sabāhāh.” Agar manusia menghampirinya. Kemudian memberitaukan apa yang terjadi pada mereka. (Fiqh Sirah Syaikh Zaid az-Zaid, hlm. 155).

Hikmah dan pelajaran yang dapat di ambil dari kisah di atas :

  1. Apa yang terjadi pada Rasūlullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam dan sahabat. Sudah Allah jelaskan dari kisah-kisah Nabi dan Rasul sebelumnya. Agar Nabi dan sahabat mendapat gambaran, bahwa apa yang mereka hadapi akan mendapatkan tantangan dan penolakan sebagaimana Nabi dan Rasul sebelumnya.
  2. Pentingnya membaca, mempelajari dan mengkaji Kisah-kisah Nabi dan Rasul. Agar siapa saja yang meniti jalan para Nabi dan Rasul, sungguh mereka akan mendapati apa yang di dapati oleh Nabi dan Rasul.
  3. Sesungguhnya ketika Rasūlullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam menyampaikan dakwah secara terang-terangan kepada Quraisy dan orang Arab pada umumnya, hal ini sangat mengejutkan mereka dengan sesuatu yang tidak pernah mereka pikirkan. Hal ini terlihat jelas dari reaksi Abu Lahab dan kesepakatan tokoh-tokoh Quraisy untuk memusuhinya.
  4. Hikmah dari dakwah Nabi dimulai dengan sembunyi-sembunyi selama tiga tahun, kemudian Allah perintahkan Nabi untuk berdakwah secara terang-terangan. Agar hati manusia terpaut dengan kebesaran Allah, dan mereka tidak bergantung kepada yang lain. Mereka diajak untuk mentauhidkan Allah dan memurnikan segala macam ibadah untuk-Nya.
  5. Jika kita perhatikan ayat-ayat yang turun kepada Nabi seperti dalam surat Al-Muaddatsir ayat dua yaitu berdirilah dan berikan peringatan dan surat Asy-Syu’ara ayat 24 “Dan berilah peringatan kepada keluargamu yang dekat.” Menjelaskan bahwa peringatan pertama yang Allah perintahkan kepada Nabi-Nya adalah Tauhid dan acnaman bagi orang-orang yang tidak mentauhidkan Allah. Karena jika dakwah tidak dimulai dengan tauhid dan syirik, maka segala amalan ibadah yang dilakukan semuanya akan sia-sia dan tidak bernilai ibadah. Ibnu Qoyyim rahimahullah berkata : “Setiap kali tauhid seorang hamba bertambah, maka ampunan Allah kepadanya sempurna, dan siapa saja yang berjumpa dengan-Nya dengan tidak mempersekutukannya dengan sesuatu apapun, maka Allah akan mengampuni dosa-dosanya dan tidak akan mengadzabnya. (Zaadul Ma’ad, I/78).
  6. Hendaknya para da’i untuk mengingatkan manusia dengan kalimat Indzar yaitu mengingatkan manusia tentang pedihnya adzab neraka dan beratnya hisab. Karenanya kita akan dapati surat-surat Makkiyyah selalu berkaitan dengan surga dan neraka. Agar hati manusia luluh dan tunduk kepada Allah dipenuhi dengan harapan agar masuk surga dan khwatir masuk neraka.
  7. Allah memerintahkan Rasūlullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam untuk memulai berdakwah kepada keluarganya. Hal ini harus menjadi perhatian yang sangat penting bagi setiap muslim terutama para da’i hendaknya mereka berdakwah kepada keluarga, terutama istri,a anak-anak, orang tua dan keluarga. Oleh kerena itu pertanyakan kepada diri kita sudahkah kita memulai sebagaimana Nabi memulai.
  8. Sebenarnya orang-orang Quraisy sudah merasa bahwa ada orang yang mengikuti agama Islām. Misal, Melihat Bilāl shalāt, tetapi orang-orang Quraisy tidak menganggap itu suatu masalah. Kenapa? Karena di zaman itu juga ada orang-orang yang berada di atas millāh hanifiyyah, yang mereka mengikuti agama Ibrāhīm ‘alayhissalām dan tidak menyembah berhala dan tidak melakukan kesyirikan. Di antara orang-orang tersebut adalah Waraqah bin Naufal, Umayyah bin Abi Sofyan, Zaid bin Amr bin Naufal. Namun, mereka menganggap dakwah mulai menjadi masalah tatkala Rasūlullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam mendakwahkan dan menyuruh untuk meninggalkan kesyirikan, yaitu mulai mengatur aturan mereka (misalnya) menurunkan aturan hukum Islām. Adapun saat masing-masing sibuk sendiri dengan ibadahnya maka tidak mengapa.
  9. Ketika Rasūlullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam naik ke bukit Sofa dan berkata “Yā shabāhāh (ada bahaya, panggilan kepada orang Arab untuk memperingatkan bahaya). Rasūlullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam menggunakan metode tersebut tetapi tidak membuka baju dan tidak melempar pasir ke kepala karena ini adalah adat Jāhilīyyah. Para ulamā menjelaskan terkadang kita boleh mengikuti tradisi, apabila tradisi itu benar dan tidak bertentangan dengan syari’at Islām dan ada manfaatnya dan tidak dikatakan tasyabuh. Contoh lain misalnya pada perang Khandak. Salman Alfarizi memberi ide untuk membuat khandaq (parit yang besar lebarnya 4 meter dalamnya 4 meter) agar tidak bisa dilewati oleh kuda. Padahal Khandak adalah produk dari orang-orang Persia yang beragama Majusi. Atau Tatkala Nabi shallallāhu ‘alayhi wa sallam mengirim surat kepada Heraclius, kepada kaisar Romawi, kepada Qishrah raja Persia, Rasūlullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam tatkala ingin mengirim surat, mereka mengatakan, “Tidak akan diterima surat tersebut harus diberi tanda (stempel).” Kemudian Rasūlullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam membuat cincin yang tertulis “Muhammad Rasūlullāh”. Rasūlullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam membuat cincin untuk mengikuti tradisi mereka karena mereka tidak akan terima surat tersebut kalau tidak ada capnya.
  10. Perkataan Abu Lahab Celaka kamu, apakah untuk ini kami dikumpulkan. Ini menjadi pelajaran yang sangat berharga, bahwa siapa saja yang mengajak manusia kepada Allah, amar ma’ruf dan nahi munkar, maka ia akan mendapati perkataan yang semisal. Oleh karena itu jika kita mendapati hal semacam ini, maka jangan membuat kita surut dan tidak semangat lagi untuk berdakwah.
  11. Turunnya surat al-Lahab adalah mu’jizat yang Allah berikan kepada Nabi, padahal Abu Lahab saat itu masih hidup, tapi Allah telah memberitahukan bahwa Abu Lahab akan mati dalam keadaan kafir. Hal ini sebagai dalil bagi kaum Qurasiy bahwa al-Qur’an bukan dari lisan Nabi namun dari firman Allah.
  12. Solusi bagi yang tersakiti.

