BAGAIMANA CARA MEMINANGNYA ?

Loading

BAGAIMANA CARA MEMINANGNYA ?

Oleh Abu Rufaydah

            Menikah adalah dambaan semua orang, terlebih seorang pemuda dan pemudi yang masih sendiri. Menikah menjadi solusi dari beragam masalah pemuda. Ketika seorang pemuda memiliki hasrat dan gejolak yang sangat tinggi untuk menikah, namun pernikahan tak kunjung dilaksanakan karena beragam alasan, maka akan merusak akalnya, jiwa, hati, badan dan agamanya.

Ada pulang yang telah menikah, namun menyesali pernikahan yang telah dilaksanakan. Sejuta alasan yang sulit untuk ucapkan, sehingga perceraian pun menjadi solusi terakhir baginya. Intinya kurangnya ilmu dan doa ketika memilih pasangan.

Karena itu kita memohon kepada Allah agar dimudahkan urusan kita, terutama dimudahkan dan diberkahkan pernikahan yang didambakan. Sebelum membahas lebih jauh tentang pernikahan, alangkah baiknya kita mempelajari dahulu tentang Nadhor dan Khitbah. Dikesmpatan ini kita akan membahas secara singkat tentang khibah.

Khitbah artinya:

إِظْهَارُ الرَّغْبَةِ فِي الزَّوَاجِ بِامْرَأَةٍ مُعَيَّنَةٍ, وَإعلام وليها بذلك

“Menunjukkan keinginan untuk menikahi seorang wanita tertentu dan menyampaikannya kepada walinya. (Al-Fiqhul Muyassar, 1/29).

Maka orang yang melakukan ini disebut sudah mengkhitbah. Tidak boleh lelaki lain masuk mengkhitbah hingga lelaki pertama ditolak atau menolak atau dia mengizinkan pelamar kedua. Dan tidak boleh bagi si wanita untuk menerima khitbah dari lelaki lain sampai ia menolak lelaki pertama atau ditolak atau diizinkan pelamar pertama.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

لا يَخْطُبْ الرَّجُلُ عَلَى خِطْبَةِ أَخِيهِ حَتَّى يَتْرُكَ الْخَاطِبُ قَبْلَهُ ، أَوْ يَأْذَنَ لَهُ الْخَاطِبُ

“Tidak boleh seorang lelaki mengkhitbah di atas khitbah saudaranya, sampai pelamar pertama meninggalkan (menolak atau ditolak) sang wanita atau pelamar pertama mengizinkan.” )HR. Al-Bukhari no. 5142  dan Muslim no. 1412(

Jadi Khitbah (meminang) adalah meminta (melamar) seorang wanita untuk dinikahi dengan cara yang sudah diketahui bersama. Meskipun telah ada kesepakatan, khitbah hanyalah sebatas janji untuk menikah, sehingga laki-laki yang meminangnya belum berhak sedikit pun terhadap wanita yang dipinangnya tersebut. Status yang dipinang masih sebagai wanita asing bagi peminangnya sebelum dilakukannya akad nikah.

 

Kepada Siapa Pria Harus Meminang Wanita?

Pertama: Pada asalnya permintaan untuk menikahi wanita disampaikan kepada wali wanita tersebut.

Diriwayatkan dari Urwah radhiyallahu ‘anhu bahwasanya ketika Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam meminang Aisyah radhiyallahu ‘anha kepada Abu Bakar radhiyallahu ‘anhu, Abu Bakar berkata kepada beliau, “Aku ini hanyalah saudaramu.” Maka beliau bersabda, “Engkau adalah saudaraku dalam agama Allah dan Kitab-Nya, sementara Aisyah itu boleh kunikahi (bukan mahram).” (HR. Bukhari, no. 5081)

Kedua: Dibolehkan menyampaikan pinangan langsung kepada wanita bersangkutan jika wanita tersebut rasyidah (bijaksana).

Diriwayatkan dari Ummu Salamah radhiyallahu ‘anha, ia berkata,

لما مات أبو سلمة أرسل إلى رسول الله صلى الله عليه وسلم حاطب بن أبي بلتعة يخطبني له فقلت: إن لي بنتاً وأنا غيور فقال: أما ابنتها فندعو الله أن يغنيها عنها، وأدعو الله أن يذهب الغيرة

“Ketika Abu Salamah wafat, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengutus Hathib bin Abu Balta’ah, dia meminangku untuk beliau. Kemudian aku mengatakan, ‘Sesungguhnya aku mempunyai seorang anak perempuan dan aku ini tipe pencemburu. Lalu ia berkata : “Adapun anaknya maka kami akan memohon kepada Allah agar mencukupkan dengannya dan aku akan memohon kepada Allah agar rasa cemburu itu dihilangkan.’” (HR. Muslim, no. 918; An-Nasai, 6:31)

Ketiga: Wali boleh menawarkan wanita yang berada di bawah perwaliannya kepada laki-laki saleh.

