7 CATATAN TENTANG DZIKIR BA’DA SHALAT
Oleh Abu Rufaydah
Bismillah wal Hamdulillah was shalatu wassalamu ala Rasulillah. Amma Ba’du.
Pembaca yang dirahmati Allah. Setelah kita membahas TUNTUNAN ZIKIR BA’DA SHALAT. Berikut ini catatan tentang dzikir ba’da shalat sesuai tuntunan Nabi Muhammad. Dzikir bagian dari ibadah dan ibadah pada hukum asalnya adalah haram, tidak boleh dilakukan sampai ada dalil yang memerintah. Tentunya setiap ibadah pasti telah diatur ketentuannya, ibadah selain dituntut untuk ikhlas juga harus sesuai dengan tuntunan Nabi.
- Dzikir dilakukan dengan suara lirih dan bukan dengan suara keras. Adapun dalil mengeraskan suara ketika dzikir bada shalat adalah hadits dari Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma berkata,
أَنَّ رَفْعَ الصَّوْتِ بِالذِّكْرِ حِينَ يَنْصَرِفُ النَّاسُ مِنَ الْمَكْتُوبَةِ كَانَ عَلَى عَهْدِ النَّبِىِّ – صلى الله عليه وسلم – . وَقَالَ ابْنُ عَبَّاسٍ كُنْتُ أَعْلَمُ إِذَا انْصَرَفُوا بِذَلِكَ إِذَا سَمِعْتُهُ
“Mengeraskan suara pada dzikir setelah shalat wajib telah ada di masa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.” Ibnu ‘Abbas berkata, “Aku mengetahui bahwa shalat telah selesai dengan mendengar hal itu, yaitu jika aku mendengarnya.” (HR. Bukhari no. 805 dan Muslim no. 583).
Al-Hafih Ibnu Hajar al-Asqolany rahimahullah berkata, “Imam an-Nawawi rahimahullah mengatakan bahwa Imam asy-Syafi’I menafsirkan hadits ini: bahwa para sahabat mengeraskan bacaan dzikir mereka pada masa yang sebentar saja, dengan tujuan untuk mengajarkan sifat dzikir setelah shalat. Artinya mereka tidak terus menerus mengeraskan dzikir setelah shalat.
Imam an-Nawawi rahimahullah dalam kitab al-Majmuu’ mengatakan : “Sesungguhnya dzikir dan do’a setelah shalat dianjurkan untuk dibaca secara sir (suara pelan hanya terdengar sendiri), kecuali Imam bermaksud untuk mengajarkan zikir kepada orang lain. (al-Majmuu’I, III/487).
- Membentuk lingkaran saat berdzikir sebagaimana yang dilakukan oleh orang-orang tariqh termasuk perbuatan bid’ah, adapun landasan dalil yang mereka pegang adalah hadits dari Abdullah bin Amr yang diriwayatkan oleh Ad-Darimi yang jelas tidak shahih. (lihat Silsilah adh-Dha’iifah 11).
- Membaca al-Fatihah setelah shalat fardhu secara sendiri-sendiri ataupun berjamaah tidak ada dalil yang shahih yang menjelaskan tentang hal ini.
- Dzikir berjama’ah. Sebagaimana yang dibahas di pon pertama. Pendapat Imam Asy-Syafii rahimahullah bahwa dzikir berjamaah boleh dilakukan hanya sekedar mengajarkan saja, adapun setelah itu maka kembali kepada hukum asal bahwa dzikir dilakukan secara sendiri-sendiri dan suara lirih.
- Lebih utama menggunakan jari-jemari karena itu yang dilakukan oleh Nabi Muhammad. Sebagaimana yang diriwayatkan oleh Abu Daud dan yang lainnya. Adapun menggunakan tasbih dan yang lainnya maka sebaiknya dihindari. SYaikh al-Albani membahas secara lengkap dalam kitabnya Ar-Radd Alat Ta’qiibil Hatsiits.
- Berdo’a setelah selesai shalat secara berjama’ah. Tidak ada riwayat yang menyebutkan tentang anjuran berdo’a seperti ini dan tidak ada yang mengamalkannya bahkan empat ulama madzhab pun tidak melakukannya. Ada pun yang menisbatkan kepada Imam asy-Syafi’I maka ia telah bersalah menisbatkan kepadanya.
- Berjabatangan setelah selesai shalat. Berjabatangan sesame muslim akan menggugurkan dosa yang mereka lakukan dan memiliki keistimewaan tersendiri. Namun jika berjabatangan rutin dilakukan setelah shalat fardhu, maka jelas ini tidak ada contohnya.
About the author
Endang Hermawan
Abu Rufaydah Endang Hermawan, Lc. MA. Beliau Lahir di Cianjur tahun 1989 Pendidikan Formal 1. SDN Citamiyang 2. SMP T dan SMA T di PONPES Al-Ma’shum Mardiyah 3. S1 Pendidikan Agama Islam di STAINDO 4. S1 Syari’ah di LIPIA JAKARTA 5. S2 Tafsir al-Qur’an PTIQ Jakarta Saat ini membina Yayasan Ibnu Unib untuk pembangunan Masjid dan Sumur dan Ketua Yayasan Cahaya Kalimah Thoyyibah bergerak di Pendidikan, Sosial dan Dakwah
Related Post
This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.
Leave a comment
You must be logged in to post a comment.