وَلَقَدْ نَعْلَمُ أَنَّكَ يَضِيقُ صَدْرُكَ بِمَا يَقُولُونَ (97) فَسَبِّحْ بِحَمْدِ رَبِّكَ وَكُنْ مِنَ السَّاجِدِينَ (98) وَاعْبُدْ رَبَّكَ حَتَّى يَأْتِيَكَ الْيَقِينُ (99)} [الحجر: 97 – 99

Artinya: “Dan Kami sungguh-sungguh mengetahui, bahwa dadamu menjadi sempit disebabkan apa yang mereka ucapkan”. “Maka bertasbihlah dengan memuji Tuhanmu dan jadilah kamu di antara orang-orang yang bersujud (shalat)”. “Dan sembahlah Tuhanmu sampai datang kepadamu yang diyakini (ajal)”. QS. Al Hijr: 97-99.

Berkata Ibnu Katsir rahimahullah (w: 774), ketika menafsiri ayat di atas:

أي: وإنا لنعلم يا محمد أنك يحصل لك من أذاهم لك انقباض وضيق صدر. فلا يهيدنك ذلك، ولا يثنينك عن إبلاغك رسالة الله، وتوكل على الله فإنه كافيك وناصرك عليهم، فاشتغل بذكر الله وتحميده وتسبيحه وعبادته التي هي الصلاة.

Maksudnya: “Wahai Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam, sesungguhya Kami benar-benar mengetahui apa yang terjadi padamu akibat intimidasi mereka kepadamu, yaitu berupa sempitnya perasaan, maka janganlah hal itu membuatmu berhenti dalam penyampaian risalah Allah, bertawakkallah kepada Allah, karena sesungguhnya Dia adalah Penjagamu dan Penolongmu dalam melawan mereka, maka sibukkan dirimu dengan mengingat Allah, memuji-Nya, mensucikan-Nya serta beribadah kepada-Nya yang mana ia adalah shalat”. (Lihat Tafsir Al Quran Al Azhim.)

Berkata Syeikh Abdurrahman bin Nashir As Sa’di rahimahullah (w: 1376H) ketika mengomentari ayat ini: “Engkau wahai Muhammad,

فَسَبِّحْ بِحَمْدِ رَبِّكَ وَكُنْ مِنَ السَّاجِدِينَ

(bertasbihlah dengan memuji Tuhanmu dan jadilah kamu di antara orang-orang yang bersujud (salat))“, maksudnya: “Perbanyaklah berdzikir kepada Allah, bertasbih kepada-Nya, memuji-Nya dan mendirikan shalat, karena yang demikian itu meluaskan dan melapangkan dadamu dan membantumu dalam urusan-urusanmu”. (Lihat Taisir Al Karim Ar Rahman fi Tafsir Al Kalam Al Mannan, hlm.

 

Referensi :

  1. Rahikul Makhtum
  2. Zaadul Ma’aad.
  3. Fiqh Sirah Dr. Zaid bin Abdul Karim al-Zaid.
  4. Fiqh Siroh Dr. M. Said Ramadhan al-Buthy.
  5. Tafsir Ibnu Katsir.
  6. Tafsir As-Sa’dy.

Leave a Comment