Orang tua yang saleh (Nabi Syu’aib ‘alaihis salam) berkata kepada Musa  ,

قَالَ إِنِّي أُرِيدُ أَنْ أُنْكِحَكَ إِحْدَى ابْنَتَيَّ هَاتَيْنِ عَلَىٰ أَنْ تَأْجُرَنِي ثَمَانِيَ حِجَجٍ ۖ فَإِنْ أَتْمَمْتَ عَشْرًا فَمِنْ عِنْدِكَ ۖ وَمَا أُرِيدُ أَنْ أَشُقَّ عَلَيْكَ ۚ سَتَجِدُنِي إِنْ شَاءَ اللَّهُ مِنَ الصَّالِحِينَ

Berkatalah dia (Syu’aib): “Sesungguhnya aku bermaksud menikahkan kamu dengan salah seorang dari kedua anakku ini, atas dasar bahwa kamu bekerja denganku delapan tahun dan jika kamu cukupkan sepuluh tahun maka itu adalah (suatu kebaikan) dari kamu, maka aku tidak hendak memberati kamu. Dan kamu Insya Allah akan mendapatiku termasuk orang-orang yang baik”.” (QS. Al-Qashshash: 27)

Dalil lainnya yang menunjukkan boleh seorang wali menawarkan wanita di bawah perwaliannya adalah kisah Hafshah binti Umar. Umar radhiyallahu ‘anhu turut berduka bagi putrinya yang masih muda dan harus menjada dalam usia 18 tahun. Umar radhiyallahu ‘anhu merasa terpukul melihat status janda yang harus diemban oleh putrinya. Status janda yang menguras hidupnya dan melilit masa remajanya.

Ayahnya Umar berusaha untuk menawarkan putrinya kepada Abu Bakar dan Utsman bin ‘Affan. Keduanya enggan karena tahu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang mau maju melamarnya.

Akhirnya, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menikahi Hafshah pada tahun 3 H (sebelum perang Uhud) dengan mahar sebesar 400 dirham. Saat itu pula, Utsman menikahi Ummu Kultsum setelah meninggalnya Ruqayyah yang menjadi istri Utsman sebelumnya.

Setelah Umar menikahkan Hafshah, Abu Bakar menemuinya dan menyampaikan alasan dengan mengatakan,

فَإِنَّهُ لَمْ يَمْنَعْنِي أَنْ أَرْجَعَ إِلَيْكَ فِيْمَا عَرَضْتَ عَلَيَّ إِلاَّ أَنِّي كُنْتُ عَلِمْتُ أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَدْ ذَكَرَهَا ، فَلَمْ أَكُنْ لَأُفْشِي سِرَّ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ، وَلَوْ تَرَكَهَا رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَبَلْتُهَا.

“Jangan kesal kepadaku, karena Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam telah menyebut nama Hafshah. Aku tidak mau mengungkapkan rahasia beliau. Dan seandainya beliau meninggalkannya, niscaya aku menikahinya.” (HR. Bukhari, no. 5122)

Diriwayatkan pula dari Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, “Wahai Rasulullah, mengapa engkau tidak menikahi wanita Quraisy dan membiarkan kami memilih salah satu dari mereka untukmu.” Beliau bertanya, “Apa kalian mempunyai calon? Aku menjawab, “Ya, putri Hamzah.” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Dia tidak halal bagiku, ia itu putri saudara sepersusuanku.” (HR. Muslim, no. 1466)

Keempat: Wanita boleh menawarkan dirinya kepada laki-laki saleh untuk dinikahi.

Diriwayatkan dari Anas radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, “Seorang wanita mendatangi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk menawarkan dirinya. Wanita itu berkata, “Wahai Rasulullah, apakah engkau berkenan menikahiku?” Putri Anas berkata, “Alangkah buruk dan tidak tahu malu wanita itu.” Aku (Anas) berkata, “Wanita itu lebih baik darimu. Dia suka kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam lalu menawarkan dirinya kepada beliau.” (HR. Bukhari, no. 5126 dan Muslim, no. 1425)

Hal ini dibolehkan selama memang aman dari fitnah (godaan). Akan tetapi, jika berterus-terangnya seorang wanita kepada laki-laki bahwa dirinya ingin dinikahi dapat menimbulkan godaan besar, hal itu tidak dibolehkan karena akan menimbulkan kerusakan, sedangkan Allah tidak menyukai kerusakan. Demikian disebutkan oleh Syaikh Musthafa Al-‘Adawi hafizhahullah dalam Jami’ Ahkam An-Nisa’, 3:211.

 

Sumber :

  1. Rumasho.com
  2. wikimuslim.com
  3. Shahih Fiqh Sunnah

Leave a Comment